Ra(C)un

557 8 4
                                    

Dianne Rothevane, seorang wanita menjelang paruh baya berpenampilan elegan dan berkelas duduk di kursi ruang tamunya dengan tatapan penuh kebencian. Pemuda ini, pemuda yang mencintai putrinya, sungguh membuatnya kehabisan sabar.

Apa yang membuatnya berfikir kalau dia pantas disandingkan dengan putrinya? Cih, pemuda kelas rendahan ini tak ada pantas-pantasnya untuk putrinya yang cantik.

Putri tercintanya, kini tinggal menunggu esok hari, putrinya akan menikah dengan pria pilihan ibunya. Pria yang memang benar-benar pantas untuknya.

Setidaknya itu yang dipikirkan Mrs. Rothevane.

Pemuda tidak tahu diri ini harusnya sadar, kalau dia tidak memiliki apa-apa. Hidupnya kacau dan berantakan. Bisa-bisa putrinya hancur bersama pemuda ini. Sungguh tidak bisa dibiarkan. ia benar-benar sudah meracuni putri kesayangannya.

Seminggu yang lalu, putrinya menangisi pemuda ini, berkata bahwa ia adalah seseorang yang luar biasa. Bahwa pemuda ini akan punya masa depan yang gemilang, bahwa ia percaya walaupun pemuda ini tidak memiliki apa-apa pemuda ini adalah pemuda yang cerdas dan baik hati. Cih, tetap saja, ia tidak memiliki apa-apa, bukan? Mau makan apa putri cantiknya dari pemuda keluarga petani itu? Rumput? Putrinya berkata pemuda ini mendapat beasiswa sekolah di perguruan tertinggi ternama atau apalah itu bantuan dana untuk orang-orang miskin, sudah pasti itu adalah sebuah kebohongan. Sekali rendahan, tetaplah rendahan.

Putrinya benar-benar telah dibutakan, seharusnya putrinya sadar kalau pemuda itu miskin. Tidak akan membawa kebahagiaan apa-apa untuknya.

Esok hari, saat matahari menyingsing, putrinya akan menikah dengan anak bangsawan. Pemuda berkelas yang akan memberikan apa saja untuk putrinya... dan tentu saja dirinya.

Mrs. Rothevane memandang amplop lusuh yang ia pegang sejak beberapa menit yang lalu dengan kebencian. Pemuda miskin itu teru-terusan mengirimi putrinya surat. Tidak tahu malu. dan yang membuatnya marah kali ini adalah, berani beraninya pemuda itu kini mengirim surat padanya? Tentu saja, semua surat untuk putrinya tak pernah ia berikan. Disembunyikannya dari putri tercintanya agar ia tidak teracuni kata-kata pemuda itu.

Mrs. Rothevane bersumpah inilah terakhir kalinya ia akan membuka surat dari pemuda tersebut. Hanya kali ini.

Sebuah tulisan tangan yang sangat dikenalinya (anehnya pemuda itu selalu menulisnya dengan rapih dan indah. Pasti ditulisi orang lain, bukan?) terdiri dari beberapa paragraf tertera di selembar kertas itu.

"Dear, Mrs. Rothevane

Selamat pagi nyonya, atau siang atau malam, atau subuh, atau kapanpun kau membaca surat ini. Kurasa kau mengenalku, melihatku beberapa kali, atau bahkan menyimpan surat-suratku yang seharusnya diterima oleh Renn. Ya, aku tahu kau menyimpan surat-surat itu nyonya, kau tidak pernah menginginkan keberadaanku di hidup Renn. Maafkan kelancanganku atas pernyataan barusan, aku sama sekali tidak ingin menambah kebencianmu atau mengancammu.

Namaku Quinton Gamariel Amadine, aku lahir di luar kota tempat kau tinggal sekarang dan aku hidup dalam kekacauan. Ya, kehidupanku bisa dikatakan sebagai definisi harifiah dari kekacauan itu sendiri. Aku pindah ke kota ini pada bulan September, sendiri. Ayahku sudah lama pergi, ibuku entah di club malam mana disuatu tempat, menjual dirinya. Nenekku baru saja meninggal saat aku pindah, dan dia satu satunya orang yang mengurusku. Pada akhir Agustus, sekelompok orang brengsek datang entah darimana dan mengambil semua barang dirumah tempat aku dan nenekku tinggal, menghancurkan pekarangan dan lahan pertanian kami sekaligus menganiaya nenekku. Kurasa itu cukup menjelaskan bagaimana ia meninggal. Beberapa minggu setelahnya aku baru mengetahui tujuan orang-orang itu datang karena ibuku, akibat semua hutangnya dan kebodohan yang dia lakukan diluar sana. Kau pasti tidak menginginkan anak yang hidup kacau sepertiku ikut campur dengan hidup Renn, bukan? Menghabiskan 19 tahun dalam kekacauan kurasa aku cukup terbiasa hidup berantakan. Sampai aku bertemu putrimu, Renn. Dia luar biasa menakjubkan. Percayalah saat aku mengatakan ini, dia kacau, seringkali terlalu memikirkan sesuatu, seorang pemikir akut, kacau , perlu diperbaiki, namun kekacauannya luar biasa menarik dan dia benar benar luar biasa. Kurasa seharusnya kau mengerti karena kau yang melahirkannya ke dunia. Dan aku sangat berterima kasih akan itu. Kau bisa melihat kilatan rumit di dalam matanya, dan saat pertama aku melihat kilatan itu aku sudah benar-benar terjebak dengannya. Wajahnya luar biasa cantik, begitu juga hatinya, dan caranya menatap tak pernah membuatku bosan. Orang-orang membenciku setelah mengetahui betapa kacau hidupku, seperti kau yang membenciku sekarang, dan betapa kekacauan itu mengubahku menjadi seseorang yang tidak menyenangkan. Tidak dengan Renn. Ia mengatakan aku kekacauan yang luar biasa keren. Tak pernah ada yang bilang begitu sebelumnya. Saat kau benar-benar mengenalnya, memahami caranya berfikir, mengetahui betapa rumit suara pemikirannya kau akan tahu betapa menakjubkannya dia. Dia cerdas dan peduli dengan orang-orang sekitarnya.Saat dia bilang aku menakjubkan, sesungguhnya dia harus tahu, dialah yang luar biasa menakjubkan. Renn, bagiku, adalah gabungan dari segala hal yang kacau-sempurna. Kekacauan yang luar biasa keren. Dan semenjak itu, dia menyadarkanku bahwa kekacauan tak selalu berakhir buruk, kekacauan bisa berakhir sempurna. Dan dia membuatku merasa bahwa hidup diantara kekacauan harusnya tak membuatku merasa tersingkirkan. Karena hidup ini adalah kekacauan. Semua orang butuh waktu untuk memecahkan teka-teki kehidupan. Dan ketika hidupmu berhenti kacau, maka kau berhenti hidup karena tugasmu telah selesai. Dan dia membuatku merasa menjadi orang paling hidup di dunia ini. Semua karena dia.

Mrs. Rothevane tidakkah kau menyadarinya sekarang? Putrimu mengubah caraku memandang kehidupanku yang benar-benar berantakan. Ia membuatku percaya bahwa kekacauan adalah sesuatu yang indah. Bahwa kekacauan adalah bagian terbesar dari terbentuknya kehidupan seseorang. Dan kau membenciku karena kehidupanku yang kacau? Kurasa hal itu tidak cukup kuat untuk menghalangiku mencari Renn ke belahan dunia manapun. Aku mencintainya lebih dari aku mencintai kehidupanku, kekacauanku. Karena dia membuatku percaya dan merangkul hidupku sendiri, hal yang paling sulit kulakukan mengingat betapa bencinya diriku pada hidupku sendiri. Kukira butuh waktu lebih lama dari orang lain atau bahkan berdamai dengan kehidupanku sendiri tak akan pernah terjadi. Tapi Renn membuatku berhasil melakukannya. Aku mencintainya. Dan berharap kau mengerti, bahwa seberapa kacaupun kehidupan seseorang, mereka akan menemukan jalan pulang. Berdamai dengan hidup. Berdamai bersama kekacauan untuk mencari jalan keluar. Dan Renn berhasil melakukannya padaku. Dan aku akan melakukan apa saja untuk melindunginya. Membahagiakannya. Membuatnya menunjukkan senyum lebarnya. Dan aku bersumpah akan memeluknya dan membantunya mencari jalan keluar saat dia tersesat. Dan membuatnya merasa aman dimanapun dan kapanpun. Dan aku akan menjaganya dengan seluruh hidupku saat kau ada maupun saat kau pergi.

Aku bukan orang yang paling sempurna, Mrs. Rothevane. Tapi aku yakin merasa hidupku sempurna saat dia ada.

-Quinton."

Surat panjang itu pun berakhir, Mrs. Rothevane menghela nafas panjang. Ia benar-benar kehabisan kata-kata. Entah apa yang dirasakannya sekarang. Kesal? Bingung? Marah? Kenapa ia merasa seperti ini?

Beberapa saat kemudian, terdengar sebuah jeritan memilukan dari lantai dua. Mrs. Rothevane hampir saja serangan jantung mendengar teriakan itu. Ia segera berlari ke lantai dua, bertanya-tanya dengan penuh kegundahan, apa yang terjadi?

Jeritan itu berasal dari Muria, pembantu rumah tangga keluarga Rothevane yang berlarian di lorong lantai dua dari kamar paling ujung.

"Nona muda, nyonya!" jerit Muria dengan penuh kepiluan. Mrs. Rothevane berlarian ke kamar Renne, putrinya.

Ditemukannya putrinya yang cantik tergeletak dengan pergelangan tangan bersimbah darah. Bibir Renne kini mulai membiru. Disekitar tubuhnya yang penuh bercak darah, bertebaran amplop-amplop lusuh dan kertas-kertas surat yang pada awalnya selalu berbunyi "Dear, Renne" dan diakhiri dengan "Dari Quinton, milikmu selalu".

Tangan Renne menggenggam dua buah surat. Surat pertama adalah tulisan tangan Quinton dan surat kedua adalah tulisan tangannya sendiri.

"Ibu, maafkan aku.

Aku tidak bisa menghabiskan sisa kehidupanku membohongi diriku sendiri.

Aku tidak bisa menjalankan keinginanmu, impianmu.

Aku tidak bisa menjalani hidupku dengan pilihan-pilihan yang kau buat, bukan yang kubuat.

Aku mencintai ibu, tapi aku tidak bisa menghabiskan sisa hidupku dengan terpenjara.

Biarkan aku pergi,

setidaknya kini ibu tidak perlu susah mengurusku lagi"

Dan malam itu, seorang pemuda berlari cepat, menorobos hujan deras setelah membaca surat dari satu-satunya orang yang ia tunggu.

"Aku pergi, selamat tinggal".


A Book Full Of Thought (bahasa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang