Hukuman :: Oneshot

341 17 0
                                    

"Kamu gapapa?"
Yongdae tersenyum terpaksa, dengan kasar ia mengusap peluh keringatnya pada dahinya sendiri.

"Sudah sana masuk," lirih pria itu- tangannya tergerak untuk mengacak surai pendek istrinya, eits tapi berhasil dia gagalkan sendiri mengingat tangannya yang penuh noda kehitaman.

"Kenapa ngga jadi?"
"Udah sana masuk, tidak enak kita ribut di toko kaya gini"

Akhirnya Liliyana cuma mengangguk pasrah.

0-0-0-0

"Akhirnyaaa"
Yongdae menghembuskan nafas lega setelah menyelesaikan pelanggan terakhirnya. Jangan tanyakan bagaimana kondisi fisiknya saat ini, Jangan harap ada sosok Lee Yongdae tampan yang mampu membuat kalian berdebar dan berdecak kagum. Dia melepas seragam kerjanya, melihat jarum jam pada dinding.

Matanya menyipit tatkala melihat ayah mertuanya sedang mengangkat beberapa drum dari area depan toko, kesempatan baik untuk mengawali kecaperan pada mertua. Tanpa berfikir panjang, Yongdae mendekati sang ayah mertua, bermaksud untuk membantu memindahkan drum-drum berisi oli tersebut.
"Saya bant-"
"Tidak usah, lebih baik kamu masuk saja... bersihkan dirimu,"
Senyuman pria itu memudar. Mengapa ayah Liliyana begitu dingin padanya?

0-0-0-0

Pintu kayu itu terbuka dari luar. Liliyana tetap berusaha bersembunyi dibawah bedcover- sudah dua hari ini mereka tidur terpisah, masih hangat diingatannya raut kekecewaan Yongdae tatkala mendengar selama tinggal di rumah orangtuanya mereka tidak diperbolehkan tidur satu kamar.

"Sst..."
"Kamu? Kalo mama tau gimana yong?"
"Mama sudah tidur, Liliyana... malam ini saja, aku sudah dua hari ini tidak bisa tidur.."
"Ta-"

Terlambat. Belum sempat Liliyana melanjutkan sanggahannya, pria yang berstatus sebagai suaminya itu telah bergerak cepat menguasai tubuhnya.

0-0-0-0

"Aku tau, diantara kalian ada yang menyelinap ke kamar kan?"
'DEG'
Nada bicaranya memang biasa saja, tapi itu mampu membuat pria Korea itu tertohok.
"Pantas saja ada suara aneh malam tadi, mama fikir anak tetangga main sampe tengah malam" Ibu Liliyana menyahut dengan santai.
Kini giliran Liliyana yang sibuk menetralkan aliran darahnya, berasa malu banget ya. Secara kucing tetangga juga tau ngga mungkin anak tetangga maen sampe tengah malem didalam kamar- plus pake suara-suara aneh.

"Ini juga untuk kebaikan kalian berdua, ini pelajaran untuk kalian berdua... terutama kamu, dek... mama ini tau kamu juga butuh bulan madu- tapi ngga pake ninggalin resepsi juga kan?"

"Siapa yang melarang kalian berdua kemana itu mah?"

"Maldives pah,"

"Iya, siapa juga yang melarang. Tapi kalian terlalu terburu-buru, keluarga besar di Manado ini kecewa tidak bisa lihat kalian.."

"Tapi kami juga sudah disini... "

Yongdae tampak berfikir keras memperhatikan obrolan penuh sindiran antara orangtua dan anak itu, kalau sudah begini... biasanya obrolan mereka akan bercampur dengan bahasa Manado, bahasa yang begitu sulit ia mengerti.

0-0-0-0

Tidak jauh dari ruko milik keluarga Liliyana, terdapat sebuah gedung latihan bulutangkis. Dengan suasana mendung seperti ini, entah mengapa tubuh tegap itu penuh peluh keringat.

Tangannya menjinjing dua tas racket besar, hari ini hari minggu, mereka sekeluarga memutuskan untuk menghabiskan sore ini dengan bermain bulutangkis.

"Dek, suamimu mana?" Orangtua Liliyana sudah siap dengan jerseynya, wajah mereka sumringah, berbanding terbalik dengan raut wajah Liliyana yang sedikit suram.

"Dia nanti juga kesini mah, Yongdae capek- dari kemaren kan bantuin di bengkel terus" jawab Liliyana seadanya.

Tidak lama, Yongdae datang. Jersey biru yang ia kenakan persis seperti milik istrinya, sepatu, bahkan kaos kakinya juga. Melihat kedatangan suaminya, Liliyana segera bangkit dan menghampiri- berjinjit dan mencoba menyapu bibir sexy Yongdae.

"Dek...."
"Iya mah- heuh!"
Namun serangannya masih mampu digagalkan kedua orangtua Liliyana yang asik berdehem ria.

0-0-0-0

Menurut informasi yang ia dapatkan dari Liliyana, Mama Olly akan sangat badmood jika harus kalah dari anaknya- sedangkan suaminya akan sangat badmood jika sang anak kalah dari orangtuanya.
Point 21-16, 21-10 terasa mampu menjawab semuanya, Ini sih mending dikerjain abis-abisan sama Kenzo sama rafa, dibandingkan harus menghadapi kehororan orangtua Liliyana yang kalah telak dari pasangan baru ini.

"Yong... udah gausah dipikiran lah, kamu belum makan dari siang 'kan?" Tanya Liliyana yang menghentikkan lamunan panjang Yongdae
"Aku tidak memikirkannya Liliyana, tapi kamu lihat ekspresi mereka..."

0-0-0-0

"Hukuman karena ga ikut resepsi udah selesai kan?"

Malam hari ini terasa lebih menyenangkan dari malam-malam kemarin yang kelabu. Sudah 3hari Liliyana menjalani hukumannya, Yongdae masih konsisten dengan wajah galau'nya, mengingat tadi dia harus mati-matian mengejar mertua beserta istrinya yang lari, kedoknya sih jogging- tapi mereka lari macam marathon di sore hari, tanpa memperdulikan Yongdae yang menenteng 3tas racket sekaligus.

"Sudah, mamah papah ngaku kalah deh, Hukuman kalian selesai.."

Ayah Liliyana ikut mengangguk, "Lain kali, kita main tunggal 'bisa kan?" Sang menantu hanya menelan ludahnya pasrah, main ganda sama Liliyana aja udah setengah mati, apalagi head-tohead sama ayah mertua, big no!!!

0-0-0-0

"Yong,"
"Iyaaa..."
"Kamu beberapa hari disini kurusan deh,"

Keduanya berbaring ria di kamar Liliyana. Kamar berukuran 4×3 ini memang terbilang sempit, terpajang beberapa pigura serta rak-rak piala hampir disetiap sisi kamar. Tidak ada pendingin ruangan, hanya ada kipas angin besar dipelafon kamar.

"Heuh? Kurus? Yang benar saja Liyana... bukannya kamu yang bilang aku gendutan.." Yongdae sedikit membenarkan posisi berbaringnya, menyandar pada ujung ranjang

"Efek disiksa kali ya?"
"Aku senang kok, siapa yang disiksa?"
"Yakin seneng? Yaudah kita pulangnya minggu depan aja gi-"
"Ya jangan lah, kerjaanku di Seoul numpuk... disini juga- kamu tau kan kita tidak sebebas di rumah?"
"Itu sih juga gara-gara kamu, nahan sehari dua hari aja gabisa, gimana kalo aku di Manado kamu di Seoul-"
"Yah itu lain cerita... by the way, ini kamu mau ngulur waktu atau gimana? Mau diintip anak tetangga?"

Entah bagaimana- keduanya telah saling berhadapan diatas tempat tidur. Menyelami pandangan masing-masing.

"Udah tuh, wajahmu kalo lagi mesum dicampur ada maunya tuh gini ya.." Liliyana menusuk-nusuk pipi tembam Yongdae dengan jari telunjuknya
"Tumben peka, pijitin ya..."
Liliyana mengangguk, suaminya berubah posisi menjadi tengkurap.
"Perdana dipijitin istri, rasanya hampir sama dipijitin Yoo,"
"Sering kamu dipijitin dia?"
"Ya kan aku partnernya, jangan bilang kamu juga mijit Owi ya"
"Wuisss... enak aja, yang ada dia yang mijitin aku lah- eh, maksudnya enggak Yong..."

"Pantes, kamu biasa dipijit Owi?"
"Ngga!!!! Idih kok jadi ribut gini sih-"

Dengan sigap, Yongdae membalikan tubuhnya lagi, menarik kedua bahu Liliyana agar berada dibawah kungkungannya.
"Persetan anak tetangga dengar atau tidak, hukuman dari mama papahmu memang sudah habis, tapi..."

Kedua mata Liliyana terus mengerjap, "tapi apa?"
"Kini giliran aku yang menghukummu..~"

0-0-0-0

END

0-0-0-0



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 10, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PunishmentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang