Tentang Arsenio

45 3 3
                                    

Malam itu bulan masih setia memandangi cantiknya gradasi biru dan hijau yang terpantul dengan indah dari luar sana. Angin berhembus dengan lembut, tak ada pertanda hujan dan tak pula berawan, cerah sekali langit malam ini.

Tapi tetap saja Jakarta masih seperti biasanya, panas, terlalu banyak polusi yang menyelubungi planet cantik yang tengah dipandangi bulan. Namun entah mengapa langit Jakarta tetap cerah, atau mungkin hanya perasaan ku saja? Ah sudahlah biarkan urusan langit, bulan dan planet itu menjadi urusan mereka sendiri.

Malam ini aku sudah berjanji untuk menemani Dina mencari jajanan, yang sesungguhnya hanya menjadi alibinya semata. Aku tahu sebenarnya yang ia ingin lakukan adalah curhat.

Curhat, satu kata pendeskripsi segala bentuk perasaan terpendam.

Dina dan aku sebenarnya seumuran, tapi entah beruntung atau malah sial aku masuk sekolah terlebih dahulu dan Dina yang kini menjadi adik kelasku, ya, lebih tepatnya adik kelas di sekolah yang sama dengan ku. Satu fakta terakhir Dina, rumahnya hanya berselang beberapa langkah dari rumahku.

Tak lama setelah aku menunaikan ibadah shalat maghrib handphoneku bergetar, menunjukkan tanda bahwa ada sebuah pesan yang masuk.

"Coy udah depan pager nih" sebut pesan tersebut.

Aku langsung memakai cardigan dan bergegas keluar rumah tanpa membalas pesan tersebut. Dan benar saja, Dina sudah menungguku di depan sambil memainkan handphonenya.

"Oy Din" kataku seraya membuka pagar.

"Cuy, ke Susu Moo depan yok. Green tea milk nya enak katanya"

Aku tak tahu atas dasar apa ia mengajak ku ke tempat lain selain ke roti bakar favorit kita berdua. Namun yang terlihat jelas adalah air mukanya cerah, bahagia layaknya bulan yang dengan cerah memandangi indahnya bumi dimalam ini.

Ditemani dengan segelas green tea milk Dina akhirnya memulai sesi curhat-nya.

"Eh cuy, lo kelas IPS 4 kan ya?"

"Hm" aku menjawab singkat sambil meminum susuku.

"Masa ya. Yang nge-MOS gue anak kelas lu anjir, ganteng." penuh dengan seluruh semangat yang membara, panasnya darah pemudi ini benar benar sedang jatuh hati.

"Gaada yang ganteng ah di kelas gue" tanpa emosi dan tetap menyeruput sedikit susuku lagi.

"Ada! Anak osis dia yang nge-MOS gue, mentor kelas gue! Namanya...... susah deh namanya ribet gitu panjang gue lupa" katanya dengan amat menggebu.

"Ya siapa, gue belom kenal semua kan orang nya."

"Depannya ada nio nio nya. Tapi temen temen nya pada manggil can can gitu" Dina masih sambil mengingat siapa sebenarnya orang ganteng-nya tersebut.

Aku hanya diam memikirkan siapa Si Nio itu.

"OH ARSENIO!!!" tiba tiba Dina berteriak hingga membuat semua orang di tempat ini menengok ke arahnya. Benar benar orang jatuh cinta tak ingat malu.

"Anjir lu berisik orang nengok semua woy" bisikku pelan sambil merunduk malu.

"Iya maaf baru inget hehe. Ganteng banget sampe bikin lupa situasi. Nanti lu cari coba dong yang Arsenio itu gue lupa nama panjangnya siapa. Orangnya tuh tinggi, agak kurus gitu deh. Rambutnya di tipisin kanan kiri dan dimodel spike gitu, ganteng banget udah pokoknya. Oh iya! Dia kalo senyum ada lesung pipinya. Manis banget anjir, sumpah kayanya madu juga lewat manisnya sama dia cuy. Gile gile ini mah parah sih"

Penjelasan Dina teramat sangat jelas menunjukkan betapa menarik nya rupa Sang Pembimbing MOS nya itu.  Aku bisa katakan bahwa aku seribu persen yakin Dina sedang jatuh cinta. Tanpa aku tahu siapa Arsenio yang ia dambakan itu.

"Eh eh please dong besok lu cariin nama lengkap dia kek, gue penasaran nih jadinya kenapa dia dipanggil can. Soalnya nama di rompinya Arsenio gitu. Kayanya disingkat deh tapi gue gatau. Eh gak tahu juga sih dia di kelas lu atau bukan. Tapi please ya cariin hehe." Dina berkata sambil tersenyum dan dengan menggesekkan kedua telapak tangannya tanda ia memohon padaku.

Aku berfikir sejenak.

Siapa dia? Arsenio?

Sepertinya aku pernah membaca namanya. Kalau dia memang benar salah satu murid dikelas ku, agaknya pendeskripsian Dina tak menyangkut ciri dari satu orangpun yang aku lihat dikelas ku. Ataukah aku belum menyadarinya?

"Kayanya sih pernah liat nama Arsenio. Aneh sih namanya." aku akhirnya membalas pendeskripsian sang pujaan hati Dina itu.

"Iya? Kayanya beneran dia anak kelas lu cuy! Gils ini gils! Besok lu harus cari!"

"Oke, besok gue mau cari namanya terus mau liat kaya gimana sih pangeran lu itu"

Kalimat tersebut juga mengakhiri obrolan aku dan Dina malam itu.

Sambil berjalan akupun berinisiatif untuk bertanya perihal Arsenio itu pada Radit. Mungkin saja ia pernah kenal Sang Pangeran Dina itu.

"Dit"

"Anak kelas kita ada Arsenio gak sih?"

Dua pesan ku itu lumayan lama tak dibalas Radit. Aku jadi turut penasaran.

"Dit woy! Bales kek!"

"Dit"

Aku menambah dua buah pesan baru. Dan tak lama kemudian Radit membalas.

"Apasih lu. Nyampah. Kaga kenal gua."

"Btw Arsenio kaya zat kimia aja aneh wkwk"

Sialan memang Radit. Mungkin aku salah juga menanyakan pada Radit karena kuta berdua sama-sama bukan bagian dari OSIS dan kami sekelas tahun lalu.

"Ah gak guna lu Dit. Besok gue ceritain deh."

"Yaudah" balasan Radit menutup obrolan kami malam itu.

Keesokan harinya. Seperti hari kemarin aku masih bersemangat untuk datang lebih awal ke sekolah. Selain karena ini masih dalam minggu pertama masuk sekolah, ada suatu hal yang membuatku penasaran. Arsenio.

Aku mencari nama Arsenio dari mulai kelas XI ter-ujung. Dari kelas XI IPA 1 hingga IPA 5 tak kunjung muncul nama Arsenio.

Pencarianku lalu berlanjut ke XI IPS. Sampai akhirnya aku berdiri di depan kelas ku. XI IPS 4. Butuh waktu bagiku untuk mencerna sejenak dan mencari sesosok makhluk bernama depan Arsenio.

Dan,
Hanya ada satu Arsenio.
Dikelasku.

Arsenio Chandrakanta Sava.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 09, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ChandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang