Part:1

1.2K 117 16
                                    

Perempuan yang mengenakan setelan kantor melangkah pelan melewati koridor kantornya.

Wajah cantiknya terlihat dingin. Matanya yang dilapisi double eyeliner itu menatap tajam kepada teman-temannya yang melangkah kearahnya.

Perempuan yang berambut panjang lurus itu membalas menatap sengit, kemudian dia mendengus ketika yang ditatapannya pergi begitu saja dengan wajah dingin.

“Park Jiyeon… kau lihat Jinri, kalau dia tadi melirikmu dan menatapku benuh kebencian” ujarnya.

Jinri terdiam, wajahnya muram. Dalam hatinya dia merasa kesal terhadap Jiyeon yang mengacuhkannya.

Dia tahu ini semua salahnya. Tapi ini demi harga dirinya, Jinri tidak bisa berbuat apa-apa.
***

Jiyeon mengela nafas berat. Bola matanya memandang langit diatas sana.

Masalah yang dijalaninya cukup berat sampai membuatnya sedikit stress.

Apalagi sekarang dia harus mencari pekerjaan lain.

Pengingat pekerjaan membuat Jiyeon sedikit muak. Orang-orang disana membuat Jiyeon kesal sekaligus malu.

Suara dering ponselnya membuyarkan lamunan Jiyeon.

Jiyeon segara merogoh saku jaketnya.

“Hallo”

[Hey Ji. Kau diterima diperusahaan Tuan Kim]

Tidak ada wajah bahagia diwajah cantiknya.

Park Jiyeon adalah wanita dingin dan pendiam.

“Terima kasih Hyojun, kau sudah membantuku”

[Tidak apa-apa. Besok kau mulai bekerja, jam 8 pagi]

“Oke”

***

Suasana pagi membuat Jiyeon sedikit bersemangat untuk hari pertama bekerja.

Tangan mungilnya menekan tombol lif.

TING

Jiyeon segara masuk, kemudian dia hendak menekan tombol lantai 3, namun tiba-tiba ada sebuah tangan yang menghentikan pintu lif yang ingin menutup sempurna.

“Tunggu!” ujarnya keras.

Jiyeon melihat seorang laki-laki yang cukup berantakan.

Dari rambut yang sedikit acak-acakan, baju kemeja biru yang kusut, dan bau tidak sedap dari tubuh lelaki itu.

Pintu lif tertutup dan mulai membawanya kelantai 3.

Jiyeon sedikit bergeser, dia tidak ingin dekat dengan lelaki berantakan itu.

“Umm ngomong-ngomong, kau dilantai yang sama denganku? Apakah kau seorang salesgirl

Jiyeon menyerenyit tak suka, dia memalingkan wajahnya.

“Ada apa dengan wajah menjijikan itu?” Tanya lelaki itu yang melihat wajah Jiyeon yang menyerenyit tidak suka.

“…” Jiyeon enggan menanggapi perkataan lelaki menyebalkan itu.

“Ah! Aku tahu, pasti aku bau’kan” ujarnya lagi seraya mundur beberapa langkah untuk sekedar menyerderkan punggungnya ditembok lif.

“Itu sudah tidak bisa dihindari lagi. Aku mabuk hingga pagi, dan tidak mandi” sambungnya dan menguap cukup lebar.

Jiyeon tetap diam, tidak ada gunanya untuk menimpali omong kosong lelaki itu, pikirnya.

Namun tiba-tiba pintu lif terbuka.

SHELTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang