Kesehatan Menurun

60 3 0
                                    

Malam mulai merayap sepi...

seorang diri tanpa ada yang menemani...

hanyalah suara kodok dan jangkrik yang memecah di keheningan malam ...

angan dan rasa tak jinak di raga..

teringat akan bunda yang selalu tersenyum...

Bunda...Aku kangen...,Aku rindu...dan Aku ingin menangis...

Ya Rab...Tuntunlah aku...dijalanMu...

Aamiin..

Perempuan setengah baya dengan wajah bulat dengan tahi lalat di pipi sebelah kiri, alis yang tertata rapi dan gigi tertata rapi bak miji timun istiah orang jawa selalu mengukir senyum terhadap anak perempuannya. Senyum yang seakan dipaksakan akhir-akhir tahun ini, manakala anak gadisnya sudah menyelesaikan sekolahnya dibangku SMA.

Banyak hal-hal yang belum terealisasikan bagi ibu dan anak itu. Karena kondisi si ibu yang tidak memungkinkan untuk melakukan aktivitas terlalu berlebih karena akan menimbulkan rasa sakit yang luar biasa.

Anak gadisnya yang butuh bimbingan ektra untuk meraih masa depannya harus ikhlas melakukan aktivitasnya tanpa seorang ibu yang selalu di sampingnya. Hanya doa yang selalu ia panjatkan untuk putri satu-satunya diberi kemudahan dalam beraktivitas.

Bu Wartinah merasakan kesedihan yang amat dalam mengingat kedua anak laki-lakinya secara maximal bias mendampinginya, mengarahkannya, mengantarkan kemana, yang pasti masih bias menjadi ibu siaga, ibu yang selalu ada dan siap untuk buah hatinya.

Rasa sakit yang mendera seperti perutnya mengeras seperti batu, terkadang kalau buat makan rasanya mau mutah, terkadang juga sesak nafas dan masih banyak lagi yang membuat Rahma merasa bersedih dengan kondisinya.

"ibu..saya antar ke Rumah Sakit ya...? Berulang kali tawaran untuk mengantar ibu nya selalu di tolak dengan berbagai macam cara. Ibunya masih merasa sehat, dan gejala-gejala itu dianggap hal yang biasa terjadi padahal dalam hati kecil Rahma menangis jika melihat wajah ibunya pucat atau merasa tidak enak badan.

"ibu hanya kena angin saja, nanti juga sembuh... ibu telat makan...ibu kebanyakan sambal dan lain lain" itu ucapan yang selalu di dengar Rahma. Dan itu membuat Rahma merasa bersalah karena dialah anak yang paling dekat dengan ibunya, apalagi kedua kakaknya memilih tinggal di Bandung karena dia memang kuliah disana disamping untuk menemani ayahnya. Tanggung jawab Rahma sebagai anak paling kecil lebih besar terhadap ibunya, apalagi dalam kondisi sekarang ini yang baru tidak sehat.

Ayah dan kedua kakaknya tinggal di Bandung, Rahma sendiri kadang sering protes dengan keluarganya terutama ayah dan ibunya.

"kenapa ayah dan ibu tidak satu rumah seperti kebanyakan orang tua lainnya, saya ingin seperti anak-anak lainnya...dijemput sekolah, ter kadang sama ibu nya terkadang sama ayah juga..tapi aku.. hanya yang jemput ibu terus...ayah tidak di rumah jemput Rahma bisa dihitung dengan jari.." rengek Rahma waktu TK dan SD ketika sering ditinggalkan ayahnya, karena sang ayah yang sering meninggalkan ibu dan anak-anaknya di rumah.

Dengan seiring berjalannya waktu usia anak-anak mereka semakin bertambah dewasa begitu juga cara berfikir dan cara pandang mereka semakin matang. Penanaman cara berfikir yang kritis mandiri, kreatif selalu berfikir positive dengan keadaan yang ada dan apapun yang terjadi kepada ketiga anaknya harus dilakukan karena tuntutan pekerjaan yang harus dijalani .

Waktu satu minggu tidaklah lama, semua bisa diatur untuk berkumpulnya keluarga dan ini sangat menyenangkan. Terkadang ayah dan kedua kakaknya yang ke yogya tapi sebaliknya juga kalau ayah dan kakaknya sedang banyak agenda giliran Rahma dan ibunya yang ke Bandung. Terkesan keluarga ini sangat mandiri dan berhasil dibidang ekonomi. Terbukti, perusahaan yang di Bandung banyak menggunakan tenaga masyarakat sekitar yang mempunyai keahlian . Apalagi di Yogya keluarga ini juga mempunyai ruko-ruko yang di sewakan.


Tuntunlah Aku Di Jalan-MuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang