2. MARCO MORELOT

55 2 0
                                    

Di setiap Sabtu sore pada bulan-bulan panen, Ayah selalu menyuruhku membantunya mengantarkan satu karung hasil panen ke rumah bibi Claire Morelot. Rumah kecilnya berdiri di seberang sungai. Jaraknya tak begitu jauh namun berat karung-karung itu selalu membuatku ingin merintih sepanjang jalan. Pada mulanya ada banyak kabar mengatakan bahwa bibi Claire memiliki hubungan gelap dengan Ayah, dan aku tak tahu pula kebenarannya. Namun tentu, ada sesuatu hal yang membuat lelaki sepertinya bisa sedermawan itu menyikapi seseorang. Sebenarnya isu itu menyebar sejak aku masih bersemayam di rahim Ibu dan di waktu yang sama bibi Claire telah kehilangan suaminya. Sejak saat itulah Ayah sering mengunjunginya. Dan lewat mulut para pemabuk di kedai bir, para ibu comel yang berkumpul tiap sore di sumur tua dan sebab musabab mereka masih membicarakan itu di depan anak-anak mereka pada jam makan malam, atau tak sengaja pada pertengkaran rumah tangga aku jadi tahu desas-desus itu. Kadang tampil sederhana, kadang pula dilebih-lebihkan.

Yang aku heran bahwa wajah bibi Claire tidak pernah bisa menandingi kecantikan Ibu, sepandai apa pun seseorang meriasnya. Aku mengenalnya lewat senyumnya yang lebar, wajahnya cekung dan matanya yang coklat bulat. Rambutnya yang memerah tersengat matahari lebih sering ia lilit di lereng kepala belakang. Aromanya bau hangus dan sering pula paduan antara hangus dan wangi bunga lili. Semerbak dari tiap helai rambut. Tanda ia telah sadar bau hangus yang ia cium berhari-hari keluar dari rambutnya sendiri, dan telah juga bekerja keras membaurkannya dengan wewangian lain. Di rumahnya yang kecil ia hidup dengan lima orang anak, dan dua anak anjing coklat yang gonggongannya lebih menjengkelkan dari suara-suara katak pada malam hari sepanjang musim kawin.

Kehidupan keluarga mereka juga sangat payah. Bibi Claire hidup dengan membikin beberapa buah roti yang lalu dijualnya mengitari desa. Yang bahan-bahannya pun terkadang hanya ia dapat dari kami di bulan-bulan panen. Meski sudah ada pelanggan setia, tapi sebab modalnya yang tak seberapa maka hasilnya pun tak seberapa. Sekedar untuk mengurusi kebutuhan pangan keluarga itu satu dua hari, sisanya entah. Anaknya yang pertama Louis Morelot, sepeninggal ayahnya berubah menjadi pemabuk yang menyia-nyiakan hidup di kedai bir. Lalu selalu memulai keributan tiap kali gosip bibi Claire dengan Ayah menyeruak dari mulut-mulut kawan sepermainannya yang lekat bau alkohol itu. Anaknya yang kedua bernama Tamim Morelot, dimasa-masanya yang badung ia minggat dari rumah membawa tabungan keluarga jauh sebelum ayahnya wafat. Dan sepertinya tidak punya niatan untuk kembali sampai kapan pun.

Anaknya yang ketiga, seorang gadis bernama Quantine Morelot cukup melegakan sebab punya perangai yang santun. Ia rajin membantu ibunya dalam hal rumah tangga dan juga jual menjual roti. Mencuci baju, mencuri piring, menyapu, beres-beres rumah. Namun sial, ia telah dipinang oleh pedagang tua numpang lewat yang tidak tahu dari mana ia datang, tidak tahu pula ke mana ia pergi. Bibi Claire tahu ia telah keliru mengizinkannya kawin dengan sembarang orang. Dua hari setelah perkawinan Quantine dibawa pergi. Orang bilang memang Quantine-lah yang menginginkan lari dari keluarganya yang sengkarut. Orang yang lainnya bilang ia menikah berharap lelaki uzur itu cepat mati, lalu hartanya bisa ia bawa pulang kembali ke ibunya. Anaknya yang keempat adalah seorang lelaki tampan yang kehilangan kelelakian. Gerald Morelot nama aslinya, tapi ingin dipanggil Gladis. Setelah akil balig bukan kepandaian membedakan baik buruk yang ia dapat, tapi sesuatu yang sering ia bilang 'pencerahan'. Ia mulai sering berdandan seperti perempuan dan menguntil pakaian ibunya atau menjamahi baju-baju peninggalan Quantine di lemari, yang sebenarnya juga baju-baju bekas ibunya semasa perawan. Ia biasa melenggang di sekitar desa tak jelas alasannya. Berlenggok tiada guna, memamerkan dandanan yang sebenarnya tidak diinginkan siapa pun kecuali dirinya sendiri.

Bibi Claire, tepat sepeninggal suaminya oleh penyakit ia tengah mengandung. Tak jelas apakah itu anak suaminya ataukah darah daging Ayah yang tak sengaja diselundupkannya di malam-malam yang bejat. Semua orang meragukan, berikut juga aku sebab kedekatan Ayah dengan bibi Claire sudah sangat jelas tampak di pandangan dua biji mataku sendiri. Di waktu itu bahkan dikatakan Ayah sampai menunggui persalinan bibi Claire yang hanya berselang satu minggu setelah persalinan Ibu, persalinan yang membawaku ke dunia. Tidak ada lelaki yang sampai sejauh itu mengurusi urusan anak pinak keluarga lain. Dan yang menambah-tambah materi di dunia pergosipan desa adalah bahwa anak bibi Claire yang terakhir ini benar-benar seperti buah dari hubungan yang haram. Anak terkutuk. Mereka bilang saat sang tabib beranak melihat wajahnya yang keluar dari persemayaman, sang tabib terkejut, dan hampir saja mati tersedak air ludahnya sendiri. Untuk yang pertama kalinya ia melihat keanehan rupa bayi haram itu. Tak pernah ia berjumpa bayi terkutuk macam itu di belahan bumi mana pun. Warnanya lain dari pada yang lain. Kulit dan rambutnya sewarna salju putih pucat, matanya merah muda padam. Saat ia mulai menangis sang tabib lari terbirit-birit. Lalu esok harinya di sumur tua ia merasa begitu puas telah menceritakan satu-satunya kisah menarik yang ia alami sepanjang karinya mengurusi persalinan ibu-ibu desa.

OrzulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang