( Seharusnya aku tak usah berpura-pura tegar dan
Seharusnya aku tak pernah datang ke kota ini
Untuk melihatnya duduk di pelaminan bersama orang lain )
Yah.. harapan kecil Maha untuk menghentikan Deva agar tidak melangkah lebih jauh bersama Melati sepertinya cuma mimpi. Hari itu menjadi hari terpahit dalam hidup Maha, keputusan Deva telah membuat hidupnya seakan terhenti.
Terlambat Maha menyadari perasaannya terhadap Deva mulai tumbuh, perasaan yang selama ini diyakini seperti kasih sayang adik terhadap kakak berubah menjadi perasaan wanita terhadap pria.. Lagu Menangis Semalamnya Audi terdengar di sepanjang gerbong kereta yang ditumpangi Maha, perjalanan Jogja - Bandung seakan lebih lama bagi Maha.
Semua kenangan bersama Deva pun muncul membayanginya, ketika Maha sedih ataupun putus asa Deva selalu ada untuk menghiburnya, Maha yang selalu jadi korban keisenganya. Air mata yang sejak pagi ia tahan pun akhirnya tumpah ketika tiba di sebuah rumah kost. Yuri dan Fely sebagai teman Maha cuma bisa menyuruhnya agar tetap tegar menghadapi semua yang terjadi, selalu berfikir kalau Tuhan tahu yang terbaik untuk Maha.
Esok harinya Maha terbangun dengan mata sembab karena menangis semalaman, seakan berharap kejadian kemarin itu hanya sebuah mimpi buruknya, ia tersadar karena ketukan pintu kamarnya..
"Nih sarapanmu, ayo kita makan, habis itu kita keliling cari udara pagi mumpung masih segar" dua porsi mie rebus pun sengaja Yuri buat, berharap dapat menjadi obat untuk menghibur Maha. Maha hanya menghela nafas sambil menjatuhkan kembali tubuhnya yang terasa tanpa tulang ke kasurnya.
"Hey ayolah! cepat sana gosok gigimu, nanti mienya keburu dingin, gak enak." – "hari ini Fely jadi pulang kampung, dia tadi minta maaf gak bisa nemenin kamu beberapa hari ini. Tadi katanya mau pamit tapi kelihatannya kamu lagi tidur nyenyak,dia gak tega bangunin kamu " sambung Yuri lagi.
"Iya gak apa-apa.." Jawab Maha menuju kamar mandi.
***
Mereka pun sudah ada di sebuah taman kota yang tak jauh dari rumah kost mereka, kumplit dengan seragam training dan sepatu kets. Mereka berlari kecil sambil sesekali mengatur napasnya, keringat pun sama-sama mengalir di dahi mereka masing-masing. Akhirnya keduanya berhenti berlari dan merebahkan badannya di atas rumput yang sudah mulai kering tersinari teriknya matahari.
"Hmm.. Kamu baik-baik aja kan?" Tanya Yuri
"Mana mungkin baik-baik aja, baru sehari di tinggal gebetan nikah. Hmm... semuanya membuatku stres, rasanya menjengkelkan lihat dia harus duduk di pelaminan dengan orang lain. Tapi jujur.. Dia kelihatan lebih tampan dengan stelan jas pengantinnya, ah sudahlah.. Untuk apa kamu mengingatkanku tentang kejadian kemarin" jawab Maha.
"Hahaa.. Kelihatannya kamu lebih tegar dari dugaanku, tetap seperti itu. Ingat! Sebentar lagi kita ujian akhir, persiapkan semuanya agar kita bisa wisuda bareng-bareng." balas Yuri sambil mengedipkan matanya.
"aku tahu, hmm.. Sepertinya aku harus melanjutkan tidurku lagi dan membayar semua waktu tidurku yang kemarin sempat hilang." ucap Maha sambil menutup wajahnya dgn handuk kecilnya.
"Lalu.. Bagaimana nanti hubungan kerja kalian setelah kejadian kemarin?" Pertanyaan Yuri kali ini membuat Maha melepaskan handuknya kemudian terduduk..
"Tentu saja hanya sebatas hubungan atasan dan bawahan. Sementara aku akan minta Fely untuk mengambil semua data yang aku perlukan dari kantornya Deva sampai akhir tahun ini. Aku bisa olah dan mengirimnya kembali lewat email, tanpa harus bertemu dengan Deva. Sepertinya aku gak akan pernah sanggup lagi menemuinya, aku belum bisa seprofesional orang kebanyakan, setelah report tahunan selesai aku akan mengajukan resign secepatnya".
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahadeva 1
Short Story( Seharusnya aku tak usah berpura-pura tegar dan Seharusnya aku tak pernah datang ke kota ini Untuk melihatnya duduk di pelaminan bersama orang lain )