3rd Person's Point of View
January, 3rd 2012
"Sir, this is the annual report from Coverten Land division for December 2011." Ucap Ky ketika memberikan laporan keuangan bulanan kepada Steve di ruangannya.
Ruang itu memiliki sebuah meja kerja presidential style besar, membelakangi jendela ceiling to floor dengan latar belakang One Pacific Place SCBD yang megah. Di depannya, berjejer dua buah sofa single seat putih senada dengan lantai marmer putih mengkilap, mengapit side table kayu dengan anggrek putih yang selalu diganti setiap harinya.
Dan setiap orang yang memasuki ruangan itu akan lebih terpukau lagi dengan lukisan besar di salah satu dinding ruangannya, lukisan pita merah modern yang memiliki sejuta arti bagi Steve.
Dengan setelan jas hitam yang memperlihatkan bukan hanya sebugar apa tubuh Steve yang sekarang sedang duduk sambil menatap layar komputer di hadapannya, jas itu juga memperlihatkan wibawa seorang pemimpin yang tegas, hingga membuat Ky, sang pegawai baru menjadi salah tingkah.
"Okay." Steve menegakkan badannya dan langsung menganalisa berkas laporan yang diberikan.
Ky memperhatikan Steve ketika dirinya membaca berkas laporan yang Ia buat tadi malam dengan perasaan yang berkecamuk di hati. Bukan hanya karena takut telah membuat kesalahan, namun juga karena ada perasaan yang selalu menghinggap hatinya ketika Ia melihat boss perusahaan-nya itu.
"I like it. You know, for a person that only work for 3 months, you’re beyond my expectation. You’re report is just like a professional job.” Komentar Steve sambil meletakkan berkas ke atas mejanya.
“Thank you, Sir. But everybody can make an annual report just like me.” Ucap Ky pelan karena sesuatu di hatinya semakin berkecamuk setelah mendengar pujian dari seorang Steve.
“Aha, and you’re not only smart, but also a humble person. I really like you Ky.” Tambahnya sambil melirik sekilas wajah oval di depannya yang dihiasi five o’clock shadow tipis dan kacamata hitam ber-frame besar, membuat dirinya makin menawan bagi Steve.
“Thank you, Sir.” Wajah Ky mulai memerah karena lirikan sekilas dari Steve semakin membuat perasaan di hatinya meluap.
“Okay, I need you to copy the report for tomorrow board meeting.” Steve berdiri dari kursinya. “And can you just call me Steve, just like when we first met at Starbucks?” Sekarang Ia menatap Ky, tepat di matanya.
Steve dapat melihat wajah Ky yang memerah, dan itu membuat sesuatu di dalam dirinya tersenyum. I’m totally in love, pikirnya.
“Yes Sir… I mean Steve.” Wajah Ky sudah benar-benar merah hingga Ia mulai menundukkan kepalanya.
“Thanks for call me Steve and the report.” Ujar Steve tersenyum.
“You’re welcome S.. Steve.” Balas Ky yang kemudian membuka pintu dan segera keluar dari ruangan.
Steve kembali duduk ketika pintu sudah tertutup. “I really like you Ky, personaly.” Ia kembali menatap layar di depannya, namun dengan perasaan di hati yang semakin tak terbendung.
****
“What the Fuck!” Teriak Ky ketika sampai di kubikal.
Perasaan yang Ia pendam terhadap Steve, mungkin merupakan semua perasaan yang dialami seluruh pekerja wanita terhadap atasan pria mereka. Tapi yang Ia rasakan lebih kompleks, bukan hanya karena Ia adalah seorang pegawai berkasta rendah, namun juga kenyataan bahwa mereka sama-sama pria, membuat semua yang Ia rasakan hanya dapat dipendam.
Walaupun Zara mengetahui hal itu, tetap saja perasaan-nya harus Ia jaga dari orang lain.
Siapa yang tidak akan terpana dengan Steve Christopher Lance, pengusaha muda yang sukses dengan perusahaan multinational-nya, plus ketampanan seorang pria yang tak dapat dipungkiri dapat membuat seluruh wanita di Jakarta saling bunuh-membunuh demi mendapatkan perhatiaanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Velvet on The Suite
RomanceKy menghadapi sebuah dilema ketika sang kekasih Steve berasa di NYC dan seorang pria lain datang mengisi hidupnya. Kehadiran teman baiknya Zara juga tidak terlalu membantu mengubah keadaan menjadi lebih baik, heck, justru jauh lebih gila karena wani...