Rania Takut Suntik

209 5 3
                                    



"Aaaaa....... Huu..." teriaknya sambil menangis tak henti-henti.

"aku gak mau disuntik, gak mau..." tangisnya semakin menjadi-jadi. Buk nana sudah kewalahan membujuknya untuk diam, tapi toh tangisnya bertambah parah.

            Hari ini ada suntik campak untuk siswa dari kelas 1 sampai kelas 3 SD. Rania masih kelas 1 SD. Kelas 1 dibagi menjadi dua kelas, tim medis masih berada di kelas sebelah, tetapi rania sudah ketakutan dan berteriak histeris sambil menangis sejadi-jadinya.

"udah ya nak, gak papa kok, gak sakit, nanti pas disuntik biar deket ibuk ya sayang. Kalau udah disuntik nanti dapet bubur kacang ijo. Dah diam ya..." kata Bu Nana sambil mengelus-elus pucuk kepala Rania. Rania tetap saja menangis, tapi tak sehisteris tadi. Rambutnya yang dipotong pendek sejajar dengan rahang dengan poni menutup alis terlihat bulat seperti tokoh kartun Dora. Matanya sembab karena menangis, namun tetap terlihat imut dengan hidung mancung dan dagu berbelah dengan rahang berbentuk ovale. Ia mengusap air matanya kasar dan mengusap ingus yang meleleh dibagian dalam rok merah yang tingginya sekitar 5 centi diatas  lutut. Ingusnya tidak keliatan, namun dari luar roknya terlihat basah bertumpuk-tumpuk. Sebagian orang tau itu bekas ingusnya, tapi ia tak peduli. Pikirnya daripada ia mengelap ingus di baju kan lebih baik di rok, nanti kotor, pasti Ibunya marah

 Pikirnya daripada ia mengelap ingus di baju kan lebih baik di rok, nanti kotor, pasti Ibunya marah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


         Tangisnya mulai mereda, hanya terdengar sesegukan kecil. Tapi beberapa saat kemudian nafasnya tercekat,wajahnya pucat pasi, jantungnya mulai berdetak tak normal, keringat dingin membanjiri tubuhnya, namun tak membuatnya jatuh pingsan. Ia terlalu kuat,bahkan ia tak tau apa rasanya pingsan. Tangisnya kembali terdengar, namun memilukan, membuat siapapun yang mendengarnya miris. Ia tak punya kata-kata lagi untuk diungkapkan.

            Akhirnya,dibantu oleh buk Nana dan guru-guru lain ia pun disuntik di 1/3 lengan bagian atas. Gurunya berusaha sebisa mungkin, membuat berbagai candaan untukmengalihkan pikirannya tentang ketakutan terhadap jarum suntik. Tapi toh sama saja, candaan tersebut sama sekali tak lucu. Meskipun pada keadaan normal mungkin ia senyum-senyum karena digoda oleh gurunya yang suka menjodohkannya dengan teman laki-lakinya, tapi dalam keadaan seperti ini hal itu takberpengaruh. Karena rasa takutnya lebih besar daripada candaan-candaan itu. Tubuhnya melemah pasrah saat terasa sesuatu yang tajam menusuk lengannya, ia memejamkan mata, tapi sedetik kemudian terasa dingin dibagian yang disuntik.
" udah. " Kata perawat yang menyuntik lengannya sambil menekan pelan kapas alkohol di lokasi penyuntikan agar tidak sakit dan obatnya menyebar.

            Tangisnya terhenti sambil menggantikan posisi tangan perawat tadi memegang kapas alkohol. Namun ia kembali menangis lagi membayangkan betapa sadisnya sebuah jarum berujung lancip yang ditusukkan sedalam itu ditubuhnya. Ujung jarinya terkena pisau sedikit saja sudah membuatnya ngilu membayangkannya.

            Meskipun saat hendak pulang seluruh siswa diberi secangkir bubur kacang hijau tetap saja, ia masih sangat kesal dan bergidik ngeri jika membayangkan benda kecil yang tajam itu menusuk tubuhnya. Ia cepat-cepat pulang sudah tak sabar menceritakan hal ini kepada ibunya, berharap ibunya mengerti apa yang dia rasakan.

            Sepanjang jalan yang ia pikirkan hanya betapa kesalnya dan takutnya ia terhadap jarum suntik tadi, dalam hati ia berjanji tidak akan mau menjadi seorang bidan, perawat,atau dokter. Segala profesi yang berhubungan dengan kesehatan tak akan pernah masuk kedalam daftar cita-citanya. Meskipun dalam hati kecilnya betapa ia mengagumi seorang perawat atau bidan yang sanggup menyuntik, menangani orang kecelakaan, melihat darah banyak, dan hal-hal yang menurutnya sangat sadis. Melihat darah saja sudah membuatnya lemas, kecuali darahnya sendiri. Ia mempercepat langkahnya untuk sampai kerumah, ia sudah tak sabar menceritakan pengalaman mengenaskan tadi kepada ibunya



Huuuhh... alhamdulillah, akhirnyaselesai juga part pertamanya, sekaligus cerita pertama ku
gak nyangka, akhirnya ku bisa juga buat cerita :D (lebayy..wkwkwkwk)
gak papa deh
buat temen-temenku (terutama) baca, komen, and voting yaaa :D (ngarep)

Sebenarnya aku buat cerita terinspirasidari seseorang, ada yg kasi saran gitu.  Udh kepikiran sih tapi belum berani aja. Kepo yaaa :D rahasiadeh

Soalnya kalian itu kayak supportsistem gitu buat aku
buat kakakku tercinta kak hafni :*, trus buat fuji, ela, kiki, irma, ririn,fatimah(adek), dila, caca, kak nita, gita, ernisah, desy, nanda, vina, reny n semuanya
ayokk ramekan :D

kalok partnya pendek maklum aja ya, makanya mohon sarannya, mau ceritanya dilanjutin kek mana

semangat hmy..

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 01, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Love Of A MidwifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang