"Hujan lagi... bagaimana aku bisa pergi menemuinya kalau hujan terus saja mengguyur harapanku."
Seorang yeoja sedang memandang sedih keluar jendela kamarnya. Seharian dia duduk dibalik jendela kamarnya dengan wajah murung. Dia memang menyukai hujan, tapi tidak untuk saat ini. Dia telah membuat janji dengan orang yang sangat ia cintai, dan seandainya dia bisa, dia sudah melompat berlari untuk menemuinya.
"Dara-ah, apa yang sedang kau lakukan?" wanita setengah baya menghampiri yeoja bernama Dara itu.
"Umma, kenapa seharian ini hujan? Apakah Tuhan tidak mengijinkan aku bertemu dengannya?" Dara berguman tanpa sedikitpun menoleh kearah ibunya.
"Ani. Mungkin Tuhan mempunyai rencana lain sayang. Dan ingat, jangan pernah sekalipun kau menyusup keluar saat sedang hujan. Kau belum sembuh, arraseo?"
"Arraseo." Dara menunduk sedih karena ibunya telah mengetahui rencananya.
"Umma yakin dia pasti mengerti. Umma akan menyiapkan makan malam, cepatlah turun." Ibu Dara pergi meninggalkan putrinya yang masih tetap memandang sedih keluar jendela.
Hari ini adalah hari terpenting baginya. Hari ini tepat 4 tahun dia menjadi kekasih seorang namja bernama Kwon Jiyong. Namja yang selalu menemaninya kemanapun dia pergi. Namja yang akan selalu berbuat apapun untuk membuatnya bahagia. Tetapi namja itu juga sering membuatnya gila karena sikap egois dan posesifnya.
Jiyong telah membuat sebuah pesta kecil di halaman rumahnya. Dia menyuruh dara untuk datang. Dara juga telah menyiapkan kado special untuk Jiyong. Tetapi, seharian ini hujan tak kunjung reda sehingga membuat Dara tidak bisa pergi menemui Jiyong.
Dara telah berusaha membuat Jiyong mengerti, tetapi tetap saja sifat egois Jiyong tidak bisa dibantah. Ketika Dara berkali-kali menghubunginya, Jiyong hanya mengirim sebuah pesan singkat ke ponsel Dara.
Besok beli mantel.
Aigo, betapa tersiksanya Dara setelah membaca pesan itu. Dia benar-benar kehilangan akal untuk menghadapi kekasihnya itu. Sikap kekanak-kanakannya membuat Dara gila.
Ibu Dara juga telah beberapa kali menghubungi ponsel Jiyong, tetapi Jiyong mengabaikannya.
Drrrrttt Drrrrttt....
Ponsel dalam genggaman Dara bergetar tanda adanya panggilan masuk. Dara melihat layar ponselnya dan segera menekan tombol hijau begitu mengetahui Jiyong menelefonnya.
"Ji..."
"Apa yang sedang kau lakukan? Tidak bisakah kau menerobos hujan untuk menemuiku?" Jiyong berkata cepat sebelum Dara selesai menyebut namanya.
"Mianhe Ji, aku ..."
"Dara. Harusnya kau tau aku menunggumu dari tadi. Tidak bisakah kau mengerti itu?" Jiyong mulai meninggikan suaranya.
"Ji, disini sedang hujan. Please, bersikaplah dewasa." Dara mencoba menenangkan Jiyong. Dia tahu dia tidak seberani Jiyong untuk menerobos hujan deras.
"Aku tidak mau tahu Dara. Aku benar-benar kecewa denganmu."
"Ji..."
"Tuut tuut "
Dara mendengar suara sambungan telefon diputus. Dia menggerang frustasi.
"Aigooo..apa yang harus aku lakukan?"
Dara benar-benar ingin segera menemui Jiyong, tapi dia juga tidak ingin mengecewakan ibunya. Dara baru saja keluar dari rumah sakit seminggu yang lalu. Setiap hari ibunya merawat dan menyiapkan segala kebutuhannya di rumah sakit. Jiyong juga mengetahui itu. Dia bahkan jarang pulang hanya untuk menemani Dara.
Orang tua Jiyong mengijinkannya karena ibu Dara adalah sahabat baik ibunya Jiyong. Dan mereka juga telah setuju dengan hubungan Dara dan Jiyong. Tetapi Dara benar-benar kewalahan menghadapi sifat ogois Jiyong. Tak jarang mereka bertengkar lalu putus. Tetapi, setelah kepala mereka dingin, mereka akan saling meminta maaf dan kembali berpacaran.
Jam telah menunjukkan pukul 9 malam, tetapi Dara tetap saja gelisah. Dia bangkit dari tempat tidurnya dan beranjak menuju lemari untuk mengambil jaket.
Dara berjalan pelan menuju kamar ibunya. Setelah melihat ibunya telah terlelap dalam mimpi, dara menghampiri ibunya dan mencium kening ibunya lembut.
"Mianhe umma, aku akan segera kembali. "
***
"Omo, hujannya semakin lebat. Aku harus cepat menemui Jiyong."
Dara berlari menerobos hujan. Tidak dihiraukannya dinginnya hujan yang menusuk kulitnya. Sesekali dia berhenti untuk mengatur nafasnya atau sekedar menutup telinganya saat ada petir. Dia terus berlari sambil memikirkan Jiyong.
Dara hampir sampai dirumah Jiyong saat dilihatya namja itu sedang duduk sambil menghisap rokok didalam balkon kamarnya.
"Aish, namja itu. Sudah berapa kali aku katakan aku tidak suka melihatnya merokok." Dara berguman dan mengerucutkan bibirnya.
Hanya tinggal menyeberang jalan dia sudah sampai di rumah namja yang sangat ia cintai.
***
Entah kenapa, meskipun dalam keadaan hujan lebat, jiyong tetap bisa mengenali sosok itu.
Sosok mungil yang sedang menerobos hujan sambil memeluk erat jaket kuningnya.
"Pabo. Apa yang sedang dia lakukan hah?" Jiyong segera membuang rokoknya sembarangan dan berlari turun untuk menemui yeoja itu. Yeoja yang seharian ini memenuhi kepalanya.
"Ya~ Park Sandara! Apa yang kau lakukan hah? Tunggu disana, aku akan membawakanmu payung." Jiyong berteriak diseberang jalan dan tengah sibuk membuka payungnya.
"Aku tidak bisa mendengarmu dengan jelas, hujannya sangat deras. " Dara berteriak mengimbangi suara derasnya hujan. Dia kelihatan tidak sabar untuk segera memeluk Jiyong. Dara sangat merindukannya.
Tanpa berfikir dia berlari menyebrangi jalan sambil terus menatap Jiyong.
Tetapi Tuhan berkata lain. Sebuah mobil dengan kecepatan tinggi melaju kearah Dara. Jiyong yang melihat itu segera berlari dan mencoba menarik tubuh Dara agar terhindar dari mobil itu. Mobil yang kehilangan kendali dan Jiyong yang tidak dapat menghindar dengan cepat pun terkena hantaman mobil itu. Tubuhnya mengeluarkan banyak darah, tetapi kesadarannya masih ada. Dia menoleh cepat kearah yeoja yang berada dalam pelukannya. Begitu sesak dadanya melihat orang yang sangat ia cintai terluka parah bagian kepalannya. Hidung dan telinganya terus mengalirkan darah segar.
"Be bertahanlah Dara, aku akan segera membawamu kerumah sakit." Jiyong berusaha keras bangkit untuk membawa Dara kerumah sakit.
Usahanya terhenti saat dirasaknnya tangan mungil Dara menyentuh wajahnya.
"Ji, sarangheyo." Dara tersenyum dan menutup kedua matanya. Tangannya terjatuh diatas tubuhnya yang sedang dipeluk erat oleh Jiyong.
Hanya tatapan tidak percaya yang terpancar dari matanya. Seolah belum cukup, rasa sesak yang terus mengbuatnya tidak bisa bernafas semakin membuatnya mati rasa. Seperti orang kesetanan Jiyong mengguncang-guncang tubuh Dara sambil meneriakkan namanya.
"Andwe. Kau tidak boleh pergi. Kau harus selalu bersamaku. Andwe. Dara bangun. Dara aku mohon..." jiyong terus menguncang-guncang tubuh Dara. Tetapi tidak ada reaksi disana, Dara benar-benar telah pergi. Pergi meninggalkan Jiyong dan semua orang yang menyayanginya.
Seperti tersadar akan sesuatu, jiyong meraih pecahan kaca mobil didekatnya. Dipeluknya erat tubuh kaku Dara, dengan pikiran matab dia mendekatkan bibirnya kearah bibir Dara. Dia rasakan dinginnya bibir Dara untuk terakhir kalinya.
"Nado Sarangheyo Dara-ah. Aku akan menyusulmu. "
~ fin ~
131209
hai hai....
sedikit cerita yang diambil dari kisah nyata tapi beda ending hehehehe
repost ulang dari blog, mungkin yang sudah pernah menemukannya di wordpress DGI
silahkan mampir >_<
KAMU SEDANG MEMBACA
RAIN
Short Storyoneshoot fanfiction repost ulang >_< keep reading juseyoooo