Serpih 7 : Keluar!!!

3 0 0
                                    


Randy berjalan dengan sempoyongan. Pandangannya sudah tak jelas. Orang-orang yang simpangan dengannya banyak yang mencibir. Tak sedikit dari mereka, yang sudah melihat Randy dari jauh langsung minggir menjauh dari jalanan yang sekiranya akan dilewati Randy. Malam itu sudah pukul sepuluh malam, dan Randy berjalan sendirian.

Pikirannya kalut tak karuan. Ingin mencari putauw lagi, tapi uang di tangan sudah habis. Satu-satunya jalan adalah menguras tabungannya untuk mendapatkan barang yang sedang diinginkannya. Tapi dia masih sadar. Kalau seandainya uang itu habis, bagaimana dengan hidupnya? Sudah jelas-jelas papanya tak mau lagi mengirimkan jatah bulanan dua kali.

Alasan untuk biaya skripsi, itu sudah sering dia lontarkan. Papanya tak akan percaya lagi. Mau menghubungi mamanya? Itu tak mungkin dilakukannya. Dia kasihan dengan mamanya. Hidup dengan papanya yang otoriter membuat mamanya jadi kerdil. Randy tak mau lagi membebani mamanya dengan urusannya sendiri. Terlebih tentang kebiasaan barunya ini, seluruh keluarganya jangan sampai tahu. Bisa-bisa mamanya mati berdiri kalau sampai mendengar apa yang telah dilakukannya.

Mau pinjam pada teman-teman bisnisnya? Rasanya tak mungkin. Mereka sudah tahu belangnya Randy. Kalau pinjam uang, pasti tujuannya untuk mengkonsumsi putauw lagi. Randy sendiri heran, kenapa dia semakin terpuruk lebih dalam ke hal-hal yang dulunya sangat dia hindari.

Tapi apa boleh buat. Perkenalannya dengan putauw yang tak sengaja itu, membuatnya sekarang semakin tak bisa melepaskannya. Bahkan Nindy pun semakin lebih parah dari nya. Bukan membantunya untuk keluar dari jeratan yang semakin melilitnya, tapi malah semakin terlilit lagi dengan barang-barang haram itu.

'Dimana lagi aku bisa mendapatkan uang?' pikir Randy.

Randy berjalan sambil sempoyongan. Seorang ibu ibu muda marah karena hal itu bisa menakut nakuti anaknya yang masih 3 tahun.

"Hei... Kalau jalan pakai mata dong... jangan pakai dengkul!!" teriak ibu muda itu sambil kemudian bergegas menggendong anaknya jauh dari jangkauan Randy.

"Siapa yang mau ngambil anak ibu? Emang itu anak bisa dijual? Lagian ibu ngapain malam-malam jalan sendirian bawa anak? Emangnya pelacur? Mana suaminya Bu...? Hahaha..." kata- kata itu tak sengaja begitu saja muncul dari bibir Randy. Si ibu secepat kilat berlari menjauhi Randy dengan bersusah payah menggendong anaknya.

Tiba tiba saja pikiran jahat Randy muncul.

'Bagaimana kalau aku menculik seorang anak kecil dan menjualnya kepada keluarga yang membutuhkan anak. Pasti terjual mahal sekali. Aku bisa dapat uang banyak dengan cara mudah. Dengan cara itu, aku bisa mendapatkan barang yang berkualitas dan lebih banyak dari biasanya.' Ceracaunya dalam hati.

Tapi pikiran nakalnya tiba-tiba saja hilang.

'Aku tak boleh berbuat jahat. Mama tak pernah mengejariku untuk menjahati perempuan. Perempuan adalah makhluq yang harus dilindungi.' Batinnya kemudian.

Untungnya, pendidikan yang diterima Randy dari mamanya sejak kecil masih terus melekat dalam pikirannya meskipun dia dalam kondisi tidak sadar seratus persen. Dia masih ingat, betapa ibunya dulu sangat sabar membimbingnya, mengajarinya membaca al-qur'an dengan baik, memberinya pengetahuan agama yaitu bagaimana cara menghormati wanita terutama sang ibu. Sangat berdosa menyakiti hati ibu. Jangankan sampai menyakiti, berbicara kasar saja sudah berdosa besar.

Timbul rasa bersalah Randy telah membentak ibu muda tadi. Meskipun wanita tadi bukan ibunya, tapi dia merasa tak enak. Dia berusaha mencari ibu dengan anaknya tadi, tetapi tak ketemu juga.

'Mungkin ibu tadi sangat ketakutan sehingga dia lari terbirit-birit. Seandainya aku bisa ketemu lagi dengan ibu itu, aku mau minta maaf. Aku tak bermaksud menyakitinya. Mungkin karena efek dari barang yang baru saja aku pakai.' Batin Randy menyesal.

Ketika cinta tak bertepuk sebelah tanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang