Ashel gigit bibir setelah mendengar penjelasan yang Alin sampaikan. Jadi sia-sia dong Ashel tadi mewek-mewek sampai bibir dower bahkan hidung kembang kempis? Karena ternyata seharusnya aksi tangis paling alay dalam sejarah hidupnya itu tidak perlu terjadi.
Fariz, maafin aku. Seharusnya tadi aku nggak ngambek sama kamu, gumam Ashel.
Ashel turun dari mobil setelah sampai di depan rumahnya.
“Hati-hati ya, cepetan tidur biar nggak didatengin Pak Fariz,” jerit Alin dan Ashel tidak menanggapi.
Ashel hanya tersenyum sambil terus berjalan menuju pintu. Dia menoleh ke rumah megah sebelah rumahnya saat mendengar teriakan Tiara memanggilnya. Tampak Tiara melambaikan tangan di balkon lantai dua.
“Aku tidur di situ ya, Kak?” teriak gadis kecil itu.
Ashel mengangguk dan Tiara langsung menghambur lari meninggalkan kamarnya. Tidak butuh waktu lama untuk Tiara sampai ke rumah Ashel.
“Loh, bukannya kamu seharusnya ada di pesta nikahan Mas Reihan?” tanya Ashel saat Tiara sudah sampai di hadapannya dengan napas ngos-ngosan akibat berlari secepat kilat.
“Udah pulang, Kak. Hossh.. Hosh... Tiara ngantuk. Ayo, cepetan dibukain pintunya.” Dalam keadaan napas terengah-engah pun Tiara masih bisa bilang ngantuk. Gadis itu berdiri di dekat pintu sambil sesekali menguap menunggu Ashel memutar kunci pintu.
“Cepetan, Kak! Ngantuk banget!” teriak Tiara tidak sabaran. “Cie cieee…. Yang lagi kasmaran nyari kunci aja kepayahan. Giliran nyari muka Mas Fariz aja langsung dapet.”
“Hus… Ngeledek mulu! Anak kecil nggak boleh ngeledekin yang lebih tua.”
Tiara menutup mulutnya dengan telapak tangan. “Peace!” Ia mengangkat dua jari.
Ashel menoyong jidat Tiara hingga kepala bocah itu terayun mundur.
Tiara langsung menyerbu masuk begitu pintu terbuka. Keduanya sibuk mengurus diri masing-masing. Ashel terlebih dahulu mematikan semua penerangan mulai dari dapur sampai ke ruangan-ruangan tengah dan kembali ke ruang tamu.
“Eh, loh kok belum masuk kamar? Katanya tadi ngantuk?” tanyanya ketika melihat Tiara berbaring di sofa sambil mainan ponsel.
“Heheee… Ngantuknya ilang, Kak. Ini lagi nonton film baru di youtube. Seru loh, Kak. Film Heaven Of Love, diangkat dari novel. Mau nonton bareng? Sini!” Tiara menepuk sofa di sebelahnya.
“Tumben kamu punya paket data. Biasanya juga numpang hape Kakak.”
“Hehee… Ini dikirim seseorang nih Kak.”
“Siapa hayooo? Cowok, ya?” tuding Ashel.
“Iya.”
“Heh? Nggak salah? Sejak kapan kamu kenal cowok sampe kirim-kirim paket data segala?”
“Heheee... Sahabat, Kak. Sama kayak Kakak sahabatan sama Mas Reihan. Nggak salah, kan?”
Ashel sekilas mengenang masa-masa kebersamaannya dengan Reihan, hampir sama sekali tidak ada kesedihan di setiap pertemuan mereka. Hanya tawa dan gurauan yang kerap mewarnai. Walaupaun mereka pernah bertengkar, tapi dalam hitungan menit keduanya akan kembali bertegur sapa dan tertawa satu sama lain. Sulit bagi Ashel mendiamkan Reihan walau hanya semenit. Pria itu memiliki banyak cara untuk bisa membuat Ashel tertawa.
“Ya udah, nanti matiin lampunya kalau mau tidur, ya!” titah Ashel.
“Oke, deh!”
Ashel melenggang memasuki kamar. Ia meletakkan tas ke gantungan, sementara ponselnya diletakkan di atas nakas. Baru beberapa detik membaringkan tubuh di ranjang dan matanya mulai terpejam, ponselnya bergetar menandakan ada chat masuk. Ashel meraih ponsel dan membaca chat masuk. Mata Ashel terbelalak melihat ID pengirim, Fariz.
Fariz
Masih marah?Ashel berpikir, dibalas nggak ya? Ia tersenyum kemudian mulai mengetik.
Ashel
Saya ga marah, kokFariz
Keluarlah sekarang!Ashel
Males.Fariz
Aku didepan rumahmu“Hah?” Ashel terbelalak. “Dih, nih cowok nekat banget, sih? Mau ngapain ke rumah?”
Ashel meloncat dari ranjang dan berlari ke jendela. Tangannya menyibakkan tirai dan mengintip ke luar. Fariz tidak berbohong. Lelaki itu ada di depan rumahnya, berdiri di halaman rumah kayak tukang siomay. Mobilnya terparkir di luar gerbang.
Fariz yang menyadari dirinya diintip Ashel dari jendela, langsung melambaikan tangan sambil tersenyum lebar.
“Dih, dia senyum lagi.” Ashel menutup tirai dan menyandarkan punggung di dinding. Sesaat ia mengatur detakan jantung yang terus menggemuruh. Respon organ tubuhnya memang tidak bisa dikendalikan, selalu begini setiap kali melihat Fariz.
Ashel berlari keluar kamar dan mendapati Tiara yang duduk di sofa ruang tamu.
“Tiara, yuk temenin Kakak keluar.”
“Mau ngapain, Kak?”
“Ayuk aja, deh.” Ashel menarik pergelangan tangan Tiara.
Yang ditarik menuruti meski masih main ponsel sambil berjalan mengikuti Ashel.
Senyum Fariz mengembang saat Ashel sudah berdiri di teras. Tiara menarik tangannya supaya terlepas dari pegangan Ashel. Tiara membelalak melihat Idolanya sudah berdiri di tengah-tengah halaman rumah.
Ashel malah melotot melihat Fariz yang melambaikan tangan sambil cengar-cengir.
“Bapak ngapain sih kesini? Kayak nggak ada hari esok aja,” ketus Ashel dengan ekspresi pura-pura kejam.
Fariz terkejut mendengar suara Ashel yang direndahkan tapi nadanya kayak singa kelaparan. Padahal ia sudah berdiri di sana seperti Romeo yang sedang menjemput Juliet, tapi malah disambut dengan gerutuan.
“Astaga, kamu tuh masih aja galak begini. Hadeeeh…”
“Abisnya Bapak kesini malem-malem. Ngapain?”
“Saya mau ngomongin hal penting.”
Mendengar itu, akhirnya Ashel menuruni teras dan menghampiri Fariz. Mungkin ada hal mendesak yang harus dibicarakan malam itu juga. Keduanya bersitatap.
Tiara nyengir melihat dua insan yang saling pandang itu.
Ashel cepat-cepat mengalihkan pandangan saat sadar sudah terlalu lama menatap Fariz dan lelaki itu hanya diam.
“Ngomong apaan, Pak? Cepatan dong, nggak enak sama orang kalau tau Bapak ada di sini.”
“Selamat malam. Happy dreams.”
Ashel memelototkan matanya. “Itu aja?”
Fariz mengangguk diiringi senyum lebar.
“Ya ampun, Bapaaaak!” Ashel ingin mengucek-ucek rambut Fariz, ingin mengikat bibir Fariz dengan tali, kalau perlu menggantung lelaki itu di atap rumah. Fariz benar-benar membuat Ashel geram.
“Ampun!” Fariz mengangkat kedua tangan berusaha melindungi wajahnya dari sendal yang diangkat oleh Ashel sebagai bentuk ancaman. “Kamu berani nimpuk bosmu ini dengan sendal?”
“Pulang sana, Pak!”
Fariz menggeleng.
Tiara tertawa cekikikan melihat tingkah Ashel dan Fariz.
“Turunin dulu itu sendalnya!” pinta Fariz tetap tenang melihat sendal yang heel-nya runcing berada di atas kepalanya. Jika mendarat di keningnya, pasti bisa benjol.
Ashel menuruti, menurunkan sendal ke lantai.
“Pintar! Sama calon suami tuh yang kalem.”
Ashel mengulum senyum. Rasanya dia jadi seperti orang bego. Bertingkah seperti remaja yang sedang jatuh cinta.
Bersambung…
Jangan lupa tinggalin vote dan komennya….!!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
MY BOSS IS MY LOVE (Sudah Terbit)
EspiritualBISA DIPESAN DI SHOPEE. Status Fariz yang awalnya adalah senior Ashel saat SMA, kini berubah jadi atasan di kantor setelah lima tahun berlalu. Pertemuan Ashel dan Fariz membuat Ashel jatuh cinta. Tapi sifat Fariz sulit ditebak, membuat Ashel jadi s...