Transisi

608 40 32
                                    

Beranjak menjadi remaja ingusan gua suka banget sama pelajaran olahraga, walaupun olahraga gak suka sama gua. :)
But seriously, gua seneng banget ngeliat temen gua apalagi kalau cewek di sekolah pas udahan olahraga, terus istirahat. Pada nyeplak gitu makan bekalnya, rasanya udah kenyang gitu hehe.

Namun, ada hal yang gua benci juga. Salah satunya, matematika. Pernah suatu momen gua bilang gini ke guru matematika gua.

"Bu! Saya mau tanya!"
"Iya, kamu silahkan"
"Kenapa kita harus belajar materi tentang pecahan sih bu? Akutucape."
"Ini materi penting loh, ada keluar di Ujian Nasional juga nanti."
"Perasaan aku tuh gak bisa di pecah-pecah bu, tolong ngertiin aku dong bu."

Well , itu sedikit kenangan yang membekas di sekolah lama gua. Polos kayak lampu taman.

---

Pagi ini, tanpa dibangunin orang tua, bahkan nada alarm dari jam beker gua belum berbunyi. Gua bergerak kayak jentik-jentik yang lari dari kejaran gayung kamar mandi. Gosok gigi, mandi, pake sabun, shampoan, sarapan lalu pergi dengan gaya kedua tangan kebelakang ninja desa konoha. Terus gua balik lagi, lupa pake seragam. Masa iya gua telanjang ke sekolahan.

Gua lalu langsung masuk gerbang, lari tiap tiap banjar dua kali belok kanan jalan! Pas belokan tajam tiba-tiba *ketoprak!* ada polisi tidur. Gua jatoh berguling roll depan, sambil finishing dengan bergaya ala ultramen. Baru gua tahu ada polisi tidur disekolahan.

Baru saja clingak clinguk melihat sekitar dalam kelas. What the.. Ternyata mereka lebih cepat dari yang gua kira. Udah dateng jam 6 pagi, bangku depan udah diisi semua. Alhasil kebagian duduk di bangku belakang lagi semester 2 ini.

Kehidupan di lingkup baru memang lebih sulit. Apalagi ketika udah di kelas 5, gua malah pindah. Temen gua yang di pusat semuanya pada merayakan kepergian gua, sampe ada acara syukurannya. Bersyukur karena gua pindah.

Masih dalam lingkup ibukota, cuma perbedaanya dulu pusat sekarang barat. Tujuan gua ke barat untuk mencari kitab suci. Gak gitu sebenarnya, gua pindah karena yang punya kontrakan disana gak mau perpanjang lagi. Yasudah, putus ya putus. Gak ada alasan untuk harus kembali lagi.

"Belajarlah untuk move on, karena makhluk hidup bergerak bukan diam berkerak."

Yang paling jadi masalah adalah masa transisi gua pindah sekolah.
Gua nyaris cuma makan, main game, serta tidur aja. Itu bener-bener buat otak gua jadi sama kayak zaman Pithecanthropus Erectus, mengecil kayak udel bunglon. Segala upaya untuk menyelesaikan masalah ini sudah gua coba, bahkan pegadaian gak bisa menyelesaikan masalah ini.

Awal KBM buat gua jadi kayak yang paling bodoh disitu. Padahal gak! Gak salah lagi..

Gua gak bisa mengingat dengan baik. Tugas sering banget lupa kerjain, nilai ulangan gua kayak ukuran sepatu, pernah lupa beresin buku juga, Untung aja kolor gak ikutan lupa. Sampai gua tiap hari ada aja kena hukuman, tapi bukan pejantan namanya kalau gak tangguh. Hukumannya beragam, ada yang dijewer, diputar, dijilat, dicelupin.

Seiring waktu gua mulai sadar, kalau gua harus berubah. Bukan jadi ksatria baja hitam, Tapi jadi kayak no drop, cat anti bocor, tahan dalam segala kondisi dan cuaca. Gua mencoba merenungkannya di balkon rumah, sesaat pulang sekolah. Suasana yang pas untuk melepas penat pikiran, angin bersiul menyapu atmosfer, ditambah balutan awan yang sedang mengelabu, dan rintikan hujan yang mulai beradu turun ke bumi.

"Gua harus mulai belajar!"

Terhitung 3 jam belajar, otak masih juga berkelakar, ditambah perut gua juga sudah berpacu dalam melodi. Gua memutuskan untuk keluar rumah, menikmati angin malam sambil mencari makan. Ketika sedang menyusuri dengan berjalan santai, tiba-tiba *dug!* sebuah apel jatuh dari pohonnya menimpa kepala gua.

Bukan tentang gaya gravitasi seperti yang Issac Newton pikirkan waktu itu. Yang gua pikirkan adalah menyantap apel itu. karena sepengetahuan gua apel bisa nambah stamina di harvestmoon.

---

"Morning, papa, mama." *sambil mengucek mata*
"Pagi dek, kamu sekolah kan? buruan mandi, nanti telat loh. Sarapannya taro di meja makan ya."
"Lah, sarapannya chiki ma?"

Tiba-tiba papa nyeletuk.
"Mentang-mentang cari duit, beliin anak sembarangan!"
"Masih pagi, udah diomelin. Ngajak berantem?"

Walaupun kadang gua suka salah tafsir, orang tua juga sering jadi korban iklan. Tapi gapapa, setidaknya gua bersyukur. Kedua orang tua masih hidup sampai sekarang. Gua gak ngebayangin kalau orang tua udah duluan. Gak bakal ada yang bilang gua ganteng lagi.

Sekolah, yang didenger cuma ceramah, sedikit curhatan guru, motivasi yang kadang seolah memplorotkan celana, dan presentasi yang anak kelas 2 SD pun bisa baca. Sambil menopangkan dagu, mata ini tertuju pada gerak reflek sebangku gua yang berdiri sambil membetulkan posisi celananya. Gua ketawa ngakak, sampai akhirnya harus dihukum lagi karena dianggap gasrak gusruk dikelas. Gua disuruh keluar dengan syarat harus jewer kedua kuping, sambil berdiri tanpa menyentuh tanah. Ya emang gak tanah, gua dihukumnya di sekolahan Jakarta, bukan kepulauan Galapagos.

Agak kesal sih, tapi ya sudah terima saja. Memang hidup harusnya kayak filosofi kura-kura, slow and steady.
Hidup dibawa santai tapi tetap waspada, kita gak akan pernah tahu kalau ternyata nanti temen kita jadi serigala berbulu hidung.

*Telolet Telolet*

Bel yang selalu disambut riuh anak pinggiran. Pulang sekolah dengan pegal-pegal, juga otot linu.

Dengan nafas yang terengah, tatapan yang beringas, dan badan gua yang mulai berkeringat akibat permainan yang panas antara kita berdua. Gua menghempaskan dia ke kasur, tetapi dia tidak pernah pasrah, dengan lincah dia membalikkan gua telentang.. Sial! Gua kalah lagi adu tinju sama guling kesayangan gua. Kebiasaan klasik yang gua lakukan selepas pulang sekolah.

Pejantan GasrukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang