Suling Pusaka Kumala
Karya : Asmaraman S. - Kho Ping Hoo
________________________________________
Jilid I
PEKIK dan sorak sorai peperangan Itu menggegap gempita menjulang tinggi ke angkasa. Betapapun pasukan kerajaan Beng melakukan perlawanan mati-matian namun mereka telah terkepung ketat, di tempat terbuka dan lebih mencelakakan lagi, mereka bertempur dalam keadaan kehabisan ransum dan air. Lapar dan haus melemahkan semangat dan tenaga mereka sehingga pasukan itu akhirnya dipukul mundur cerai berai oleh pasukan Mongol yang sudah terbiasa perang di tempat yang liar terbuka seperti peperangan di kota Huai Lai, di perbatasan utara kerajaan Beng dan bangsa Mongol itu.
Pasukan Mongol, dikepalai oleh panglima-panglima atau kepala-kepala suku Mongol dan gagah perkasa, telah menyerbu ke dalam dan mengepung perkemahan di mana terdapat Kaisar Cheng Tung. Para pengawal berserabutan keluar dengan pedang dan lembing dan melakukan perlawanan mati-matian untuk melindungi kaisar mereka.
Namun, jumlah mereka jauh kalah banyak dan satu demi satu para pengawal itupun roboh bergelimang darah. Terjadilah pembantaian di perkemahan itu.
Kepala suku Mongol yang juga menjadi panglima besar yang memimpin penyerbuan itu adalah Kapokai Khan, seorang pria berusia empat puluh tahun yang tinggi besar dan gagah perkasa. Dia melompat turun dari kudanya dan diikuti belasan orang perwira pembantu dan pasukan di belakangnya, dia menyerang terus ke dalam perkemahan.
Setelah tiba di dalam, dia berhenti dan memandang tertegun. Di sana, di tengah-tengah perkemahan itu, tampak Kaisar Cheng Tung duduk seorang diri di atas permadani, tenang dan diam, sedikitpun tidak tampak gugup atau ketakutan. Di sekelilingnya tampak tubuh para pengawalnya bergelimpangan bermandikan darah mereka sendiri. Wajah itu tampak tampan dan tenang, masih anggun dan agung dan ketika dia melihat Kapokai Khan, kepala itu dikedikkan, lehernya agak tegak dan sepasang mata yang tajam mencorong memandang kepada kepala suku itu penuh keberanian.
Kepala suku Mongol Kapokai Khan adalah seorang panglima besar, seorang yang menjunjung tinggi kegagahan. Dia masih keturunan Kublai Khan dan ketika pemerintah kerajaan Mongol jatuh, dia masih seorang bayi yang dapat dilarik oleh seorang pengawal. Kini, melihat laki-laki yang usianya kurang lebih tiga puluh tahun itu duduk begitu tenangnya, dengan sikap agung seorang raja besar, dikelilingi pengawal yang berserakan tumpang tindih menjadi mayat bergelimang darah dalam suasana yang sunyi, Kapokai Khan menjadi terpesona.
Dia merasa seperti melihat seekor naga melingkar di situ, penuh ketabahan, sedikitpun tidak gentar walaupun sudah jelas bagaimana nasibnya, dikepung pasukan musuh yang masih memegang senjata yang berlepotan darah di tangan.
"Bunuh Kaisar Beng....!" Tiba-tiba seorang panglima melompat dan goloknya terayun ke arah leher orang muda yang duduk dengan tenang itu. Kepala itu sedikitpun tidak bergerak, seperti sebuah arca ketika golok menyambar ke arah lehernya.
"Tranggggg....!" Golok yang menyambar leher itu terpental oleh sebatang pedang yang berada di tangan Kapokai Khan.
Kepala suku ini dengan kecepatan luar biasa telah meloncat dan menangkis serangan itu.
Penyerangnya terbelalak, juga para panglima yang lain.
"Kapokai Khan! Dia adalah Kaisar Beng? Dia adalah musuh besar kita yang harus mati!" beberapa orang berseru dengan penasaran.
Kapokai Khan yang tinggi besar itu melintangkan pedangnya dan berdiri menghalang di depan Kaisar Cheng Tung, suaranya terdengar menggelegar dan penuh wibawa.
"Aku adalah Kapokai Khan yang besar, selalu menghargai kegagahan dan kejantanan. Aku melihat Kaisar ini seorang yang sama sekali tidak takut mati, dengan gagah berani dan mata terbuka menghadapi ancaman bahaya kematian.