Adit melewati pintu utama rumahnya dengan wajah masam. Tidak ada senyum sama sekali, setidaknya wajah datar lebih baik daripada saat ini. Baru saja akan mengucapkan salam, seseorang muncul dari balik bufet di ruang tamu.
"Lo ngapain di sini?"
Gessa memandang Adit sambil menggeleng pelan. "Nggak papa. Kok baru pulang?"
"Serah gue, dong," jawab Adit ketus
Gessa yang mendapat jawaban ketus tersebut hanya bisa menghela nafas. "Aku tanya baik-baik, kali."
Adit melengos begitu saja meninggalkan Gessa yang masih berdiri dengan menahan emosi. Wajahnya sudah merah padam.
'Tahan, tahan, tahan,' batin Gessa.
"Dit, sibuk nggak? Aku pengen ngomong."
Gessa mengekor di belakang punggung Adit . ia mengikuti langkah Adit yang menuju kamarnya. Beberapa kali ia menghela nafas beratnya lalu menghembuskannya dengan kasar.
'Kacang mahal-kacang mahal.' Gessa membatin.
"Lo mau masuk kamar gue juga?"
EH?
"Aku tunggu di luar aja deh, hehehe." Gessa terlihat kikuk sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Ck, merepotkan. Masuk aja. Gue bisa ganti baju di kamar mandi."
Setelah itu Adit segera meninggalkan Gessa yang masih mematung di ambang pintu kamar Adit. Akhirnya setelah berpikir selama dua menit, ia masuk kamar Adit. Aroma maskulin dari tubuh Adit tercium oleh indra Gessa begitu ia memasuki kamar Adit. Nuansa cowok pun menjadi pemandangan utama Gessa.
Tempat tidur Adit yang terbalut sprei bergambar Valentino Rossi menjadi objek penglihatan Gessa. Beberapa miniatur Rossi memenuhi meja belajar milik Adit. Dindingnya pun tidak luput dari poster bergambar pembalap 46 tersebut. Cat dinding biru-kuning itu juga menjadi bukti bahwa Adit benar-benar mengidolakan seorang Rossi.
"Yah, aku kalah jauh dari Adit soal Rossi," gumam Gessa sambil mendekati meja belajar Adit.
Bagi seorang cowok, kamar Adit tergrolong sangat rapi. Bahkan lebih rapi dari kamar Gessa yang merupakan cewek. Gessa meletakkan tas gendongnya di kursi belajat Adit. Ia tadi memang belum sempat pulang. Karena setelah di antar oleh Aura, Gessa segera menuju rumah Adit.
Saat memasuki gerbang rumah Adit tadi, Tante Hana keluar dengan terburu-buru lalu menitipkan kunci rumahnya pada Gessa,
"Ganti baju lama banget, sih?" tanya Gessa saat Adit sudah keluar dari kamar mandi.
"Sekalian mandi. Mau ngomong apa?" Adit sudah duduk di pinggir ranjang dan memandang Gessa datar.
Gessa berpikir sebentar. Ia bingung harus memulai pembicaran dari mana. "Dit, kamu pernah bilang tentang tiga rasa yang ada di hati yaitu suka, sayang sama cinta. Memang apa beda dari ketiganya?" taya Gessa akhirnya.
Adit mengangkat sebelah alisnya. Ia cukup geli dengan pertanyaan Gessa barusan. Melihat muka polos Gessa yang sedang menunggu jawabannya membuat Adit ingin tertawa.
'Dia pikir gue psikolog?' pikir Adit dengan senyuman geli. Ia saja belum pernah pacaran. Seharusnya Gessa bertanya pada Aura atau Gilang yang sering gonta-ganti cewek.
Bukan Adit yang dangkal tentang cewek.
"Lo jangan tanya ke gue. Tanya ke ahlinya aja," saran Adit sambil meraih handphone yang berada di meja nakas.
"Kalau tanya ke Gilang, dia bakal jawab yang aneh-aneh, Aura.. dia nanti jadi penasaran, kalau Redo .."
"Kenapa nggak tanya Kevin aja?" tanya Adit ketus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jones Has Taken || #wattys2018
Teen FictionHighest Rank #158 "Dasar Jones." "Kamu juga belum pacaran." "Kalau gue emang dasarnya pengen single. Single itu prinsip kalau jomblo itu nasib, sama kaya lo." Gessa Askara, siswi yang paling anti buku terpaksa masuk ekskul Perpuswork karena menghind...