Vino mendecak kesal. Lagi-lagi ia harus menuruti seniornya untuk bertukar ship. Sekarang disinilah dia berdiri di belakang pasiennya, ahh tepatnya pasien Danu.
Bukan hal mudah untuk beradaptasi dengan pasien terlebih pasien gangguan jiwa. Tapi dari awal Vino sudah bertekad ingin menyembuhkan pasien-pasiennya.
Vino merinding ketika pasien didepannya menggapaikan tangannya di udara, seperti ingin menangkap sesuatu. Pasien itu memang tidak berbicara, namun tetap saja Vino merasa serbasalah. 1 tahun 4 bulan Vino menjadi dokter spesialis gangguan jiwa, tapi dia masih belum terbiasa menghadapi tingkah aneh pasien-pasiennya.
Vino memegang pegangan kursi roda pasiennya, "Anda ingin keluar?"
Hanya suara nafas teratur pasien pria itu yang ia dengar."Cuaca di luar sangat indah, kita bisa berkeliling disekitar taman sebentar" Lagi. Tak ada jawaban.
Vino berjongkok, mensejajarkan tubuh dan wajahnya ke pria itu.
Mengamati wajahnya dengan takut-takut, Vino sedikit terperangah. Pria tampan ini masih sangat muda, sayang sekali jika hidupnya hanya dipenuhi dokter gangguan jiwa.
Kulit yang sedikit kuning langsat, rahang yang tegas, dan tatapan matanya kosong. Ekspresinya sangat datar.
Sedang asyik-asyiknya menilai wajah pria itu, Vino terkesiap saat pria itu menoleh padanya dan menatapnya tajam namun dengan wajah datar.
Vino tersenyum canggung,
"Di luar sangat sejuk, bagaimana kalau kita keluar sebentar, kau mau?"Pria itu memalingkan wajahnya. Aku anggap itu ia, pikir Vino.
Vino membawa pasiennya keluar, mendorong kursi rodanya perlahan, sesekali tersenyum pada pasien gangguan jiwa lainnya yang sedang menari aneh.
Bukan senyum bahagia, tapi prihatin. Vino ingin menyembuhkan mereka, membuat mereka sadar, agar mereka dapat menikmati hidup dengan baik. Vino sendiri sadar dia hampir seperti mereka, tidak kuat menanggung beban masalah, untungnya Tuhan masih memberinya kesempatan untuk menjadikan hidupnya lebih baik.
"Vinnn.." Teriak seseorang.
Vino menoleh, "Ada apa Wang"
"Danu mana, aku tidak melihatnya dari tadi" Awang terkesiap melihat pasien yang bersama Vino.
"Bukannya ini pasien Danu" Awang mengernyit.
Vino mencebik "Yaa, dia seenaknya saja menyuruhku bertukar ship, dia memang senior sialan"
Awang menatap tidak percaya, apa yang baru saja dikatakan Vino, bisa-bisanya Danu membiarkan pasien itu ditangani oleh Vino.
Bukan karena Vino yang terlihat lemah seperti wanita, tapi penyakit pria ini sungguh bahaya, apalagi hanya Vino yang menanganinya.
Awang berdecak, "Segera antar pasien itu ke kamarnya"
"Baru 5 menit kami berkeliling, ayolah pasien ini juga harus diberi kebebasan" Vino berargumen.
"Vin tolong dengar ak..."
"Awanggg... pasien kamar 201 mengamuk, cepattt" mendengar temannya memanggil membuat perkataan Awang terputus.
"Cepat lah pergi, pasien mu butuh pertolongan"
Awang sekali lagi berdecak, lari menuju kamar 201.
"Ada-ada saja" kekeh Vino.
Vino kembali mendorong kursi roda pasiennya. Menuju taman dan berhenti disekitar kolam ikan.
"Ikannya cantik, mau coba memberikan makan" ucap Vino antusias, tapi yang diajak bicara diam seribu bahasa.
Vino merengut, sepertinya ia harus melakukannya sendiri.
"Banyak yang mengatakan binatang membantu manusia melepas penat dan stres" Vino mulai bermonolog
"Aku punya kelinci...dulu, karena ia sering kutinggal, mungkin dia lelah ku abaikan dan dia pergi" sendu. Itulah yang pria itu tangkap dari wajah Vino.
"Jika aku membeli kelinci lagi, aku takut dia akan mati lagi" ucap Vino.
Vino berdiri disamping pasiennya.
"Kau punya peliharaan" tanya Vino.
Lagi. Pria itu diam. Vino mulai jengah, namun ia harus sabar.
Vino menunduk merasa pria itu menarik bajunya pelan, "yaa"
Pria itu menatap Vino sesaat, "Pulang"
Kosong. Itu yang Vino dapat dari tatapannya.
"Oke...Bima" Vino melirik berkas ditangannya.
Membawa Bima pulang ke kamarnya. Padahal baru 10 menit mereka berkeliling.
Vino membantu Bima berdiri dari kursi roda dan memapahnya menuju kasurnya.
Pria itu terus menatap Vino, membuat Vino sedikit risih.
"Mungkin anda bingung" ucap Vino
"Saya pengganti dr. Danu, dia sedang ada urusan jadi saya yang menggantikannya" Vino tersenyum.
Pria itu masih menatapnya datar.
"Nama saya Vino nathaniel" Sekali lagi. Vino tersenyum.
Berharap Bima memberikan respon bagus. Tapi pria itu terus diam. Melirik arlojinya Vino membereskan berkasnya di atas meja.
"Besok dr. Danu akan kembali bertugas" Vino mengelus bahu Bima.
"Perbanyak istirahat dan jangan terlalu memikirkan sesuatu sendiri, bercerita dengan seseorang akan membuat anda tenang" Pria itu menatap Vino intens.
"Saya harus pergi, minum obat teratur dan jangan lupa makan" Vino tersenyum, berbalik meninggalkan ruangan itu, menutup pintu dan hilang dari pandangan Bima.
"Vino Nathaniel" lirih Bima. Tersenyum. Menutup matanya. Mencoba menaruh nama itu dalam mimpinya.
⚠⚠⚠
Speechless guys .
Vote & Coment ya, semoga feel ny dapet hehee.
Sebenarnya bingung mau lanjut atau ngk nih cerita.
Tergantung para pembaca suka atau ngk.(Masih grogi nulis genre BL)
Mohon saran guys.
*typo kek ranjau bertebaran
KAMU SEDANG MEMBACA
Mysterious Psycho Guy (bxb)
Teen FictionMenjadi dokter berarti mencoba menjadi teman untuk pasien. Namun apa yang membuat Vino takut menghadapi pasiennya sendiri. Cinta. "Aku tidak butuh semua obat itu, aku hanya butuh kau" --- Pasien gila yang menyukai dokternya. Vino ingin kabur dibuat...