03. Orang Yang Sama

324 60 26
                                    

Terkadang seseorang masih tetap berharap, di saat dirinya sudah yakin bahwa orang yang dicintai tidak akan pernah memiliki perasaan yang sama. Sudah berusaha untuk mendapatkan, namun akhirnya tetap saja mengecewakan. Seperti halnya Olin, yang memilih untuk tetap bertahan dengan cinta sendirian meskipun telah terjatuh berkali-kali. Mengenal Dika sejak lama, diam-diam mengaguminya, dan rasa itu bertambah seiring waktu berjalan hingga membuatnya tenggelam lebih dalam. Rasa ingin berhenti tentu saja ada, tapi setiap kali Olin ingin berhenti, selalu saja ada hal yang membuatnya harus terus bertahan.
Berkali-kali dijatuhkan, tetapi selalu saja ada hal yang membawanya terbang kembali. Begitulah yang Olin rasakan selama ini, siklus pergolakan batin terus saja Olin rasakan berulang kali.

Gadis dua puluh tiga tahun itu menatap ponselnya sendu, wajah yang semula tersenyum senang kini berubah muram. Beberapa saat yang lalu dia membuka aplikasi Instagram dan melihat video yang berdurasi 1 menit 15 detik baru saja diunggah oleh Dika. Awalnya hati Dika terlihat berbunga-bunga, kembali membayangkan kejadian beberapa hari yang lalu saat dia dan Dika berlari tengah bersama. Dan kebahagiaan itu seolah sirna saat Olin melihat video itu, sebuah video yang menampilkan Dika sedang bernyanyi dan bermain gitar. Lagu yang dinyanyikan Dika adalah lagu Tercipta Untukku milik Band Ungu, membuat Olin tersenyum getir. Bukan karena lagunya, melainkan karena melihat Dika menyanyikan lagu itu bersama dengan seorang perempuan. Ya, perempuan yang sama seperti yang Olin lihat beberapa hari lalu di unggahan sosial media Dika. Walaupun sebenarnya Dika tidak bermaksud membuatnya seperti ini dan mungkin hanya sebuah kebetulan saja, tapi semua itu sudah cukup membuat Olin kembali tersadar dengan kenyataan yang ada.

Olin sedang bersama dengan Euis, mereka menghabiskan waktu istirahat di kantin utama yang terletak di belakang kantor mereka. Lima belas menit yang lalu Euis pamit untuk pergi ke toilet, dan kini dia telah kembali. Euis melihat mata Olin sembab dan merah, membuatnya kebingungan.

"Lin, are you okay?" tanyanya khawatir.

"Aku nggak apa-apa,Teh," jawabnya pelan.

"Nggak, Teteh tahu kamu pasti kenapa-kenapa. kamu habis nangis, kan?"

Olin menghela napas. "Nggak, aku cuma kelilipan."

"Emang aku anak kecil yang bisa kamu begoin? Teteh juga bisa bedain mana yang abis nangis dan yang kelilipan tuh seperti apa."

"Tadi ... aku abis nonton film Korea judulnya Hope. Filmnya tentang perjuangan seorang Ayah untuk bisa membuat anaknya yang menjadi korban pelecehan tersenyum lagi. Teteh tahu, kan, kalau aku paling nggak bisa tahan kalau itu menyangkut hal-hal yang berbau orang tua?"

Euis terdiam, yang dikatakan Olin ada benarnya juga, Olin itu sangat lemah jika menyangkut orang tua. Dia paling tidak tahan jika menonton film ataupun membaca kisah yang berbau orang tua, pasti belum apa-apa dia sudah menangis. Tapi yang menjadi pertanyaan Euis sekarang, film Korea biasanya berdurasi paling singkat itu satu jam, dan dia meninggalkan Olin selama lima belas menit. Bagaimana bisa Olin tahu akhir kisah dari film tersebut, padahal baru lima belas menit?

"Kamu kalau nggak kuat nggak usah nonton, malu sama teman-teman yang lain. Mereka lihatin kamu, mata kamu tuh udah kayak ditonjok apaan. Teteh takutnya mereka ngira kalau Teteh yang bikin kamu nangis."

"Udahlah, Teh. Jangan bahas itu melulu, bahas yang lain aja," sahut Olin berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Oke, deh. Teteh mau tanya ini aja, deh."

Euis membenarkan posisi duduknya menjadi berhadapan dengan Olin. "Teman kamu yang di Polres itu namanya Dika, ya?"

Olin kaget, "Kok Teteh tahu?"

"Iya, suami Teteh yang kasih tahu. Katanya, suami Teteh pernah ngeliat Dika menyimpan sebuah foto di dompetnya, dan itu foto perempuan."

Apa pun topik pembicaraan yang sedang Olin dengarkan, jika itu menyangkut Dika akan selalu membuat Olin penasaran. "Foto perempuan?"

Euis mengangguk. "Iya, terus Teteh tanya ciri-cirinya apa aja."

"Terus suami Teteh bilang apa?" tanya Olin tak sabar.

"Kamu ini nanyanya kayak orang lagi cemburu, ngegas banget!"

"Iya udah, sih, Teh. Sebagai temannya Dika, aku pengin tahu," elaknya santai.

"Kata suami Teteh, di fotonya itu ada tulisan 'By' sambil ada tanda love gitu."
Gadis pemilik lesung pipit itu hanya bisa menghela napas panjang. Begitu leganya mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Euis, sampai-sampai membuat udara di sekitarnya menjadi sangat segar.

"Tadi ngegasnya minta ampun, sekarang senyum-senyum. Kamu jangan solimih, ya, Dek. Jangan-jangan kamu ada apa-apa, ya, sama Dika?"

"Dih, kok Teteh kepo?"

Olin ingin sekali bisa bersikap biasa saja ketika Dika melakukan hal-hal sederhana yang efeknya tidak sesederhana yang dirasakan jantungnya. Tapi, mau bagaimana lagi, dia akan selalu mudah mengekspresikan raut bahagianya kepada orang lain. Sebaper itu memang Olin kepada Dika.

"Udahlah, Teh. Nggak usah ngomongin Dika, kasihan dia nanti kupingnya panas," ucapnya menutup pembicaraan mereka.

Bersambung .....

--
A/N:

1. Mohon maaf untuk bagian ini sepertinya terlalu pendek, ya?
Aku sempat stuck, nggak tahu mau nulis apa. Tapi tenang aja, akan kuusahakan cerita ini selesai.

2. Jadi, bagaimana perasaan kalian setelah membaca cerita ini? Kasih tahu aku di kolom komentar, ya.

.

Sekala Dalam Cerita | Kim Mingyu√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang