Waiting

400 39 5
                                    

   Suami ku berangkat. Keadaan yang sebenarnya disana aku tidak pernah tahu. Aku hanya membaca berita yang juga dibaca orang-orang lain disurat kabar. Aku hanya bisa membayangkan betapa keadaan yang kulihat sendiri di zaman revolusi, di tengah api mesiu dan hutan belukar yang lembab, panas atau pegunungan membekukan, sedangkan yang berkecampuh dan berperang sekarang tidak akan bisa memilih musuh.

   Aku tidak bisa mengerti. Aku hanya bisa mengerti pikiran orang yang menghendaki ketenangan, pikiran pihak yang mengerti bahwa kedamaian adalah bekal diri dari kehidupan yang menyenangkan. Pemberontakan diperbatasan selatan dan utara menghendaki pemisahan tanpa memikirkan korban. Apakah yang tenang bagiku sekarang? Pagi, siang, dan sore aku disibuki jahitan dan mengurus anakku. Suamiku , Wonho adalah seorang tentara. Aku tahu. Dia disiplin dan menutur perintah. Tapi aku tahu juga dia manusia berhati lembut. Aku tak peduli lagi hal lain nya. Aku ingi dia kembali kepadaku dengan keadaan yang sebenarnya; utuh dan hidup.

   Aku sedang memandikan Changkyun ketika telepon ku berdering. Sebuah panggilan. Aku tergesa keluar. Dengan gugup aku menjawab panggilan tersebut.

"Hyungwon?"
"Ya."
Bukan suara Wonho! Hatiku semakin bergetar kecemasan.
"Siapa disitu?"
"Shownu Hyung"
Ah. Aku menarik nafas.
"Ada apa Shownu Hyung?"
"Kihyun ada?"
"Tidak ada."
"Dia tidur ditempat mu, bukan?"
"Ya." Sebentar aku tertegun. Lalu kuteruskan, "Dua hari yang lalu Kihyun Hyung memang tidur disini. Kemudian, temannya mengundangnya. Jadi dia dirumah temannya sekarang. Mungkin dia akan kembali sebab barang-barangnya masih disini."
Aku dengar Shownu Hyung mengeluh perlahan.

"Ada perlu, Shownu Hyung?"
"Tidak. Aku hanya ingin bicara."
"Rindu, ya?"
Aku dengar dia mengeluh lagi.
"Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan dengan dia."
"Hyung mau supaya dia menelpon mu? Hyung dimana?"
"Aku di Busan."
Dia diam.
"Nomor berapa?"
"Ah, tidak usah."

Shownu Hyung diam saja kemudian bertanya tentang aku.
"Bagaimana dengan mu? Anak-anak? Wonho baik-baik?"
"Baik semua. Wonho tugas"
"Di mana?
"Di utara"
"Di utara? Di perbatasan?"
"Tidak. Keliling katanya." Aku tiba-tiba takut menyebutkan perbatasan utara, tempat sebenarnya Wonho bertugas. Aku seperti dikekang oleh perasaan yang aneh.

"Sudah lama?"
"Sudah kira-kira satu bulan. Mungkin lama lagi."
Kami diam. Aku menunggu suaranya. Tapi, Shownu Hyung tidak berkata apa-apa.

"Hyung kapan akan kemari?" Tanyaku akhirnya.
"Belum tahu."
"Kalau kemari tidur disini saja. Aku sendirian."
"Kau kesepian?"
Aku tidak menjawab. Aku tidak kesepian karena aku mempunyai Changkyun. Tetapi, berbagai ragam rasa takut dan cemas yang sering membangunkan ku dimalam senyap. Lalu aku terbaring menatap langit-langit rumah dengan pikiran kosong.

Aku kembali ke ruang keluarga. Kudapati Minhyuk, teman Wonho ditempat nya bertugas. Bedanya, Minhyuk bagian dari tim medis. Sudah ada disana ditemani Changkyun.
"Ada apa Hyungwon ah? Penting?
"Tidak. Shownu Hyung menelpon ku, mencari istrinya." Lalu aku berpaling pada anakku.

"Changkyunie sudah mandi hm?"
Anakku mengangguk pelan. Dan memandangku.
"Aku ingin bermain bersama Minhyuk Hyung." Lalu Changkyun duduk didekat Minhyuk.
Aku diam. Kulihat Changkyun amat rindu padanya. Minhyuk memang sudah lama tidak berkunjung kerumah kami.

"Minhyuk Hyung tadi cerita banyak tentang ayah." Kemudian Changkyun berkata kepadaku.

Aku melihat kepada Minhyuk dengan pandangan bertanya, aku baru melihat bahwa dia datang masih dengan pakaian tim medisnya.
"Kau dari sana?"
"Aku seminggu disana. Sebentar mampir akan terus ke Gwangju."
Dia memberikan surat kepadaku.
"Dari Wonho?"
"Baca saja suratnya. Dia Crash, tetapi tidak apa-apa."

Aku menatap nya curiga. Tapi dia sudah kembali asyik berbicara dengan anakku. Ketika aku mengantarnya sampai pagar aku bertanya lagi.
"Kamu yakin Wonho tidak apa-apa?"
Minhyuk merangkulku. Tubuh nya tidak lebih tinggi dariku tetapi dia lebih kuat.

Waiting [HyungWonho]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang