Bab. 12

39 3 0
                                    

Maaf ya kalo ceritanya gaje, buat yang belom paham sama ceritanya, bisa lo request:)))
******************************

Sejak pulang sekolah hari itu, Senja semakin menggila. Setiap waktu yang ia lakukan adalah mencari linimasa akun Twitter anak laki-laki yang selalu membayanginya dan seseorang lain yang daritadi membuatnya penasaran.
Ah, ketemu.
Jangan tanya dari mana dia bisa menemukan username Twitter anak itu. Sedari tadi, ia rela mengotak-atik satu-satu akun orang lalu memerhatikan username nya satu-satu untuk mencari seseorang yang dicarinya itu.
"YES!! Gue tahu Twitternya." teriak Senja di kamar tidurnya setelah Niko masuk untuk mengantarkan sepiring macaroni pasta.
"Siapa?"
"Idih, kepo."
Dia menatap layar laptopnya lama, berpikir sejenak untuk menekan kata follow atau tidak.
Kalo gue nge-follow, ntar dia ngira gue mikirin dia lagi. Entar kepedean tuh bocah. Tapi, kalau gue nggak follow? Ah, gue bingung. Tapi gue pengen nge-stalk dia. Gimana dong?
"Sumpah lo ngapain sih?" Niko berjalan ke arah Senja yang tengah berbaring di kasur dan menengok ke arah layar handphonenya.
"LAH! Siapa tuh? Gebetan baru? Terus si Angga lo kemanain?"
"Ya, kali dah. Gue masih waras," Senja memutar bola matanya. Entah mengapa setiap orang mengira kalau Senja mulai menaruh hati pada Hujan? Padahal dirinya hanya sekadar penasaran!
"Kok namanya Rainy gitu sih?"
"Hujan, woy! Sok nginggris lo," kata Senja sewot sambil melihat bio Twitter Hujan.
Sepersekian detik kemudian, sebuah senyuman tersungging di sudut bibirnya. Ia seketika merasa agak senang meski tidak sepenuhnya ia senang dengan informasi itu. Ia juga ingin menertawakan dirinya sendiri.
     Yah, hahaha. Kok gue jadi ngarep sih?!
                     *******
Di luar sudah mau malam, langit sudah berubah menjadi gelap dan Senja masih berdiri di depan halte bus. Setiap selang beberapa menit, ia melihat ke arah jam ditangannya sambil berdecak.
"Pukul tujuh, fixed gue naik taksi. Merinding gue," dumel Senja.
Lima menit berlalu, bus tujuannya belum tiba juga, padahal jamnya sudah menunjukkan pukul 7 malam.
"Oke, fixed. Gue cari taksi!"
Setelah berjalan cukup jauh, sampailah Senja di depan jalan raya dekat sekolahnya. Pandangannya ke kanan dan ke kiri untuk mencegat sebuah taksi yang kosong. Ia celingak-celinguk sambil melambaikan tangannya mencari taksi kosong dan secepatnya ia harus sampai di rumah. Seandainya, ia meninggalkan Leoni yang menunggu Leon menjemputnya, ia tidak akan ketinggalan bus yang biasa ia tumpangi dan harus mencari taksi seperti sekarang ini.
Oh, ya, jangan tanya kenapa ia tidak meminta tebengan salah seorang murid sekolah yang sama dengannya. Sebab, ia tahu bahwa malam-malam seperti ini yang ada disekolahnya hanya ada anak ekskul Tae Kwon Do dan satpam sekolah.
"Lo ngapain malam-malam nggak pulang? Gue anter yuk!"
Tiba-tiba suara motor berhenti tepat di sebelah Senja. Dari sudut matanya, ia melihat sesosok pria berjaket hitam dan berbadan tegap yang seakan-akan berbicara padanya. Namun, bukannya menoleh, Senja malah berjalan cepat dan memperbesar langkahnya.
"Dih, jadi cewe kok jual mahal. Gaya lo!"
Senja terus berjalan, jantungnya berdegup lebih kencang dari normalnya. Laki-laki itu mulai mengikutinya, ia mengendarai motornya tepat di belakang Senja. Ya Allah, tolong Senja, ya Allah. Senja masih mau hidup.
Mampus deh, gue.
"Woy! Lo nggak mau pulang?"
Senja terlonjak. Tubuhnya gemetaran bukan main saat ada tangan hinggap di bahu kanannya, menahan agar ia berhenti dan menoleh padanya. Refleks, ia memejamkan matanya dan mulutnya komat-kamit mengucapkan berbagai macam doa yang ia tahu.
"Senja, kan? Yang waktu itu pingsan dan numpahin es teh di kantin?" ulang lelaki itu.
Hah? Maksudnya?
"Please, gue masih mau hidup. Gue sayang emak dan kakak gue!!"
"Udah, buruan deh. Gausah banyak drama!"
Senja langsung membuka matanya dan membalik tubuhnya. Lalu dihadapannya, hadirlah anak laki-laki dengan sorot wajah dan tatapan mata yang ia kenal.
Ya, Allah. Malaikat tanpa sayap.
******
"GAK USAH BIKIN TAKUT ORANG BISA GAK??!!"
"GUE KIRA LO PREMAN YANG MAU MACEM-MACEM SAMA GUE." lanjut Senja.
"Preman pala lo peyang! Kebanyakan nonton drama sih lo," Hujan masih kesal. "Udah, ayo bailik! Rumah lo dimana?" Ia menutup kaca helmnya lalu menyalakan motornya. Tiba-tiba hujan turun deras dan mengguyur mereka berdua. Mereka berteduh di salah satu emperan toko yang tutup dan Hujan pun mengeluarkan mantel di jok motornya.
"Lah, itu kan mantel buat satu orang? Lah, gue gimana?"
"Siapa juga yang ngira mantel ini buat lo?" dumel Hujan sambil memakai jas hujannya yang berwarna hijau terang.
"Serah deh serah!"
Tiba-tiba Hujan melepaskan jaketnya dan mengenakannya di bahu Senja. Senja terlonjak kaget dan menatap ke arah mata yang teduh dan wajahnya yang terkena cipratan air hujan.
"Gausah, gaperlu."
"Elah, jaim amat jadi orang!"
"Sumpah, gue nggak perlu pake ini. Lo aja yang pake, lo kan nyetir." Senja melepaskan jaketnya dan menyodorkan pada Hujan
"Gue pake mantel, lo liat kan? Pake aja,"
"Ishh, maksa ya elo. Bete gue, nyolot lagi."
"Siapa yang maksa?"
"Fixed. Terserah lo. Gue emang cewe yang selalu salah dan gue itu jaim Berasa lebih  baik jadi cowo aja dan----"
"Berisik lo jadi cewe! Mending lo diem dan ngasih arah jalan rumah lo ke gue."
"Iya, iya. Gue mau nunjukkin, tapi---"
"Nggak usah berisik! Naik trus tunjukkin."
"Hmm."
Senja naik ke atas motor Hujan lalu Hujan pun mengendarai motornya dengan kecepatan pelan sambil menerobos hujan. Setelah sampai di pertengahan jalan, Hujan melajukan motornya dengan kesetanan dan Senja berteriak histeris.
"GILA LO YA?! LO PIKIR INI JALAN PUNYA NENEK BUYUT LO?!!"
Senja mengeratkan pegangannya pada jaket Hujan yang terselampir di bahunya, memejamkan matanya dan merasakan bahwa tubuhnya sudah basah kuyup karena ia tidak memakai mantel
Tiba-tiba, lampu merah terpampang di perempatan jalan dan Hujan mengerem kendaraannya secara mendadak. Senja terlonjak dan seketika melingkarkan tangannya di pinggang Hujan. Hujan menoleh ke belakang dan melihat Senja memeluk pinggangnya sambil memejamkan matanya. Senja mengerjap lalu melepas pelukannya pada pinggang Hujan.
Oh my God. Gue kelepasan.

HUJAN DAN SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang