Tiga Puluh Satu : Maaf

2.8K 90 4
                                    

Air mata tidak pernah benci dengan sakit hati,
Teman setia yang mengalir memberikan ketenangan
Sesakit apapun hanya Air mata yang menemani.
Rasa sakit itu terlanjur menjadi kebencian dan kekecewaan.
Pagi itu aku mataku seperti tidak bisa kubuka karena semalaman menangis, aku tidak menyangka sesalah itu kah aku. aku hanya bisa menyalahkan diriku yang penuh salah ini.
Ku lihat ponsel yang ada di dekat tempat tidurku, panggilan tak terjawab dan beberapa pesan kulihat dari layar ponselku, semua berisikan rendi. Aku bertanya-tanya dalam hati, “Mungkin memang benar, aku cewek gila yang mencelakakan orang lain”. tak terasa air mata ku pun jatuh di ponsel yang ku genggam. Mungkin beberapa hari ini akan menjadi hari yang panjang.
Aku tidak bisa memendam peristiwa ini hanya sahabat lah yang bisa mengurangi bebanku saat ini. ku ketik nomor riri dan ku telfon.
”Assalamualaikum, ri. Kita bisa ketemuan di taman ?”
“Waalaikumsalam, bisa kok nda, pasti kamu banyak masalah lagi ya, aku merasakan kok nda”.
“Ya udah ri, abis ini langsung ke taman ya, aku bersih diri dulu”.
“Iya Nda”. Tut*tut*tut
***
Tak lama aku menunggu riri ke taman akhirnya riri datang dengan membawakan coklat dingin ke sukaan ku.
“Nda, nih buat kamu”. Sambil menyodorkan coklat dingin.
“Makasih ri, tapi aku lagi ga nafsu”. Wajah kusut dengan mata bengkak karena kebanyakan nangis.
“Nda kamu kenapa, cerita aja”
“Ri, kemarin aku di rumahnya rendi buat ngerawat rendi sepulang dari rumah sakit, terus ada cewek sepertinya dia begitu dekat, dia bilang, bla...bla...bla...(copas kata-kata yg di atas)
Air mata pun tidak terbendung lagi, walaupun mata sudah bengkak.
“Udah nda, jangan nangis lagi, itu semua bukan salah kamu semua kok, kamu kan udah berusaha tanggung jawab”.
“cewek itu apa mungkin pacarnya rendi ya ri”.
“belum tentu juga sih nda, kamu sabar aja, yang salah itu dia bukan kamu”.
“Tapi kan ri, rendi seperti itu gara-gara aku, bener juga kata cewek itu ri. Hiks...hiks”.
“oh iya, kak rendi sejak kejadian kemarin ada kabar apa enggak, dia minta maaf atau apa gitu?”.
“Kalo rendi sejak kemarin telfon tapi tidak aku angkat sama sekali, aku takut ri”.
“Kenapa harus takut nda, mungkin saja kak rendi ingin minta maaf”.
“Ya kali ri, rendi minta maaf, mungkin juga mau ikut nyalahin ato marahin aku, pastinya dia membela pacarnya lah”.
“Belum tentu juga nda kalo itu pacarnya, positif thinking aja”.
“Gimana mau berfikiran positif, kata-katanya cewek itu masih terngiang-ngiang di keplaku ri”. Riri mengelus bahuku dan berkata, “Hati orang tidak ada yang tahu nda, aku yakin kak rendi itu orang nya baik, ga mungkin dia ikut nyalahin kamu”.
Aku hanya diam di pundaknya riri.
***
Ke esokan harinya, aku menyendiri dulu di taman dan menikmati alunan musik.
Angin dan birunya langit menemaniku.
Dari belakang ada yang memegang pundakkku dan berkata “Nda”. Suara itu tidak asing bagi ku, aku langsung berbalik dan melihat dengan tatapan terkejut dan aku berkata “Ngapain kamu kesini”.
“Nda aku mau minta maaf atas kejadian kemarin”. Rendi memegang tanganku, aku langsung memisahkan tangan ku.
“Buat apa kamu minta maaf, aku yang salah, sudah menyelakai kamu, hiks...hiks..” sambil mengusap air mata.
“Udah lah nda, kamu ga salah kok, tolong maafin perkataan teman ku kemarin yang membuat mu sakit hati”.
“perkataan Pacar mu itu benar kok, buat apa minta maaf, mendingan kamu pergi dan anggap aja kita tidak saling kenal”.
“Nda dia itu bukan pacar ku, aku akan tetap menganggapmu”. Dengan kuat aku mendorong rendi tapi tidak berhasil.
“Kamu pergi, pergi sana, pergi. Aku ini hanya bisa nyelakain orang... hiks...hiks”. air mata kupun meluap dan dengan sekuat tenaga aku mendorong rendi untuk pergi dari hadapanku, tapi tidak ada hasil, rendi menenangkanku dan memelukku dengan erat. Dan membisikan kalimat “Nda orang yang tanggung jawab dan orang yang menilai dirinya adalah orang yang lebih baik dari pada orang yang hanya menyalahkan orang lain”.
Dia masih belum melepaskan pelukan hangatnya dan dia berkata lagi “Nda orang yang ku maksud adalah dirimu, makasih udah tanggung jawab merawatku, jadi aku mohon kamu jangan bilang seperti itu lagi”. Perlahan dia melepaskan pelukan itu, aku menatap wajahnya, dia langsung menghapus air mataku yang terurai di pipiku.
“Ren aku minta maaf”. Aku duduk berdampingan dengan rendi.
“Buat apa kamu minta maaf, udah aku maafin sejak dulu, kata-kata elsa yang kemarin jangan di masukkan hati, dia memang gitu orangnya kalo ngomong asal ceplos”.
“Dia benar bukan pacar kamu ya ren, la dulu katanya kamu lagi deketin cewek”.
“Bukan, dia teman ku sejak SMA, cewek yang aku deketin itu masih belum peka, mangkanya aku ga mau jauh dari dia”. Dia meliht mataku
“Emanya siapa sih ren, kamu gitu aja main rahaisa-rahasiaan, sapa tau aku bisa bantu biar dia peka sama kamu, itung-itung balas budi gitu”.
“Ga perlu nda, aku ingin dia peka sendiri”. Dia menatapku lagi,
“Ren gitu amat lihat mataku, bengkak banget ya mataku”. Aku langsung melihat di layar ponselku.
Rendi tertawa melihatku, dan dia berkata “Kamu lucu deh kalo gitu dari pada diem sama nangis terus”.
“Lucu apanya, emang aku badut apa”.
“Iya emang kamu badut kekinian, kalo badut biasa yang bengkak hidungnya kalo kamu yang bengkak matanya”. Rendi tertawa girang melihat ku.
“Yang penting aku imut-imut weekkk”. (Mulai lagi deh kayak kucing dan anjing, berantem lagi)
“Imut-imut apa amit-amit, hahaha”.
Kamu gitu sih ren, aku marah pokoknya”. Aku berbalik arah tempat duduk.
“Jangan marah gitu dong, yuk kita beli ice cream, aku teraktir deh”. Aku langsung berbalik arah di hadapanya rendi, setelah mendengar kata ice cream.
“Beneran yuk berangkat”.
“Kalo denger ice cream aja, marah nya hilang”.
Akhirnya aku dan rendi pergi membeli ice cream di cafe biasa dan mengingatkan ku tentang hal kemarin, aku mengingat hal itu dan ......

&&&&
Selamat membaca😊😊😊

Me Vs DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang