Hari berikutnya, Senja mulai berani untuk sekadar mencuri pandang ke arah cowok yang waktu itu mengantarkannya pulang saat hujan dan berakhir dengan dirinya yang terserang demam di malam harinya. Sesekali saat ia melewat lorong kelas XII, ia melirik ke dalam kelas XII IPA 1 dan mencari sosok Hujan yang tengah membaca buku, atau melewati lapangan basket untuk sekadar melihat lelaki itu bermain basket.
Semakin lama, Leoni semakin menyadari tingkah laku Senja yang mulai berubah.
"Nja, lo suka sama kak Hujan, ya?" Leoni berbisik pada Senja. Pertanyaan itu terasa begitu menohok bagi Senja hingga ia merasa terkejut dan heran bukan main.
"Enggak."
"Bohong lo!" Leoni melirik sekitar dan memastikan bahwa tidak ada yang memerhatikan mereka berdua.
"Apaan sih lo."
"Ya, udah sih ya. Woles aja jawabnya."
"Well, kan gue bilangnya enggak."
"Ah, lo mulai bohong lagi!"
"Lo maunya apa sih? Bingung gue."
"Yang sejujur-jujurnya. Yang nggak ngibul."
"Astaghfirullah. Gue jujur sejak orok."
"Demi apa?" Leoni mengguncangkan tubuh Senja dan mencondongkan wajahnya dengan mata yang membelalak dan senyum lebar. "Demi apa lo nggak mulai suka sama kak Hujan?"
"GUE NGGAK SUKA HUJAN! SAMPAI KAPAN PUN!" Senja berteriak sembari mengangkat tangan kanannya.
"Demi apa, Nja?"
"Seriusan gue."
"Ah masa? Demi apa?"
"God, damn it! Anjir lo ya!"
"YES! 1 point!"
******
Setelah bel istirahat kedua berbunyi, Hujan melangkahkan kakinya menuju ruang seni rupa untuk mencari sohibnya, Arga. Ia yang lebih memilih seni musik membuatnya harus berpisah ruang dengan Arga, padahal ia tahu sebenarnya Arga juga berbakat dalam bidang musik. Namun karena kekasihnya memilih seni rupa, maka rela tak rela ia harus memilih seni rupa juga.
Dari awal ia menginjakkan kaki di ruang seni rupa, dia sudah melihat sahabatnya itu tengah bersendau gurau dengan kekasihnya.
"Subhanallah, masih istirahat aja udah pada maen berduaan aja. Ntar ketiganya setan, lho!" goda Hujan sambil menyenggol bahu Arga.
"Setannya lo, gundul!"
"Gue nggak gundul," jawab Hujan kesal dibuat-buat. Masalahnya ia selalu merasa sendirian apabila sahabatnya itu sedang asyik dengan kekasihnya dan melupakan kekasih lamanya, Hujan.
"Gue mau ngomong bentaran sama lo," ujar Hujan tiba-tiba menarik lengan Arga dan membawanya keluar.
"Ngomong apa? Dimana? Main narik aja lo!"
"Kita ngomongnya di lapangan basket aja, sekalian maen 2 ring."
"Bah, ngomong kok sambil basketan."
Sesampainya di sana, mereka bermain basket dan memasukkan bola ke ring berkali-kali lalu begitu seterusnya hingga salah satu diantara mereka membuka pembicaraan.
"Lo mau ngomongin tentang Kayla?" tanya Arga yang berhenti dari kegiatannya.
"Hmm?"
"Lo mau ngomongin Kayla, kan?"
"Seperti biasa, Kayla tiap harinya nelpon gue dan cerita segala hal ke gue."
"Terus?"
"Ya, gue agak ngerasa gimana gitu."
"Terus?"
"Ya enggak terus. Gue cuma bilang kalo dia nggak niat buat balikan ke mantannya itu."
"Ya, maklumlah. Namanya juga cewe, sering labil dan baper. Mereka juga baru putus belum ada dua bulan, kan?"
"Iya, sih. Tapi gue ngerasa----"
"Apa? Dia ngedeketin lo lagi? Mencoba flashback masa lalunya sama lo?"
" Ya, intinya gitu." Hujan duduk di salah satu bangku dan menyandarkan punggungnya. Ia kembali mengingat-ingat apa yang dibicarakan terakhir kalinya saat ia bertemu dengan Kayla dua hari yang lalu. "Gue pikir, dia berusaha balikan sama gue."
Arga diam, memerhatikan mimik wajah yang ditampilkan Hujan saat berbicara dan menangkap aura bahwa sahabatnya itu dilanda keresahan. Arga tahu bahwa Hujan sebenarnya tak pernah sekalipun berniat untuk mendekatkan dirinya lagi dengan Kayla, namun ia tak bisa menolak saat Kayla membutuhkan dirinya sebagai teman bicara begitupun sebaliknya.
"Ga, siapa tahu dia putus asa buat balikan sama mantannya terus berniat balikan ke gue?" lanjut Hujan.
Nah, gue jadi galau, kan? Lah, abisnya gue bingung gimana cara ngehadapin Kayla yang ujung-ujungnya suka ngulang masa lalu gue sama dia. Guenya kan jadi ikutan flashback, bah sial!
"Gue nggak suka kalo gue harus ngulang masa lalu lagi "
"Ih," Arga memukul bahu Hujan, "Bilang aja kalo lo takut suka lagi sama Kayla!"
"Serius, gue nggak suka dia lagi."
"Ah masa?" Arga memiringkan tubuhnya, menghadap ke arah Hujan. "Jangan bilang kalo lo lagi suka sama seseorang."
Hujan tidak menjawab, ia hanya menghela napas sambil berusaha mengalihkan pandangannya dari Arga. Kemudian ia berdiri dan memantul-mantulkan bola oranye itu. Ia menggiringnya dan memasukkannya ke dalam ring lalu melakukan berbagai macam gerakan dengan bola itu untuk menyegarkan pikirannya tentang segala hal yang berbau percintaan atau apalah itu.
"Ya udah sih, Jan. Lebih baik lo pikirin ini lebih lanjut." Arga berjalan meninggalkan Hujan yang masih bermain basket, "Gue tahu, lo bisa ambil keputusan dengan benar."
******
Sepulang sekolah, Senja merebahkan dirinya di atas kasur, melepas tas dan seragamnya, lalu ia duduk dan berganti baju. Selepas itu, ia mengutak-atik ponselnya dan membuka aplikasi Line.
Cari id: @hujansatriad
Ia membuka profil picture milik Hujan dan melihat beranda yang masih kosong karena ia belum menambahkan kontak Hujan menjadi temannya. Ia memerhatikan pesan status milik Hujan yang bertuliskan, "Find you, and never lost!"
Senja menghela napas, men-scroll lalu mengembalikan tampilan layar ponselnya menjadi akun miliknya. Sesekali membaca pesan di ruang obrolan antara dirinya dengan teman-temannya dan grup obrolan kelas yang masuk beberapa menit yang lalu.
Senja Alkhaira: Guys, weekend gowes yuk?
Aresta: Mager tingkat dewi
Ara Dhiandra: Bah, dewa dewi
Aresta: Gue mau piko-piko (baca: kopi-kopi) di Grandmall :)
Leoni Satyavani: Wah, leh uga:)
Senja Alkhaira: Gengs, gowes ke tepi danau biasa yuk?
Senja Alkhaira: Atau kemana kek
Senja Alkhaira: Yang pasti jalan-jalan
Ara Dhiandra: Jomblo kesepian amat sih, Njul.
Aresta: Ikut gw aja, Njul.
Leoni Satyavani: Ikut gw aja, Njul. 2
Ara Dhiandra: Ikut gw aja, Njul. 3
Senja Alkhaira: Elah, manusia copas-_-
Senja Alkhaira: Gue mau jalan sendiri aja:(
Leoni Satyavani: Ajak kak Angga sana! Kalo nggak ya, kak Hujan aja, hehe
Senja bergeming. Kalimat yang barusan muncul itu memberikan efek dramatis pada hatinya. Ia kembali menelaah pada kejadian awal bermulanya ia membenci Angga dan bertemu dengan Hujan. Apakah mereka ada hubungannya dengan semua ini? Ah, gue meracau.
"Nja," tiba-tiba Niko membuka pintu kamar Senja, sambil melongok ke dalam. "Gue mau kuliah malam. Bunda baru pulang jam 8, katanya. Kalo bunda tanya, bilang kalo gue kuliah tambahan."
"Iya, pergi sono! Nggak ada yang bakal nyari lo kok, kak."
"Songong amat jadi bocah. Ada apa-apa, nggak usah minta tolong gue. Titik!"
"Ya udah."
"Ya udah, jangan lupa makan, terus belajar!" Lalu Niko keluar dari balik pintu tanpa menutupnya lagi.
Setelah Senja mendengar pintu depan tertutup, Senja beranjak dari kasurnya, turun ke bawah menghidupkan televisi, mencari camilan di kulkas, dan menikmatinya sambil menonton film drama favoritnya.
Lalu, setelah siaran drama televisi itu berakhir, ia kembali ke kamar lalu menyiapkan pelajaran untuk esok hari dan membuka ponselnya sebentar, melihat notifikasi yang tertera pada layar ponselnya
Hujan Satria added you as friend.
KAMU SEDANG MEMBACA
HUJAN DAN SENJA
Fiksi RemajaLangit sudah menghitam. Matahari sudah tertutup awan kelabu. Hawa dingin menyergap. Orang-orang berkata, "Wah, hujan akan turun!" Hujan. Nama itu. Namamu. Indah dihiasi rintik air yang statis membasahi tanah. Hujan. Senja Senja. Hujan. Hujan dilang...