Aku pernah mencintai seseorang dalam diam. Mencintainya dengan mata yang tertutup, dengan telinga yang tiba-tiba tuli, dengan mulut yang kian kelu. Serta dengan tangan dan kaki yang gemetar.
Takut sekali aku menatap matanya, takut hatiku jatuh terlalu dalam. Kalau sudah begitu, kemana lagi aku akan mencari hati. Lebih baik menutup mata saja, lebih aman menjaga perasaan. Bukankah begitu lebih baik.
Sebelumnya, aku tidak pernah mencintai sehebat ini, sekuat ini, bahkan sesempurna ini. Tidak sebelum mengenalnya. Sebelum hafal namanya, sebelum sanggup menjatuhkan hati dan membiarkannya tersakiti.
Berat memang mencintai seseorang yang tidak sedikit pun mengetahui bahwa kita mencintainya. Sulit memang menyayangi seseorang yang tidak sedikit pun mengerti bahwa kita menyayanginya.
Begitulah aku, menari dengan cinta dalam diam. Menyembunyikan cemburu, dan membuang risau akan dirinya. Bukankah itu lebih mulia?
Kadang jika aku rindu padanya, aku lebih suka memejamkan mata seraya memegang dada. Memanggil sang pencipta cinta. Dan memanggil namanya dalam rindu itu. Berharap agar angin kan mengabarkan rasa rindu itu. Tapi bila rindu sudah menggebu, aku akan menyerah dan bersimpuh pada sang pencipta cinta agar hilangkan saja rindu ini. Atau biarkan dirinya merasakan hal yang sama dengan yang kurasakan.
Kadang, jika hatiku tak kuat memendamnya. Aku akan pergi ke hutan, ke bukit-bukit yang sepi dan meneriakkan namanya. Memukul-mukul dada seperti orang kehilangan harapan. Tapi harapanku masih ada, yaitu dirinya.
" Rieda.... Aku mencintaimu, apakah kau merasakan hal yang sama. Atau aku yang terlalu bodoh menambatkan cinta kepada seseorang yang tidak pernah menganggap kita ada. Atau aku yang terlalu bebal memperjuangkan cinta seseorang yang tidak sedikit pun memperjuangkan kita.
Rieda.... Aku mencinta di setiap hela nafasku. Engkaulah jantungku, dan aku sudah menjatuhkan hatiku terlalu dalam padamu. Tolong jangan putuskan harapan seseorang yang bergantung padamu"Aku berteriak pada angin, pada pepohonan, dan pada hatiku sendiri. Benarkah aku mencintainya dengan terlalu hebatnya.
Tuhan, bunuh hatiku jika kau tak sudi aku mencintainya.
*Demi Kamu
KAMU SEDANG MEMBACA
Membunuh Sepi
Poesía(Proses Terbit) Untuk yang mencintai lalu dibenci Untuk yang datang lalu pergi lagi Untuk yang setia lalu dikhianati Untuk yang teguh mempejuangkan lalu dipatahkan Untuk yang memendam lalu terlambat menyatakan, Untuk kamu yang patah hati, Merindukan...