Babak Ketiga : Buah Hati III

25 2 0
                                    

"Bu, nanti kalau sudah pulang aku bikinin pizza lagi kaya dulu ya?"

Dengan manis, bocah laki-laki itu memohon kepada Sarah. Mendengar suara ceria anaknya, senyum bahagia mengembang di bibir si ibu muda.

"Iya, nanti ibu bikinkan semua makanan kesukaanmu."

Anak laki-laki kesayangannya kini sudah kembali sehat. Padahal beberapa jam sebelumnya, bocah itu masih terbaring di atas ranjang, merintih kesakitan.

Semua ini berkat suara tanpa wujud yang membantu Sarah menyembuhkan anaknya.

Ingatannya tentang apa yang terjadi semalam begitu samar. Hal terakhir yang Sarah ingat adalah cahaya terang menyilaukan mata yang memancar dari kaca setelah dia memanggil nama itu tiga kali. Nama yang kini, entah kenapa, tak dapat dia ingat lagi. Hilang begitu saja dari dalam memori.

Ketika terbangun di pagi harinya, bocah laki-laki itu sudah terjaga dan menyapanya dengan ceria. Dokter yang datang memeriksa pagi itu terheran-heran melihat sang anak pulih dalam waktu semalam saja. Walau begitu, mereka masih belum diperbolehkan pulang.

"Harus diobservasi dulu..."

Begitu kata para dokter dan perawat yang pagi itu datang mengecek kondisi anaknya.

Si ibu muda sudah tak peduli dengan prosedur rumah sakit yang berbelit-belit, yang penting anaknya sudah kembali sehat seperti sediakala.

Malam akhirnya datang, Sarah bisa tidur dengan tenang. Wanita itu sudah terlelap di sisi ranjang anaknya...

...ketika tiba-tiba terdengar suara langkah kaki berlarian di sekitarnya.

Terganggu dengan suara itu, Sarah membuka kedua matanya. Betapa terkejutnya dia ketika mendapati putra semata wayangnya sudah tak ada lagi di sampingnya. Wanita itu langsung mengecek setiap sudut kamar tersebut. Mulai dari kolong ranjang hingga kamar mandi, tapi bocah kecil itu tak juga dia temukan.

Takut terjadi apa-apa, wanita itu berlari keluar kamar sembari memanggil-manggil nama anaknya. Malam itu rumah sakit terlihat begitu sepi. Tak ada satu pun orang datang membantunya. Sarah terus berseru sambil mencari-cari, hingga sampai sepasang kakinya membawa wanita itu ke taman belakang rumah sakit.

Daripada taman, tempat itu lebih cocok disebut hutan kecil karena rimbunnya semak-semak dan juga pepohonan di sana. Ketika matahari masih bercahaya, hutan belakang rumah sakit itu tampak biasa saja, namun ketika malam tiba, suasana tempat itu berubah drastis. Gelap gulita tanpa cahaya.

Terdengar suara gemeresak dari semak-semak di hadapannya.

Sambil menahan rasa takut yang mulai menguasai dirinya, selangkah demi selangkah wanita itu mendekati semak yang bergoyang-goyang. Dengan tangan gemetaran, Sarah menyibak dedaunan.

Dia dapati sebuah sosok yang sedang berjongkok memunggunginya. Sarah hampir pingsan ketakutan. Namun dia menyadari pakaian yang dikenakan sosok itu tampak begitu familier. Piyama biru muda anaknya, yang sebelum tidur Sarah bantu untuk memakaikannya. Ketika sosok itu menoleh ke belakang, ternyata benar dia adalah putranya.

Wanita itu mendekap buah hatinya seerat mungkin.

"Kamu ngapain disini nak?"

Tak perlu waktu lama bagi Sarah untuk menemukan jawaban dari pertanyaannya.

Di depan putra kesayangannya terbaring tiga tubuh bocah berusia antara empat sampai dengan lima tahun. Wajah mereka semua tampak sama, membiru. Mata terbelalak dengan ekspresi ketakutan. Mulut terbuka, seperti akan berteriak, tapi tak ada suara yang keluar dari mulut mereka.

Dalam situasi yang sama sekali tak terbayangkan olehnya, kata-kata yang terlontar dari mulut anaknya semakin mengagetkannya.

"Bu, bantu aku menyembunyikan mayat-mayat ini ya?"

***

DUNYAPALA : GAGAK, HARIMAU, DAN NAGAWhere stories live. Discover now