Babak Ketiga : Buah Hati V

36 3 0
                                    

Dengan lahap Sena menyendokkan nasi goreng yang terhidang di atas piring ke dalam mulutnya. Sebentar saja, isi piring di hadapannya sudah hampir tandas semua. Berpindah ke dalam perutnya. Entah bagaimana cara pemuda itu bisa makan dengan cepat tanpa tersedak. Jika tak menjadi agen Dunyapala, bisa jadi Sena akan menjadi juara kompetisi makan sedunia.

Rani sendiri baru menghabiskan seperempat dari mie goreng yang dia pesan. Selera makannya memang tak sebesar Sena. Tapi gadis itu tetap tenang. Toh kalau tidak habis, masih ada Sena yang selalu mau menerima sisa makanannya dengan senang hati.

Angkasa tak banyak bersuara. Terus menyantap nasi goreng di hadapannya dalam diam.

Rani mengecek smartphonenya. Tak ada notifikasi apapun pada layarnya. Beberapa kali dia menoleh ke arah pintu kantin dengan tak sabar. Mencari-cari orang yang ditunggunya sedari tadi...

...hingga sebuah tepukan di pundaknya mengagetkannya.

"Halo! Apa kabar cantik?"

Seorang perawat bertubuh pendek tiba-tiba saja sudah berdiri di belakangnya.

Wanita berwajah bulat itu menyapa Rani dengan gembira. Seragam perawat yang dikenakannya tampak ketat membalut tubuh montoknya. Rambutnya disanggul rapi dengan topi khas perawat di atas kepala.

"Kak Mita ini ngagetin aja! Kabarku baik kak. Kak Mita sendiri gimana?"

"Baik dong. Kalau nggak, mana bisa kakak ketemu kalian hari ini."

Wanita itu kemudian mengalihkan pandangannya pada Sena yang masih belum juga berhenti makan. Mita berjalan menghampiri pemuda itu dan mengacak-acak rambutnya.

"Wah, kamu sekarang sudah besar ya! Sudah berapa lama ya kita nggak ketemu. Kakak kangen sama kamu." Perawat itu memeluk Sena dari belakang

"Duh! Ini ngapain sih!"

Sena terlihat tidak nyaman, tapi Mita terus saja mengganggu dan tak membiarkannya makan dengan tenang. Wanita itu tampak senang sekali bisa bertemu kembali dengan Sena.

Mita beralih ke pemuda pendiam di samping Sena. "Kalau yang ini pasti Angkasa ya? Kamu ganteng juga ya. Kenalkan nama kakak Mita."

"Nama saya Angkasa, anggota baru Dunyapala Kota Medang. Mohon bantuannya..."

"Kak Mita sudah kenal sama Angkasa?"

Rani tampak heran melihat Mita yang sudah mengenal Angkasa. Padahal pemuda itu baru saja bergabung dengan Dunyapala pagi ini.

"Jelas tahu lah. Kakak kan selalu update info terbaru. Kakak juga sudah tahu kalau Angkasa ini anaknya Pak Dipo Dewaputra, pemilik Dewapoetra Group." Wanita berkulit putih itu tampak bangga dengan pengetahuannya.

"Update informasi atau update gosip?" Sena tiba-tiba menyela.

"Memangnya apa bedanya? Gosip kan juga bagian dari info. Kalian para agen Dunyapala kerjaanya kan juga memeriksa rumor dan gosip."

Kata-kata Mita memang benar. Memburu Diyu merupakan pekerjaan yang berhubungan erat dengan rumor dan gosip. Dan Mita adalah spesialis di bidang tersebut. Tak satu pun gosip ataupun rumor yang beredar di kota Medang terlewat olehnya. Pekerjaan sebagai perawat membuatnya memiliki akses ke banyak sumber informasi, salah satunya adalah pasien yang berasal dari berbagai macam kalangan. Berkat informasi dari wanita itu, banyak kasus yang bisa terpecahkan

Mita duduk di kursi yang masih kosong. "Kalian ke sini pasti gara-gara penemuan mayat di belakang kan?"

Rani mengangukkan kepala. "Kakak punya informasi apa tentang hal itu?"

"Memangnya kalian cari info tentang apa?" Sambil menopang dagu, Mita balik bertanya.

Rani menghela nafas panjang.

"Nggak tau Kak. Semua petunjuk yang kami cari sudah mentok. Makanya dengan terpaksa kami minta Kak Mita buat datang ke sini untuk menemui kami bertiga. Maaf ya Kak kalau kami sudah merepotkan Kakak..." Wajah Rani terlihat sedih saat menjawab pertanyaan Mita.

"Ngerepotin apa sih? Nggak lah. Kakak malah senang kalian butuh informasi dari Kakak." Mita menjawab sambil tersenyum senang.

Mendengar Rani yang berkata-kata manis di depan Mita, Sena berusaha menahan tawanya. Gadis itu memang pandai bersikap di depan orang. Tapi Sena sudah mengenal Rani lebih dari lima belas tahun, juga pernah tinggal lama bersamanya, dan hampir setiap hari bersama-sama, tentu lebih tahu bagaimana gadis itu sebenarnya. Bahkan Sena sampai heran mengapa Rani itu tak menggunakan gendamnya untuk mempermudah mendapatkan informasi dari Kak Mita.

"Oke. Kakak nggak tau ya, cerita ini ada hubungannya dengan yang kalian cari atau bukan ..."

Mita berhenti bercerita. Matanya melirik Sena yang masih sibuk menjejalkan makanan ke dalam mulutnya.

Menyadari arti pandangan Mita, Rani yang segera mengambil tissu makan dari atas meja, meremasnya, lalu melemparkan kertas tissu itu ke Sena. Bola kertas itu mengenai wajah Sena dan jatuh ke atas piringnya.

Merasa terganggu, Sena menghentikan makannya dan mencari tahu siapa orang yang berani iseng padanya. Kemarahan yang meluap-luap langsung teredam ketika pemuda itu melihat Rani yang menatap tajam ke arahnya. Sena melirik ke Angkasa. Pemuda bertubuh kecil itu sudah meletakkan sendok dan garpu yang dia pegang ke atas piring yang masih menyisakan nasi goreng. Cuma Sena sendiri yang masih sibuk mengisi perutnya.

Dengan rasa terpaksa, Sena meletakkan sendok dan garpunya, lalu bersiap mendengarkan cerita dari Mita.

"Sekitar empat hari yang lalu Kakak dengar kabar kalau di rumah sakit ini ada pasien yang sembuh secara ajaib dari penyakitnya. Walaupun Kakak sudah beberapa kali dengar cerita macam itu, tapi kali ini memang agak aneh. Dokter yang menangani bilang kalau di malam sebelumnya, kondisi pasien masih kritis. Tapi dalam beberapa jam sesudahnya, pasien itu sudah sembuh total dari penyakitnya. Akhirnya setelah dua hari diobservasi, pasien itu diijinkan pulang. Kemudian pagi ini tiba-tiba ditemukan tiga mayat di taman belakang. Kebetulan yang aneh kan?"

"Berarti dia keluar dua hari yang lalu ya kak?"

Mita mengangukkan kepala.

"Kak Mita tau nama pasien itu?"

Mita menggelengkan kepala.

"Kakak nggak tahu siapa nama pasien itu. Informasi kesehatan pasien dijaga ketat sama pihak rumah sakit. Jadi Kakak cuma dapat info kalau pasien itu masih anak-anak dan terkena penyakit demam berdarah."

"Anak-anak dan demam berdarah?"

"Iya. Kalau nggak salah sih sekitar umur empat atau lima tahun."

Walaupun masih belum bisa dipastikan kalau petunjuk dari Mita bisa digunakan untuk memecahkan misteri energi gaib tanpa jejak Diyu di Rumah Sakit Dr. Anwar, paling tidak ada informasi yang bisa mereka dapatkan.

"Kak Mita, terima kasih banyak ya atas informasinya."

"Iya, sama-sama."

Rani mengeluarkan smartphonenya dari dalam tas pinggang, mengetikkan sesuatu pada layar, kemudian menempelkannya ke sisi telinga. "Halo, Mas Bharata? Bisa minta tolong suruh Arya mengecekkan sesuatu?"

***

DUNYAPALA : GAGAK, HARIMAU, DAN NAGAWhere stories live. Discover now