Kenyataan

119 32 67
                                    

Disini untuk pertama kalinya mereka melihat gadis kecilnya itu benar-benar rapuh. Tidak! Ini bukan pertama,ini yang kedua tapi kelihatannya jauh lebih rapuh.

Gadis kecil itu terus mengurung dirinya setelah mengetahui kenyataan pahit itu. Benar-benar pahit.

Bagaimana tidak pahit??
Pertama. Dua tahun yang lalu dia hampir kehilangan mimpinya. Ketika namanya tengah disanjung dan dibanggakan oleh seluruh orang di Negerinya. Tiba-tiba saja ia kehilangan aset utamanya.

Sebagai seorang Atlet Badminton ia harus memiliki kaki yang baik sebagai tumpuannya. Namun semuanya Hancur ketika mobil sedan hitam mementalkan tubuhnya dan melayangkannya ke udara sebentar lalu dijatuhkan lagi tanpa ampun. Darah mengucur deras disekitar tubuhnya. Terasa berat dimata gadis itu untuk tetap membuka matanya.

Dua tahun berlalu dengan kepahitan. Baru saja ia akan menjadi bintang di Negerinya namun belum sempat bintang itu bersinar, langit tiba-tiba saja mendung dan berawan.

Kedua. Sebuah kenyataan yang seharusnya tidak diketui olehnya. Keinginannya menyebabkan sebuah rahasia yang disimpan rapat-rapat keluarganya harus diketahuinya, untuk mewujudkan impiannya. Egonya menghancurkannua.

Ada sebuah sekolah di Indonesia yang cukup terkenal disana. Meskipun tidak begitu dikenal oleh negara lain. Sekolah itu bisa membantunya mewujudkan mimpinya. Namun sayang sekolah itu juga menghancurkan jiwanya.

Didalam kamar gadis itu terus memandangi foto keluarganya. Senyum mereka tampak bahagia sekali. Bahkan setiap orang yang melihat foto itu tidak akan percaya bahwa gadis yang berdiri diantara kakak-kakaknya bukanlah saudara kandung mereka.

Kata-kata ibunya terus berkeliaran memenuhi kepalanya.

"Saat itu mereka belum siap untuk merawat dua anak di usia mereka yang masih terbilang cukup muda. Kakakmu saat itu usianya baru menginjak dua tuhun. Mereka tidak bisa membagi rasa sayang mereka padamu karena, merka takut kakakmu akan cemburu. Kakakmu yang saat itu akan disiapkan sebagai pewaris utama keluarga Prasetya, tidak boleh cacat secara psikis. Mereka juga tidak ingin kau kehilangan kasih sayang dari orang tua. Anak-anak perempuaku sudah beranjak remaja sementara kedua anak laki-lakiku juga masih kecil tapi mereka semua sudah terbiasa berbagi dengan saudaranya. Sebagai sahabat terbaik ibu kandungmu aku bersedia merawatmu seperti anakku sendiri. Keempat kakakmu juga dengan senang hati menerimamu. Dan sejak saat itu aku dan keluargaku berjanji untuk terus menyayangimu layaknya keluarga kandung."

"Kenapa?? Kenapa harus aku??" Tanyanya pada dirinya sendiri. Dengan setangah terisak ia memeluk erat foto keluarganya. Rasanya begitu mustahil orang yang selalu ada disampingnya, menemaninya, menjaganya, dan melindunginya bukanlah keluarga kandungnya.

"Zelin, kumohon keluarlah, kau membuat semua orang khawatir," pinta Joey sambil terus mengetuk-ngetuk pintu kamar didepannya. Seluruh keluarganya kini tengah duduk di ruang keluarga depan kamar Zelin. Mereka berharap cemas, pasalnya penuturan Ibunya tadi pagi hingga tengah malam ini Zelin masih berdiam diri di kamarnya. Mereka takut jika Zelin melakukan hal-hal yang diluar batas. Misalnya bunuh diri.

"Ku mohon!" Pintanya dengan suara memelas. Joey merasa gagal membujuk adiknya itu. Padahal Joey yang paling dekat dengannya. Usahanya sama sekali tidak direspon, hingga Mark bediri dari duduknya dan menyuruh Joey mundur.

"Zelin, ku pikir kau percaya padaku, jadi biarkan aku masuk dan memastikan kau baik-baik saja" kali ini Mark yang berkata

"Kau tidak seharusnya menyambut kedatanganku seperti ini," lanjutnya lalu menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya.

"Baiklah, jika kau tak ingin menemuiku aku akan pulang hari ini juga, ku harap kau tak merindukanku nantinya" katanya dengan berat hati. Jika sampai pintu itu tak dibuka maka Mark akan benar-benar pergi. Cukup lama ia menunggu namun hasilnya tetap nihil, dengan berat hati ia memutar langkahnya.

Cklek..

Suara itu membuat semua orang yang ada disana menoleh pada pintu kamar Zelin. Tak terkecuali Mark. Bibirnya sedikit tertarik keatas.

"Kau saja" kata Zelin. Semuanya menatap Mark dengan perasaan lega. Akhirnya gadis kecil keluarga itu mau berbicara.

Setelah masuk, ia melihat gadis kecilnya tengah duduk di pinggir ranjang tengah menatapnya sendu dengan mata yang bengkak.

Mark ikut duduk disamping gadis itu. Tangannya terululur memeluk Zelin. Menyalurkan rasa nyaman sekaligus aman pada Zelin. Lama kelamaan Zelin membalas pelukan kakaknya dan mulai terisak.

"Aku harus bagaimana?" Tanyanya di tengah isakannya.
Mark menguraikan pelukannya tanganya mengusap pipi basah Zelin.

"Hadapi semuanya" Jawab Mark yang langsung dihadiahi tatapan bingung dari Zelin. Bagaimana mungkin kakaknya menyuruhnya menghadapi ini padahal ia sendiri tahu kalau hatinya benar-benar rapuh.

Mark tersenyum menatap Zelin. Lalu kembali berucap "aku kan selalu dibelakangmu" katanya yakin.

"Meskipun aku bukan-"

"Bukan apa? Jangan pernah mengatakan itu padaku" katanya tegas. Zelin lega mendengar kalimat kakaknya itu.

"Sesibuk apapun kau, apa kau akan tetap ada??"

"Ya, kapanpun" mereka lalu tersenyum dan kembali berpelukan.

"Mark?" Panggil Zelin masih didalam pelukan kakaknya.

"Hmm"

"Bagaimana jika aku tetap mengejar mimpiku?" Tanyanya hati-hati dan semakin mengeratkan pelukannya saat Mark berniat menguraikannya.

"Aku tahu apa yang kulakukan, kumohon izinkan aku" katanya lagi seolah tahu apa yang akan diucapkan kakaknya.

Mark menarik nafas dalam-dalam sebelum akhirnya berkata "aku akan mendukungmu,"

Jawaban Mark cukup membuat Zelin lega, meskipun setelah ini ia akan menghadapi hal yang begitu besar. Sebesar apapun itu ia yakin kalau Mark akan terus menjadi pelindungnya. Dia bisa mengandalkannya. Ia percaya dan yakin.

"Jadi kapan?"

"Apanya?" Tanya Mark bingung

"Penerbangannya?" Pertanyaan itu membuat Mark kaget bukan main. Ia tak percaya akan secepat ini adiknya meninggalkannya. Ia belum rela jika harus melepas jauh adiknya. Meskipun ia sudah beberapa tahun belakangan ini jauh darinya tetap saja rasanya berbeda.

Saat itu adiknya belum tahu kenyataan ini tapi sekarang adiknya tahu. Ia takut adiknya pergi meninggalkannya.

Cukup lama mark terdiam, lalu ia kembali menguraikan pelukannya.

Zelin tertunduk tak berani memandang kakaknya. Ia takut kalau kakaknya kecewa padanya. Mark menyentuh dagu Zelin lalu membuat gadis itu mendongak menatapnya. Benar saja apa yang dipikirkan Zelin.

Dari tatap matanya Mark memang terlihat sedikit kecewa. Dengan ragu ia mengeluarkan suaranya "jadi?"

Mark tersenyum, mengecup lembut kening adiknya lalu menganggukkan kepalanya.

"Akan ku urus semua"

***

Haiiiii,,,,
Ini cerita barukuuu
Yahh, cerita ini emang temanya masih Sad,
Tapi yakin deh cerita ini bakal beda pokoknya
Makasih buat yang udah bacaa

Vote+comment yaa ♥♥♥♥

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 16, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Story [Taehyung FF]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang