Prolog

10K 314 36
                                    

-Awal Tahun Ajaran Kelas Dua SMP-

SUASANA ramai di kelas ini sudah bukan hal biasa. Semua murid sedang dalam kesibukannya masing-masing, seolah tak ingin menyiakan free class yang begitu langka ini.

Akan tetapi, keramaian kelas bahkan gurauan teman-temannya yang entah membahas soal apa, tidak membuat seorang Haris Aryadi tertarik. Matanya hanya tertuju pada gadis -mungil nan putih serta matanya yang tajam saat menatap dengan pupil hitam pekat yang besar- yang sedang tertawa geli bersama sahabatnya.

Sudah sebulan ini, ia merasakan gejolak aneh. Ia tak pernah merasa berdebar saat berhadapan langsung dengan perempuan, tak pernah merasa begitu terobsesi memperhatikan gerak-gerik seseorang, bahkan ia tak pernah merasa sesak ataupun perih melihat perempuan yang sedang jatuh cinta. Hingga pada akhirnya,  semua rasa aneh itu timbul saat ia berhadapan dengan gadis yang duduk didekat jendela dibaris terdepan dekat meja guru. Ia, Zahra. Zahra Rabbani. Cinta pertama Haris.

"Kenapa cinta pertama gue harus sama ceweknya sahabat gue? Ck, ini pasti bukan cinta, gue yakin yang gue rasain pasti cuma ketertarikan sesaat," gumamnya sembari mengacak rambutnya, lelaki dengan mata coklat tua tajam. Ia baru empat bulan menduduki kelas dua SMP. Dan lagi-lagi, kedapatan sekelas dengan perempuan itu. Lelaki bertubuh tinggi kurus, berkulit sawo matang dengan tatanan rambut acak itu pun menjauhi fokus pandangannya dari Zahra dan melangkah keluar kelas. Ia hanya ingin menyegarkan pikirannya, panggilan teman-temannya pun tak ia hiraukan. Ia terus melangkah keluar, ia hanya butuh waktu sendiri lagi.

Lain lagi dengan seorang Zahra Rabbani yang bahkan ia tak sadar apapun mengenai perasaan Haris padanya, yang ia fokuskan hanya satu lelaki dalam hatinya. Esa, Hanandio Esa.

"Yailah, ceritain dong gimana itu Esa sama Faqih bisa nembak lo berdua? Duh, gila udah sebulan aja kan lo jadian," cerocos Almira pada Zahra dan Fania. Btw, mereka kan jadian massal. Nggak massal juga sih, hanya tiga pasangan. Satu lagi, Sahila dengan Bastian.

Zahra dan Fania beradu pandang, akhirnya Zahra yang mengalah dan lebih dulu menceritakan kisah manis tersebut.

"Ya, intinya dia ngomong gini. Ra, kamu mau gak balikan sama aku? Ya, gue iyain ajalah. Gila, gue aja itu shock banget, nggak nyangka sama sekali. Nolak juga gak mungkin, gue suka dia dari kelas satu kan," jawab Zahra seadanya.

"Yeh, yang detail lah, cerita setengah gitu, Ra. Oh iya, Esa kan mantan lo, ya? Pas kelas satu jadian cuma dua hari, nembaknya lewat surat. Aduh, manis banget," ledek Almira.

Zahra pun tersipu malu, dan selanjutnya giliran Fania yang menceritakan awal kisahnya dengan Faqih. Zahra terlihat tak terlalu mendengarkan, karena ia sudah tau semua. Pikirannya hanyut pada malam Sabtu itu, dibulan September saat Esa memintanya tuk kembali padanya. Zahra pun tak sabar menunggu bel sekolah, alih-alih agar ia dapat bertemu Esa dikantin nanti. Ya, namanya juga cinta monyet, masa SMP awal mereka mengenal lawan jenis. Beda lagi nanti saat masa SMA yang tentunya lebih complicated.

-Awal Tahun Ajaran Kelas Satu SMK-

"GUE janji bakal bikin lo move on dari dia, Ra. Gue gak suka liat lo terpuruk gini dari kita SMP dan sekarang? Gue dateng, gue bakal bikin kenangan baru yang lebih indah buat lo kenang," ujarnya seraya menatap sendu pada gadis itu.

"Gue gak yakin sumpah, gue gak bakal lupain Esa mantan terindah gue. Tau apa lo Har tentang hati gue?" Lirih Zahra dalam hati.

Entah apa gunanya lelaki itu selalu mengucapkan kalimat-kalimat itu berulang-ulang, gimana pun usahanya Zahra yakin tidak mungkin seorang Haris dapat meluluhkan hatinya yang lama beku.

Dia pun berbalik untuk pulang dan meninggalkan Zahra dengan senyuman sendunya. Ya, akan selalu begitu, dan Zahra hanya membalasnya dengan senyuman ragu disamping teras depan rumahku. Zahra pun hanya mampu melihat punggungnya yang menjauh dan hilang.

Dengan langkah gontai, Zahra masuk kedalam rumah dan langsung membanting tubuhnya dikasur empuk kamarnya dengan tubuh membentuk bintang dan mata yang kosong menatap langit-langit kamar.

"Gue kangen lo, Sa. Bukan Haris yang gue butuhin," lirih gadis itu seraya memejamkan mata dan diikuti isak yang lagi dan lagi mengisi kekosongan kamarnya.



"Gue nggak bakal nyerah, Ra. Gue janji." Ucapnya dengan yakin. Lelaki yang bertubuh tinggi kurus dengan kulit kecoklatan serta mata kecoklatan yang tajam. Ia pun berjalan gontai berbalik dari rumah gadis itu dengan merapatkan jaketnya agar terhindar dari dinginnya malam seusai hujan. -HARIS ARYADI

"Nggak bakal ada yang mampu luluhin bekunya hati gue, pegang kata-kata gue," gumam gadis itu yang rambutnya ia cepol asal memakai baju rumahan yang sangat pas ditubuh mungil dan putihnya, ia seakan berjanji pada dirinya dengan mata bulat dihiasi pupil hitam pekat yang hampir memenuhi mata dan senyum pedih dari bibir mungil penuhnya. -ZAHRA RABBANI

A/n.
Ini cerita pertamaku, true story btw. Ada yang ku kurangin, dan aku tambahin buat nutupin kekurangan itu.

Ini masi blur bgt, so kalo kepo silahkan dinext! Hehe. Ini beda, ceritanya rumit tapi santai. Problemnya nggak berat2 bgt,  dibacanya juga enjoy kok pasti huhu. Oia jgn lupa, vote dan komen sangat membantu inspirasikuuu...

Choco Berry [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang