Naruto itu makhluk absurb. Tindakannya tak terprediksi, seperti dua bulan lalu. Tiba-tiba saja Naruto menghilang ke distrik Amegakure dimana seluruh teman-teman yang mengenalnya kalang kabut mencarinya, serta walinya Iruka tidak henti menangis memikirkan nasib sang anak angkat berada entah dimana, hanya demi melihat fenomena hujan es batu di distrik Amegakure. Padahal jelas, Amegakure itu kota para penjahat. Disaat semua orang mengkhawatirkannya, Naruto berlenggang pulang ke Konoha tanpa rasa beban. Dan berakhir dengan hukuman paling berat bagi Naruto : Tidak makan ramen selama seminggu.Hell! Tak makan ramen sehari saja rasanya mau mati! Apalagi tidak makan seminggu! Rasakan!
Dan sekarang, Naruto kembali berulah. Dia tidak menghilang kali ini, tenang saja. Dia anteng di Konoha beberapa minggu ini. Bahkan lebih betah berada di kamar apartemen bobroknya yang mana tingkat kebersihan ruangan apartemen miliknya patut dipertanyakan.
Di pagi hari yang cerah di Konoha, pemuda jabrik bersurai emas itu menghadap petinggi Konoha yang tak lain adalah Tsunade baachan -panggilan akrab Naruto pada wanita sexy berusia lanjut tersebut. Dengan setelan training orange khas miliknya, Naruto menghadap. Alis Tsunade mengkerut. Perasaan tak nyaman merayapi relung hatinya. Biasanya, bila sang bocah datang sepagi ini, ada hal penting atau sebuah permintaan tak masuk akal akan ia utarakan. Diliriknya bocah tanggung usia 16 itu yang garuk-garuk kepala tak jelas. Pose malu-malu najis khas milik si bocah rubah barusan.
Tsunade mendecih.
"Katakan apa maumu Gakki? Kepalaku mulai sakit melihat tingkahmu."
Naruto balik cengengesan, dia kembali menggosok bagian tubuhnya, kali ini hidungnya. Siap mengutarakan maksud dan tujuan dia mampir sepagi ini ke kantor Konoha, selain numpang sarapan tentunya. Tadi, sebelum sampai keruangan Tsunade-baacan, dia ditawari segelas matcha dan kue mochi. Lumayan mengganjal perut. Pikirnya.
"Err, Nenek tau kan, aku tidak pernah meminta apapun yang aneh-aneh,"
Tsunade menaikkan alisnya sebelah, masa?"Jangan bertele-tele Naruto, apa yang kau inginkan. Pintu keluar ada disana, kalau kau tidak segera." ujar Tsunade kesal. Dia yakin, apapun permintaan bocahnya itu, pasti berujung pada masalah.
"Aku............hamil nenek."
"Oh......"
Krikkkkk
Krikkk
Krikkk
"APA!!!!!!!!"
Pekikan Tsunade sukses menyita atensi seluruh orang serta Anbu yang tergopoh-gopoh masuk keruangan, bahkan Shizune yang berada di pantry hendak mengambil jatah sarapan berlari kedalam ruangan sang Hokage itu.
.
.
.
.
.Sakura heran dirinya yang dipanggil tiba-tiba oleh Hokage kala ia hendak membeli keperluan masak bersama sang Ibunda.
Hitung-hitung kursus masak gratis sebagai bekal jadi calon istri idaman. Tapi semua itu harus sirna tatkala dirinya menerima pesan digital via salah satu aplikasi terkenal, membuat Sakura pundung sejenak karena bagaimanapun, ia tidak bisa mengabaikan perintah ketua Hokage yang merangkap guru medis pribadinya.Sesampainya di kantor Hokage, Sakura mendapati ruangan yang berantakan, beberapa Anbu dan Naruto yang mepet di pojokan ruangan, diintimidasi oleh Tsunade. Naruto, eh?
"Ada apa?" bisik nya pada Shizune. Wanita itu terlihat bingung berkata apa. Sebelum sempat Sakura mendapatkan jawaban atas rasa penawarannya, suara Tsunade terdengar tinggi memanggil namanya.
Tanpa tahu duduk permasalahannya, Sakura patuh menghadap Gurunya, yang tengah dalam mode murka. Sakura yakin penyebabnya adalah sahabat satu timnya itu.
Karena Naruto dan masalah seperti hal yang tidak terpisahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Troublemaker
FanfictionNaruto itu manusia dengan pemikiran paling absurd. Menghilang tiba-tiba dan kembali dengan berita mengejutkan pula. "Aku hamil Nek!"