Hai sahabatku tercinta, yang setia baca cerita ini...
Dalam kehiatusanku ini, cerita ini statusnya jadi slow update cuma aku usahakan sesuai jadwal.
Hanya saja aku tidak bisa lagi mengupdate dua part lagi sekaligus.
Maaf ya...
But still happy reading for you guys... ^_^
***
Aku terdiam, rasanya tak ada gunanya aku meronta-ronta dan berteriak seperti yang tadi aku lakukan, kedua temanku terlihat masih tetap tak sadarkan diri. Aku mulai berpasrah dengan keadaanku. Tapi aku sangat berharap kalau mereka, komplotan bajingan bedebah yang ada di hadapanku ini ditangkap, aku sangat berharap polisi segera kembali kemari, aku sangat berharap Alfi dan teman-temannya kembali, aku sangat berharap kalau Julius dan Andre ada disini.
Air mataku tiba-tiba menetes membasahi pipiku, aku sudah tak tahan merasakan sakit yang membuat sekujur tubuhku mati rasa. Aku tidak tahu apa yang Andre dan yang lainnya alami sehingga mereka tak kunjung kembali. Pikiranku melayang cemas memikirkan keluargaku. Memikirkan Biyang, memikirkan Aji dan raiku. Bagaimana perasaan mereka jika melihat anak dan kakaknya menahan sakit seperti ini? Aku merasa tak tega membuat mereka merasa sedih, karena mereka pasti akan merasakan rasa sakit walaupun hanya melihatku. Ikatan antara keluarga itu, ikatan yang benar-benar kuat karena hanya dengan merekalah ibu, ayah, dan saudara kandung ikatan itu tidak akan pernah terputus bahkan sampai sang pencipta mengulurkan tangan yang terpenuhi oleh nikmat suci luar biasaNya.
Aku tertunduk dan memejamkan mataku, berusaha menyatu dengan semilir angin yang menembus celah goa ini. Untuk sementara aku ingin merasakan kedamaian yang tak akan mampu kudapatkan dengan situasiku sekarang ini. Berusaha untuk tak menghiraukan keributan komplotan yang menyandera kami ini.
"Ria!!!"
Seruan keras itu tiba-tiba membuat mataku terbuka, wajah menoleh kearah suara itu. Harapan, semua harapan ternyata tak sia-sia. Semua didengarkan oleh Tuhan. Andre bersama teman-temannya dan anggota polisi berdiri tepat di depan pintu ruangan goa.
"Wow... wow... wow..." Bos besar berdiri dari duduknya dan bertepuk tangan melihat kehadiran Andre dan yang lainnya.
"Bajingan! Apa yang kau lakukan pada mereka?" Tanya Andre emosinya memuncak, namun untungnya ia tak gegabah untuk langsung menghajar si bos.
"Jangan bergerak! Atau kalian kami tembak!" Ancam polisi.
"Tembak? Wah jangan dong. Kalian tidak boleh menembak, karena kami bukan sasaran. Yang menjadi sasaran itu kalian!" Kata si bos melawan dengan sedikit menyeringai.
"Sekali lagi jangan bergerak! Kalian, terutama kau badan besar. Jangan berani-beraninya melawan kami." Tukas inspektur.
Bos besar bukannya takut ia malah tertawa terbahak-bahak, membuat para polisi kebingungan dan saling bertatap pandang.
"Apa yang lucu?" Sergah inspektur.
"Haha... kau yang lucu inspektur. Kau mengatakanku badan besar, berarti kau sadar badanmu kecil hah?"
"Jangan main-main!" Inspektur terlihat mulai marah.
Dor!
Inspektur mengarahkan tembakannya ke tanah untuk memberi peringatan bahwa ia tidak main-main. Suasana benar-benar mulai tegang, bos besar sedikit mengerutkan alisnya dengan sedikit mengangkat alis kirinya namun seringaiannya tetap tersungging di bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuana Mahile You Are My Destiny [Completed]
Ficción histórica[Highest rank #11 in Historical Fiction] Transmigrasi, kata itu membuatku dan keluargaku meninggalkan istana ibu pertiwi kami yang indah. Menempuh hidup baru di negeri orang, tapi hidup baru yang kutempuh itu benar-benar mengubah hidupku saat aku pe...