BAB 2 {Why, David?}

22 7 6
                                    



__

Inginnya tidak bertemu malah bertemu. Rupanya, terlalu berkeinginan untuk menghindari seseorang yang tidak disukai itu tidak baik. Yang terjadi malah sebaliknya. Mungkin seperti itu ungkapan batin Peach yang saat ini sedang ditahan oleh David, orang yang menjadi topik pembicaraan pagi ini bersama Sang Omah. Menggunakan prinsip kacamata kuda sekalipun, ia tetap tidak bisa lari dari terkaman si dokter manja itu. Omah nya meminta ia pergi ke rumah sakit, membuat ia berharap keras supaya tidak dipertemukan oleh David. Sayang, takdir berkata lain.

"Kamu sendirian?" tanyanya, yang katanya habis mencari sesuap nasi dari kantin.

"Iya."

"Mau aku temani?"

"Tidak usah, David." Balas Peach menyunggingkan senyum. Ia masih bersikap baik pada David.

"Apa kamu mau periksa? Aku bisa men..."

"Tidak perlu David. Aku ada urusan, dan bukan untuk periksa apalagi kamu temani. Aku harus sendiri. Jadi, aku pergi dulu. Byee." Ia malas bertele-tele. Akan menghabiskan waktu banyak jika ia terus menanggapi pertanyaan dari David.

"Peach, jangan lupa membalas sms-ku!" sahut David dari belakang, namun diabaikan saja olehnya. Yah, pria itu ingin bertemu nati sore di cafeteria rumah sakit.

__

Diana, Sekretaris Omahnya bilang kalau berkas hari ini sebanyak tiga buah. Satu berkas lagi akan datang nanti sore. Itu artinya, Peach harus menunggu disini selama satu setengah jam lebih, atau ia ingin dicegat lagi oleh dokter obsesif itu jika ia keluar dari zona aman ini.

"Um, nyaman juga tempat ini." Ia mengaggukan kepalanya menilai seluk-beluk ruangan minimalis itu. Selera Omahnya ternyata tidak buruk seperti anggapannya selama ini.

Ruangan tersebut di dominasi warna maroon dan peach. Sedangkan property di dalamnya identic dengan warna putih. Hanya sofa bludru di sisi ruangan yang bewarna fuschia, terlihat kontras dengan tema ruangan ini.

"Fuschia adalah warna favorit Omah." Peach tersenyum kecil mengingat Omahnya memfavoritkan warna Fuschia, yang tanpa dasar apapun Peach mengatakan kalau tidak semestinya nenek-nenek menyukai warna Fuschia. Dan itu lucu. Ia duduk pada kursi bludru itu. menggeser meja bundar disana untuk lebih dekat padanya.

Jam demi jam telah berlalu, ia menggunakan waktu menunggunya untuk mendengarkan musik dari ponsel sekadar menghilangkan bosan. Bersamaan dengan berakhirnya lagu Beautiful dari Crush, seseorang meminta izin untuk masuk ke dalam ruangan. Ia pun menghentikan musiknya.

"Ini berkas terakhir sudah datang, Mba." Ucap Diana, si sekretaris berhijab itu.

"Ya, berarti sudah lengkap ya? Omah menyuruhku untuk membawa berkasnya pulang, Mbak Diana saksinya loh."

"Siap, cucu kesayangannya Omah Sarah." Diana yang sudah cukup mengenal Peach hanya tersenyum kecil akan perilaku gadis itu.

"Haha, baiklah aku pergi dulu sebelum aku ditawan pemangsa." Sedikit membisik dengan nada serius, tentu membuat Diana agak bingung. Ia tak mengerti maksud dari gadis jangkung itu.

"Itu, si David. Hahhahha."

Okey, kali ini Diana ikut terbahak dengan jawaban gadis berusia 20 tahun itu. ya, Diana tahu siapa David dan ketidakakuran David dengan Peach setelah memergoki gadis itu mendumel kesal mengenai David di lift rumah sakit.

__

Why, David? Kenapa harus David yang ia temui hingga dua kali dalam sehari? Pria itu selalu saja memberi kesan yang tidak menyenangkan. Sudah lega ia berhasil tiba di basement dan keluar dari area dimana David biasa berkeliaran. Eh nyatanya ....

"Ahh, kita bertemu lagi. Padahal dalam agenda, seharusnya kita bertemu di cafeteria, tapi malah di parkiran seperti ini." Ungkapnya percaya diri sekali.

"Sepertinya kita jodoh." Lanjutnya yang hampir membuat Peach mengeluarkan isi perutnya karena mual mendengar dua kata barusan.

Jodoh pala lu peyang

"Kenapa tidak membalas pesanku? Kenapa kamu mengabaikanku? Kamu tidak menyukaiku? Apa kurangnya aku sih? Aku dokter, idaman semua wanita bahkan para calon mertua. Aku juga mapan, aku tampan, kalau masalah intelektual tidak usah dijelaskan lagi." Katanya menyombongkan diri, menyilangkan kedua tangan di dada dan bersandar pada bagian belakang mobil Terios miliknya.

Satu lagi fakta tentang David yang masuk ke dalam catatan besar di note imajiner nya,

David benar-benar cerewet

"Semua itu tidak masuk ke dalam list pencarian jodohku." Tak kalah sengit, Peach membalasnya.

"Jadi, yang seperti apa kriteria jodohmu? Kebalikan dari yang sudah aku sebutkan mengenai diriku?"

"Apa maksudmu?" Peach bukannya tidak mengerti, tapi jalan pikiran David lah yang tak bisa dimengerti olehnya. Seorang pria berpendidikan tinggi namun mudah sekali mengambil kesimpulan dan terkesan merendahkan.

"Kamu ingin menjadi Princess Belle kedua? Menyukai sosok buruk rupa, dan membiarkan dia memilikimu yang begitu sempurna dan diinginkan banyak lelaki."

Apa yang dibicarakan pria tidak masuk akal ini?

"Sempurna kah aku dimatamu? Seperti princess yang kamu sebut itu?"

"Ya, kamu cantik, pintar, tinggi, manis, baik hati dan tidak sombong."

Lagi-lagi karena fisik

Mendengar pengakuan David membuat Peach tersenyum kecut, "Mulai saat ini aku akan berperilaku sebaliknya terhadapmu. Aku yang jahat, dan sombong. Bye!"

"Ehh, ehh sebentar." Reflek David menahan pergelangan tangan Peach saat gadis itu hendak melewatinya.

"Apa lagi?"

"Kenapa begitu?"

"Sayang, ada apa ini?"

Dua orang yang sedang bersitegang itu saling menoleh ke samping, tepat pada sosok yang tiba-tiba menghampiri mereka. Pria itu terlihat casual dengan celana khaki dan kaos putih yang melapisi badan kurusnya. Rambutnya basah dan rapih berkat gel. Di pergelangan tangannya melingkar jam tangan produksi IWC, menunjukkan kalau ia bukan orang biasa.

Melihat penampilan sosok yang baru datang dari atas hingga bawah, cengkraman tangan David terlepas begitu saja pada tangan Peach.

"Maaf, sepertinya ada bau-bau peperangan disini. Hm, saya baru saja melihat pergelangan 'kekasih' saya ini di pegang oleh lelaki. Dan lihat!" sosok itu meggoyang-goyangkan telunjuknya di depan wajah Peach yang masih terkejut, "Ekspresinya terlihat sangat tidak nyaman." Lanjutnya.

"Apa yang bar ...."

"Ah! Ini sudah waktunya kembali bekerja. Eh, sorry. Saya duluan." Pamit David memotong perkataan sosok yang ia pikir adalah kekasih dari Peach. Tidak ingin terkena masalah dan berdampak pada profesinya, lebih baik ia kembali bekerja dan meninggalkan lokasi.

"Hmm ... kamu ngga apa-apa?"

__

Okey, segini dulu di BAB 2 ini ya...

Ada yang tahu siapa sosok misterius di ending bab ini? ^^

Sambil nebak-nebak jangan lupa kasih vote dan komentar.. makasihh ^^

Peach & BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang