Embun pagi yang masih terlihat di dedaunan, tanah yang masih basah akibat hujan yang mengguryur semalam tak mengurungkan niat seorang gadis yang sedang mengayuh sepeda ke sekolah.
Jam telah menunjukan pukul 06.00, masih banyak waktu yang tersisa untuk ke sekolah, mengingat jam masuk sekolah pukul 07.00. Dewi hari ini bertugas untuk mengantar makanan ke sawah untuk bekal ayahnya. Memang selepas subuh seperti biasanya ayahnya pergi ke sawah untuk bekerja, tapi di karenakan tadi ibunya sedang kerepotan untuk mengurus si kecil. Ya, setahun yang lalu Ibu Zainab melahirkan seorang anak laki-laki bernama Muhamad Ilham Munawar, dia adalah adik Dewi.
Di kayuhnya sepeda menuju sawah di mana sang ayah bekerja. Dari kejauhan sudah terlihat ayahnya yang sedang mencangkul di sawah. Dewi turun dari sepedanya dan meninggalkan di dekat saung bambu di dekat sawah.
"Yah, ini rantangnya di simpen dimana?" Tanya Dewi setengah berteriak karena ayahnya ada di tengah sawah, dan Dewi berada di jalan setapak pinggir sawah
"Taro aja di saung Neng, nanti Ayah ambil" Jawab sang Ayah
"Yaudah, Dewi sekalian pamit ke sekolah dulu ya Yah"
"Iya Neng ati-ati bawa sepedanya ya"
"Iya Yah, Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumsalam" jawab sang ayah
Dewi pun melaju ke sekolahnya dengan menaiki sepeda
...............
2 tahun telah berlalu, ketika ini Dewi sudah menduduki bangku kelas 12. Di sekolah ini awalnya dia ingin mengikuti jejak Kaka nya untuk masuk kelas IPA, tapi wlaupun terus di paksakannya untuk menyukai semua pelajaran yang berbau eksak, tak satupun pelajaran yang bisa dia pahami dan dia sukai, lalu pada akhirnya, ada pelajaran yang lebih mencuri perhatiannya. Yaitu pelajaran Akuntansi.
Pada dasarnya memang Dewi memiliki ketertarikan dalam pelajaran menghitung, bila sebagian orang mengatakan bahwa Matematika adalah neraka, maka Dewi mengatakan Matematika itu adalah surga. Semua hal yang berbau itungan, maka Dewi sukai. Membuat jurnal, membuat buku besar, neraca, dll adalah hal-hal yang membuatnya bisa anteng di depan buku untuk pertama kalinya. Sedari dulu Dewi mana pernah bergelut dengan buku berlama-lama, tapi sampai titik dimana ada ketertarikan tersendiri di suatu bidang, maka hal itulah yang membuat Dewi berubah seperti sekarang, bahkan orang tuanya saja sampai terheran-heran dengan sikapnya sekarang yang bisa di bilang 'kutu buku' itu.
Dewi berjalan di lorong sekolah dengan mendekap buku tebal di dadanya, melangkah ke arah dimana kelasnya berada.
"Pagi sayaanngg..." Ucap seorang pemuda setengah berlari ke arah Dewi
"Iisshh.. nggak usah teriak-teriak kali, aku tuh nggak budeg" ucapnya ketus
"hehehe.. maaf yang, tadi aku ngejar kamu soalnya"
"lagian ngapain di kejar coba? orang aku nggak lari-lari.."
Pemuda itu hanya nyengir dengan perkataan Dewi barusan.
Pemuda itu bernama Adli, Adli adalah pacar Dewi sejak 3 bulan yang lalu. Dewi menerima Adli sebagai kekasihnya atas dasar kasihan. beberapa bulan setelah Dewi masuk kelas 12, Adli terus menerus mengejar cinta Dewi Adli juga pernah menjadi penyelamat Dewi di kala Dewi kesulitan, seperti 5 bulan lalu Dewi pernah mengalami kecelakaan di serempet motor, Adli lah yang menyelamatkan Dewi pada saat itu.
Waktu itu memang kebetulan Adli hendak pulang ke rumahnya. Di perjalanan, Adli melihat keributan di jalan raya, ada segerombolan orang yang berkumpul. Karena penasaran, Adli menepikan motor matic nya di segerombolan orang itu. Adli mendapat informasi ada seorang korban tabrak lari tergeletak tak berdaya di trotoar jalan. Setelah Adli berhasil menerobos gerombolan itu, Adli di kejutkan dengan orang yang kecelakaan itu ternyata adalah Dewi, teman sekelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrah dan Cinta yang harus di relakan
ДуховныеDewi seorang gadis biasa yang pernah berbuat dosa dengan menjalani "pacaran" hingga akhirnya dia tersadar dan mungkin mendapat hidayah Allah yang membuat dirinya harus memilih antara "cinta" atau "hijrah"