Lunas- Cerita Pendek.

15 0 3
                                    

Bapak-bapak berpakaian rapi itu datang lagi. Ini adalah kali kelima. Mengendarai Vespa Excel baru nan berkilap. Yang membonceng bertubuh tambun, sisiran rambut belah tengah, dan berkumis tipis. Kemeja putihnya tampak sesak di bagian perut, memperlihatkan kemakmuran pemakainya. Seorang lagi tak kalah klimis,  meski tak setambun si teman namun cukup gempal dan berisi.

"Selamat siang!"

Tak ada jawaban.  Aku menahan napas,  mencoba mengurangi gerakan meskipun tetap penasaran dengan mengintip melalui lubang dinding.

"Selamat siang!"
Lebih keras.  Masih tak ada jawaban. Aku menilik wajah yang mulai tampak kesal.

"Sialan! Udah lima kali didatangi. Belum ketemu juga tuh orang." Si Tambun mengumpat.

"Dobrak aja, Bang!" sahut Si Gempal.

Yang disahuti menggeleng, memberi isyarat dengan menggoyangkan telapak tangan.

"Jangan ...  jangan pernah pakai kekerasan.  Kau pasti tidak mau diteriaki rampok sama orang kampung sini, kan?"

Kali ini, giliran temannya yang menggeleng dengan muka khawatir.

"Selamat siang! Pak Patin ...  Pak Patin.  Ada orang di rumah?  Kami dari Bank mau ketemu!"
Kembali suara lantang itu terdengar. Aku masih asyik mengintip.  Emak terlihat bergegas beranjak dari dapur, melewati kamar tidur dan membetulkan gulungan kain di pinggangnya lalu membenahi kebaya tua yang sudah tak jelas warnanya.

Mata Emak melotot memberiku isyarat agar menyudahi kegiatan intip-mengintip itu. Beliau kembali mengibaskan tangan menyuruh anaknya yang bengal ini segera ke belakang. Aku merungut sambil memonyongkan mulut.

~bersambung

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 18, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lunas Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang