Lima belas menit setelah Ashel sibuk dengan air mineral di dapur, ia pun masuk ke kamar. Dan kini ia hanya berdiri menyandar di pintu yang baru saja ia tutup sambil menatap Fariz yang terbaring nyaman di ranjang dengan kedua mata terpejam erat.
Ya Tuhan, bisakah Ashel tidur di kamar itu? Seranjang dengan Fariz? Kenapa Ashel secanggung itu padahal Fariz adalah suaminya. Sudah sewajarnya seorang suami itu tidur dengan istri bukan? Tapi rasanya berbeda setelah pernyataan Fatma tadi.
Ashel masih deg-degan dan terus menatap Fariz yang tidak bergerak sedikitpun. Apakah mungkin Fariz tidur secepat itu? Mudah sekali Fariz tidur sementara Ashel masih terbayang-bayang ucapan Fatma tadi, soal cucu.
"Mau sampai kapan kamu berdiri nyender di situ? Nggak ngantuk apa?" tanya Fariz dengan mata yang masih terpejam.
Ashel terkejut, ternyata si tampan belum juga tidur. Jantungnya kian menggemuruh merasakan degupan tak karuan.
"Kok, malah bengong? Sini!" Fariz mengedikkan dagunya membuat Ashel berjalan mendekati ranjang dan duduk di sudut kasur.
"Kamu kepikiran omongan Mama?"
Deg. Rasanya seperti ditembak di tempat. Ashel lemas.
"Nggak usah pikirin omongan Mama. Kita kan baru merit, mana mungkin bisa secepat itu bisa punya anak," lanjut Fariz. "Cucu memang selalu dinantikan orang tua, tapi kita nggak bisa dengan gampangnya kasih hadiah cucu buat Mama."
"Emang kenapa?" pertanyaan itu mendesak begitu saja. Ashel penasaran kenapa Fariz yang sudah beberapa hari menikahinya itu tidak juga menyentuhnya. Bukan karena ngebet menginginkan disentuh, tapi Ashel ingin mengerti alasan apa yang membuat Fariz tidak seperti lelaki lainnya, yang langsung mendekati istri ketika malam pertama. Fariz bahkan tidak mengajak bulan madu seperti layaknya kata orang honey moon atau apalah.
Awalnya Fariz yang ngebet ngajakin nikah, tapi begitu menikah, Fariz tidak melakukan apapun. Ada apa dengan Fariz? Fariz normal, kan?
"Emangnya kamu mau langsung punya anak?" Fariz balik tanya.
Ashel diam saja.
"Kita tunda dulu soal anak ya, Shel. Nunda momongan bukan berarti menolak rejeki. Masih banyak yang mesti kukejar."
Nunda momongan? Bagaimana mungkin Fariz bisa bilang menunda momongan, sementara Fariz memang tidak memulai semuanya?
"Kalau Mama tanya-tanya gimana?"
"Bikin anak nggak semudah nulis di kertas. Mama pasti ngerti kalau proses itu belum berhasil. Memangnya kamu maunya kita berbuat itu dan secepatnya punya anak?"
Ashel kali ini bingung harus menjawab apa. Dia masih belum mengerti jalan pikiran suaminya. Semakin kesini, Ashel malah merasa semakin tidak mengenali suaminya.
"Sini tidur!" Fariz menepuk kasur di sebelahnya dengan ringannya.
"Belum ngantuk."
"Mata kamu nggak bisa berbohong, udah merah tuh. Kamu nggak mau tidur di samping suamimu?"
Ashel mendengus. Kemudian maju dengan teratur dan menelusup masuk ke balik selimut, tidur dengan posisi miring membelakangi Fariz. Sudah dalam keadaan tidur berdua begitu, Fariz tetap terlihat tenang. Adakah laki-laki normal yang tidak tertarik terhadap istrinya sendiri disaat dalam keadaan demikian? Dan lagi, Ashel dianggurin.
Ashel mendengar suara napas teratur dari arah belakang. Ia menoleh dan Fariz terlihat sudah tertidur.
Ashel kesulitan tidur. Matanya terpejam tapi angan-angannya terbang entah kemana. Kepalanya disibukkan dengan kepribadian Fariz yang sampai detik itu belum bisa ia pahami. Suara napas Fariz yang keras menambah parah situasi. Ashel semakin kesulitan tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY BOSS IS MY LOVE (Sudah Terbit)
ДуховныеBISA DIPESAN DI SHOPEE. Status Fariz yang awalnya adalah senior Ashel saat SMA, kini berubah jadi atasan di kantor setelah lima tahun berlalu. Pertemuan Ashel dan Fariz membuat Ashel jatuh cinta. Tapi sifat Fariz sulit ditebak, membuat Ashel jadi s...