Diam.
Hanya suara serak jam dinding yang menjadi satu - satunya temanku kali ini.
Oh tidak, juga secangkir Cappucino Latte yang baru kubuat dengan malas beberapa menit yang lalu.
"haruskah aku yang berhenti?," tanyaku kepada hatiku sendiri.
Hening.
"ya!! dia sudah lama pergi.Maksudku, dia sudah lama pergi dari semua ingatan ini," sebuah suara menjawabnya.
Kepalaku memutar mencari sumber suara. Tapi nihil. Hanya aku disini seorang. Lalu?
"hei, aku disini. Mengapa kau mencariku. Kau yang menciptakanku tapi kau juga tak mengingatku. Ah, manusia memang naif!," sebuah suara kembali terdengar. Seperti berasal dari sebuah Cappucino yang tengah mengepul di depanku.
"ya, kau sudah melihatku,"
Benarkah ia yang berkata?.
Dunia macam apa yang kuhuni hingga benda mati mendadak menjadi seperti bernyawa.
"sudahlah, lupakan tentangku. Dengarkan saja aku. Dia sudah lama pergi. Entah apa penyebabnya. Mungkin saja hati tak lagi menjadi pengikat. Ada komponen lain yang menyelimutinya. Sedikit lebih mirip dari sebuah sebutan; Komitmen," jelasnya kemudian.
Aku masih tak habis fikir.
"lalu, haruskah aku berhenti?," aku mencoba bertanya padanya. Ini seperti hal konyol yang sering dilakukan oleh orang gila pada umumnya.
"ya. Akhiri dengan segera. Tak akan ada yang tau bagaimana kisah ini nanti. Sudah kukatakan, ini adalah tentang sebuah komitmen. Ia saja diam. Akankah kau ingin selalu bersuara?!," suara itu kembali memprovokasiku.
Aku mengernyitkan dahi sejenak.
"ia. Siapa yang kau maksud?!,"
"tentu saja ia. Ia yang sedang kau tawan selama ini dalam otakmu, Starla!!, " jawab suara itu.Deg!!
Jadi ini tentang dia. Dia yang masih setia membungkam perasaan sampai saat ini. Entah apa yang sedang ia simpan. Suka atau benci.
Entahlah.
Ahaha. Aku masih tak percaya atas apa yang terjadi. Tentang Cappucino Latte yang bersuara. Tentang sebuah perasaan yang tengah rapi kusimpan tetapi malah ku muntahkan sendiri. Ini gila.
***
Kuteguk Cappucino Latte dengan segera. Berharap ia tak kembali hidup seperti yang baru saja kualami. Semoga Cappucino Latte itu benar - benar tak bersuara seperti apa yang baru kusimpulkan.
Ini hanyalah buah dari fikiranku yang tak berguna. Pasti.
Malam kian larut. Cappucino Latte itu telah benar - benar habis. Hanya beberapa tetes liter yang masih tersisa di dasar cangkir. Nikmat dan hangat mengaliri tenggorokanku.
Namun ada hal lain yang masih tersisa selain tetes Cappucino itu. Sebuah kesimpulan dari beberapa percakapanku bersama Cappucino Latte.
Benarkah percakapan itu?.
Ataukah ini, sekali lagi hanyalah sebuah ilusi.
***
" apakah dia memang sengaja diam?," kembali aku bertanya entah pada siapa.
Hhh. Apa yang sedang aku debatkan. Hanya karna Cappucino Latte yang tiba - tiba saja bersuara, lalu aku harus menjadi manusia se canggung ini terhadap diriku sendiri.
Kosong.
Ah, mungkin saja benar.
Ia telah lama pergi dari semua pertanyaan ini.
Ia telah memutuskan untuk beranjak pergi dari rasa ketergantungan yang tinggi.
Ia bukan lagi jadi tawananku.
Ia bukan nirmalaku.
Iya, bukan.
***
Waktu berjalan terasa lebih cepat. Kubawa cangkir kotor sisa Cappucino Latte ke dapur dengan senyum yang mengembang tipis. Bukan karna aku mulai menjadi gila. Namun aku baru saja menemukan sebuah kepastian yang selama ini menutupi kebungkamanku.
Kosong.
Ruang rindu semakin larut.
The End.
KAMU SEDANG MEMBACA
KOSONG
Short StoryTentang ilusi yang mendebat fikirannya sendiri. Tentang kopi yang mendadak menjadi hidup, dan menjelaskan semua yang tidak dimengerti.