[Cecile Douglas]
Aku hanya ingin tahu kenapa itu bisa terjadi pada putriku.
Maksudku, Lara adalah gadis yang lemah, terlalu lemah bahkan hanya untuk menunjukkan jempol kakinya pada matahari atau mengintip apa yang terjadi di luar jendela kamarnya. Dia tak mampu untuk memukul seekor lalat pun atau berani melihat bagaimana aku memusnahkan koloni kecoak di ruang bawah tanah dengan semprotan anti serangga.
Dia bukan penakut seperti yang kaukira.
Dia hanya lemah.
Sekali lagi kukatakan, Lara adalah gadis yang lemah.
Namun, dari semua itu, putriku juga kuat. Dia punya pendirian yang tak mudah goyah dan hal itu membuat ia menjadi keras kepala. Terkadang aku merasa lelah untuk menghadapinya kalau dia mulai bersikap seperti itu.
Biasanya, aku akan mengurung dia di kamarnya hingga ia berhenti merengek dan berjanji menjadi anak yang baik serta tidak mengulangi apa yang ia lakukan sebelumnya. Dia akan menunaikan janjinya, aku menjamin. Aku sangat mengenal putriku. Setelahnya, aku akan memberikan dia hadiah. Apapun benda yang ia inginkan itu, sebagai balasan telah bersikap baik. Akan tetapi, sewaktu aku melihat dia keluar dari kamarnya dengan seluruh kain yang melingkupi tubuhnya, aku tahu ada sesuatu yang salah.
Jadi, aku memutuskan untuk membawanya ke pendeta.
Sekalipun sore itu merupakan sore terdingin di bulan Desember dan berita cuaca di radio menyarankan agar tak ada yang berpergian karena diperkirakan akan terjadi badai salju. Aku tidak peduli. Dalam pikiranku hanya satu.
Aku harus menyelamatkan putriku dari apapun yang merasukinya.
[Bapa Rockwell]
Aku sedang membersihkan ruang jemaat ketika pintu gereja diketuk kuat. Suara seorang wanita putus asa terdengar, membuatku cepat-cepat bergerak ke depan untuk membuka pintu. Wanita itu berpakaian seadanya; jaket tanpa syal maupun topi, bahkan dia mengenakan sendal alih-alih sepatu. Di belakangnya ada seorang gadis dengan kain yang menyelimuti tubuhnya, sehingga hanya wajah dan tangan yang terlihat.
Dan menurutku, gadis itu mengeluarkan aura bahagia yang menggelitik.
"Bapa, kumohon tolong lihat putri saya," kata wanita itu.
Aku tidak langsung membantu, perlu kacamata untuk memeriksa si gadis. Lagi pula, aku butuh tahu siapa yang berada di hadapanku. Aku pun hanya menggiring mereka ke dalam, membantu mereka agar dapat duduk di bangku terdepan, sebelum aku ke ruangan lain untuk mencari kacamata.
Ketika aku kembali, aku terkagum dengan apa yang kulihat.
Gadis itu ternyata punya wajah yang bercahaya. Seolah-olah dia diberkati langsung oleh Tuhan. Pandangannya kosong, tetapi mulutnya terus mengomat-ngamitkan sesuatu. Aku mendekatkan telingaku pada mulutnya, mencoba untuk mendengarkan apa yang ia katakan. Dan, sungguh, aku sangat terkejut.
Dia berkata, "Allah, Allah," berulang-ulang. Seperti nama Tuhan kami, tapi dengan pengucapan yang sedikit berbeda.
Aku hanya mampu menggelengkan kepala.
Sang ibu, yang kutahu bernama Nyonya Douglas--salah satu jemaatku yang taat--bertanya, "Apa yang merasukinya, Bapa?"
Aku menggeleng. "Dia baik-baik saja."
"Tapi, kenapa dia berpakaian seperti itu? Kenapa dia terus meracau hal yang tidak kumengerti?"
Aku tidak menjawab. Maksudku, aku juga tidak paham kenapa gadis ini bersikap demikian. Walau aku punya sebuah opini, tapi aku tidak kuasa untuk mengatakannya. Kuputuskan untuk menyunggingkan seulas senyum sebelum mengantar keduanya keluar gereja.
KAMU SEDANG MEMBACA
100 Days Evidence
SpiritualMengandung konten SARA, dimohon kebijaksanaannya. =============== [15+] Namanya Lara Douglas. Dia sudah lima belas tahun hidup dan tinggal di kota ini, walau hampir tak ada yang mengenalnya kecuali ibunya serta pendeta dan para jemaat di gereja. Aka...