Humanoid : Hyester

1.6K 183 17
                                    

Takdir itu ibarat semesta, tak terbatas dengan banyaknya peristiwa kosmis. Dengan berjuta-juta bintang hingga berjuta-juta partikel yang membentuk kesatuan. Saling terhubung satu sama lain.

Lalu kematian itu ibarat lubang hitam. Dimana ruang dan waktu terdistorsi sedemikiannya hingga tiada satu pun, bahkan cahaya pun, yang dapat lolos darinya.

Dan cinta itu ibarat gravitasi. Tak peduli jarak yang membentang. Selama dalam satu garis edar sang takdir. Maka ke dalam pelukannya lah kau akan jatuh.

.

.

The names and characters belong © Masashi Kishimoto.

Copyright © 2016. Humanoid : Hyester by RistaCherry

The story are fiction written by author

.

.

Aku tengah menyesap kopi saat fenomena aneh datang malam itu. Sebuah cahaya meluncur melintasi pondokku menuju ladang barat. Cahaya itu sangat benderang di gelapnya malam. Mengirim gelombang cahaya melintasi celah di antara korden berwarna pastel yang menyelimuti jendela kayu pohon oak pondokku.

Suara gemeretak pepohonan terdengar nyaring di sunyinya malam itu. Saat cahaya itu menghilang, terdengar bunyi yang memekakan telinga. Dengungan aneh merambat di udara malam.

Dengan perasaan ingin tahu, aku menuju sumber suara. Aku mengambil senter di salah satu laci dan memasang mantel abu-abuku untuk menghalau dinginnya malam. Aku berjalan melalui pagar rumah dan melangkahkan kaki menuju ladang.

Bunyi aneh itu menghilang tiba-tiba dan menyisakan keheningan malam. Semua mendadak sunyi, kesunyian yang aneh. Cahaya senter membelah gelapnya jalanan. Pelita yang membimbingku menemukan jalan yang tepat.

Sejauh mata memandang, aku bisa melihat sebuah kawah terbentuk di ladang. Kawah itu kira-kira berdiameter 10 kaki. Aku menghentikan langkah sudah ada logika-logika yang berseliweran di pikiranku. Asteroid, bintang jatuh, kawah bintang, dan radioaktif. Kata-kata yang sering aku baca di buku sekolah dulu, kini berputar-putar dalam pikiranku

Aku berniat kembali dan menelpon polisi. Karena bisa berbahaya jika aku mendekat kesana. Mungkin tempat itu kini terpapar radiasi. Aku tidak tahu seberapa besar itensitas radiasi di sekitar kawah jadi aku tak akan mengambil resiko untuk mendekatinya.

Aku sudah akan melangkahkan kaki sebelum sebuah tangan menggapai pinggiran kawah. Aku menajamkan mata kelamku. Dan tanpa menunggu waktu, aku segera berlari menuju kawah itu.

Aku mendapati sesosok gadis penuh luka mencoba untuk keluar dari kawah. Kuraih tangan si misterius itu kemudian menariknya ke atas. Kawah itu terasa hangat tapi tangan gadis ini sedingin es. Tubuh gadis itu telanjang dan basah dan lengket. Ada cairan bening aneh yang melumuri tubuhnya.

Kubuka mantelku dan menyelimuti gadis ini. Dia meringkuk dalam balutan mantelku. Aku baru bisa memandangnya intens saat ini. Rambutnya mencolok berwarna merah muda. Matanya berwarna hijau bening terang. Ada luka-luka di beberapa bagian tubuhnya.

Siapa dia?

Tapi itu tidak penting sekarang, gadis ini kelihatannya sangat lemah. Entah karena apa, tapi hatiku meminta agar aku menolong gadis ini. Walaupun logikaku bilang supaya aku tidak berurusan dengan hal-hal aneh semacam ini. Tapi kali ini logikaku kalah, jadi aku segera mengangkat gadis ini dalam gendonganku dan membawanya menuju pondok.

Aku meletakkan gadis itu di sofa. Gadis itu memandangku aneh. Aku agak risih memandang gadis ini telanjang. Meskipun tertutup mantel, tetap aku bisa melihat tubuhnya. Jadi kuambil selimut di lemari kemudian membentangkannya pada tubuh si misterius.

𝐡𝐮𝐦𝐚𝐧𝐨𝐢𝐝 : 𝐡𝐲𝐞𝐬𝐭𝐞𝐫 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang