Prologue
-Avara City, Oct 991 X-
Niken POV:
"Pembunuh! Kau pembunuh...!"
Aku melihat gadis itu menunjuk ke arahku sambil berteriak. Aku memandangi sekitarku. Genangan darah di mana-mana. Puluhan mayat tergeletak dengan darah berceceran tepat di hadapanku. Aku menatap diriku sendiri. Tanganku bersimbah darah. Apa yang telah kulakukan?
"Pembunuh! Kau seorang pembunuh!"
Tanganku gemetaran. Warna merah kental itu begitu menyeramkan. Apakah aku yang membantai mereka semua? Kalau iya, aku tidak percaya dengan yang telah kulakukan. Kepalaku terasa berat, seakan-akan ada yang membisikkan sesuatu di kepalaku untuk menghabisi semua orang di sana. Di sisi lain, teriakan gadis itu semakin nyaring. Kata-kata 'kau seorang pembunuh' terus terngiang-ngiang di telingaku, mengganggu pendengaranku. Mataku terasa sakit dengan warna darah yang semakin pekat. Bau amis menambah rasa sakit semakin menyayat-nyayat. Aku jatuh terduduk sambil memegang kepalaku yang kesakitan. Suara-suara itu semakin menggema dalam atap kapal udara sihir ini. Magical Airship, yang mengambang di udara mulai menyusup jatuh. Nuansa semakin gelap. Beban berat yang seakan bertumpu pada tubuhku membuatku tidak berkutik. Aku seperti mau mati.
.
.
Aku tersentak dari tidurku. Aku terbangun sambil terduduk. Tubuhku basah kuyup karena keringat dingin. Badanku menggigil meskipun suhu badanku terasa hangat. Perlu waktu lama untuk menyadari kalau pemandangan kematian tadi hanya mimpi. Rasa dan sensasi kematian itu, semuanya terasa begitu nyata.
Ini bukan hal yang baru bagiku. Setidaknya, hampir dua tahun aku memimpikan hal yang sama. Tapi sensasinya tetap mengerikan tiap kali aku mengalaminya. Puji Dewi Melody, aku masih belum gila menjalaninya. Selama ini juga aku tidak pernah menceritakan mimpi ini kepada siapa pun. Terutama kepada gadis dingin dan judes, sang Artest sekolah Asharmnoor alias kakakku sendiri, Echo Akira van Melody, satu-satunya keluargaku yang paling tidak kusukai.
"Kamu tidak apa, Ken?"
Aku terkejut setengah mati mendapati kakakku yang sedang kulamunkan sudah berada di sampingku. Kanapa dia tiba-tiba ada di kamarku dan mengamatiku?
"K-k-kakak? Se-se-sejak kapan ada di kamarku?" ujarku setengah berteriak histeris.
Bagi seorang cewek, wajar jika cukup histeris saat mendapati seseorang yang entah dari mana tiba-tiba masuk ke kamarnnya, duduk di sampingnya, dan menatapnya saat dia tidak menyadarinya.
"Kyaa...! P-P-Pergi...!" Sebal sekali rasanya melihat wajah itu. Tapi kak Echo langsung menutup mulutku cepat-cepat sebelum jeritanku semakin kencang.
"Woi! Woi! Bukan salahku kamu membiarkan kamarmu tidak terkunci dan kamu ngelindur kencang-kencang saat tidur! Wajar aku kuatir dan masuk kamarmu tanpa permisi!"
"Kakak tidak melakukan perbuatan yang aneh padaku, kan?"
Cewek di depanku tidak mempedulikan ucapanku. Dia menaruh dahinya di dahiku sambil memegangi kepalaku, mencegahku berontak. Wajahku memerah. Aku menatap terus wajah kak Echo. Dia begitu cantik dan memesona, membuatku tidak bisa mengalihkan pandangan.
"Kamu sedikit hangat!"
"G-g-gyaa!!! Apa-apaan ini main tempel...!"
"Hush! Diam! Dari tadi kamu ini panik melulu. Aku ini kan kakakmu, wajar dong mengecek kondisi adiknya yang saat tengah malam mengigau tidak jelas sampai berkeringat kayak gini! Apa kamu bermimpi buruk?"
"Uhm... gak... cuman...," aku tidak bisa menceritakan hal ini pada dia. Aku menggeleng kecil.
"Ah, aku tahu. Pasti kamu mimpi soal cowok, kan?"
"Eh, itu... Sudah, lah! Aku mau tidur lagi!"
"Apa perlu kakak temenin lebih lama biar kamu gak mim—"
Kudaratkan bantal ke muka kakakku dengan sangat kesal.
"Tidak mau! Weekkk...!"
Kakakku mendadak tertawa sambil mengambil bantal yang menutup mukanya. Aku bahkan bisa melihat air matanya yang begitu menyebalkan saking kuatnya dia tergelak. Dia, si cewek dingin, cuek, jutek itu bisa terpingkal gitu? Lagi-lagi dia menunjukkan sisi ramah yang selama ini dia sembunyikan?
"Lucu sekali adikku ini. Tentu saja aku hanya bercanda. Kau sangat polos, Ken!"
Kakakku mengusap kepalaku yang secepat mungkin tangannya kukibaskan menjauh. Dia tersenyum kecil, lalu pamit, pergi sambil menutup pintu. Aku melambaikan tangan dan tersenyum.
Eh, tumben aku melambaikan tangan dan tersenyum?
Aku tertegun melihat sikapnya tadi. Bukankah dia biasanya cuek dan dingin? Kenapa akhir-akhir ini dia sering memperhatikanku? Ini memang bukan pertama kalinya, tetapi sejak mimpi itu intens mengganggu tidurku, kakakku sering mengajakku berbicara dan bercanda akhir-akhir ini. Apakah ada hubungan antara mimpiku dengan sikap aneh kakakku.
Echo POV:
Aku tidak bisa diam saja melihat Niken berkali-kali diserang mimpi buruk itu.
Ini salahku. Sejak peristiwa yang merenggut keluargaku, aku jarang memerhatikannya. Aku melarikan diri dari kenyataan dengan lebih banyak belajar dan berlatih di Akademi. Memang benar, aku mendapat predikat terbaik dan menyandang gelar Artest, gelar tertinggi bagi para siswa sekolah Ashamnoor. Murid kebanggaan, sekaligus wakil dari Grand Master Wilheim dan seorang yang dijuluki Spellblader yang terakhir. Tetapi apa artinya jika aku tidak bisa menciptakan suasana rumah yang hangat untuk kami berdua?
Aku jarang mengajaknya berbicara, selalu bersikap tegas padanya layaknya komandan memberi aba-aba pasukannya. Aku iri melihatnya begitu akrab dengan teman-temannya. Aku iri melihatnya mempunyai banyak teman, sedangkan aku hanya punya dua orang teman. Aku cemburu melihatnya lebih perhatian kepada teman-temannya ketimbang aku. Masa lalu kelamku tentang dirinya membuatku menjauh, menghindar, bahkan jarang menemuinya untuk sekedar menanyakan kabar. Masalah apa yang sekiranya dia alami? Apa dia punya pacar? Apa teman-temannya di sekolah Menengah Asghar baik? Bahkan untuk sekedar bekal yang kutinggalkan untuknya di meja makan, aku tidak tahu, apa rasanya enak?
Dan sekarang dia mengalami mimpi buruk itu. Sebuah mimpi yang merupakan gambaran darinya di masa empat tahun lalu. Sisi half-fox, sisi separuh rubahnya, sisi setan yang dia miliki akan bangkit seandainya aku membiarkannya seperti ini terus. Mimpi itu bisa merubahnya menjadi sesuatu yang bukan dia. Sama seperti saat itu, saat di mana sisi half-fox miliknya bangkit dan membuat kedua orang tua kami. Papa sang ksatria kilat putih dan mama, penyihir roh bintang yang terbaik, dibuatnya meregang nyawa saat berusaha mengembalikan Niken seperti semula. Semua semakin menyakitkan saat Niken merenggut nyawa adik perempuan kesayanganku.
Kini, hanya aku yang tersisa untuk merawatnya. Aku sudah bersumpah di atas nisan mereka untuk merawat Nike,tapi yang kulalui selama empat tahun ini hanya untuk diriku sendiri. Rapalan mantra segel kedua orang tuaku yang menyegel sebagian ingatan Niken tentang sisi gelap dalam alam bawah sadar sudah semakin melemah. Ini salahku. Keegoisan dan kebencianku yang membuat ingatan dan mimpi itu kembali muncul.
Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, aku melarangnya mempelajari Sihir dan Mana MagicArt, sesuatu yang mampu membangkitkan kembali kekuatannya. Aku terus mengawasinya, bahkan secara diam-diam meminta kepala sekolah untuk menghindarkannya mempelajari ilmu ini.
Aku harus mengembalikan Niken seperti sedia kala. Memulihkan jiwanya. Membuatnya tidak membenciku. Serta menghentikan mimpi dan ingatan itu muncul lagi.
Kupandang langit malam, rembulan terang muncul dari balik awan lembut. Aku berdoa, semoga para dewi melindungi kami besok, dan semoga keberuntungan tetap menyertai kami.
[A/N : Ini adalah Prolog yang dah kurivisi.
Thank Banget: alcyon2011, jukhoyul54
Alcyon2011 for Refix and Discuss with me.
Jukhoyul54 for Proofread
Thank for Reading!]
KAMU SEDANG MEMBACA
Niken Prida van Melody (ニッケン・プリダ・バン・メロディ)
FantasyNiken adalah sesosok Half-Fox, lebih tepatnya manusia setengah rubah putih. Hal itu karena dia bukan terlahir secara alami, tapi karena eksperimen cloning yang dilakukan oleh Penyihir Hitam, Kaisar Agares, Devil Lord Dante, dan kedua belas scientist...