Niken POV
Niken POV:
Malam itu hujan turun dengan derasnya. Kututup jendela kamar agar tetesan air hujan tidak masuk dalam kamarku. Kubaringkan tubuh di atas ranjang. Aku berharap kesiangan. Aku tidak ingin kakak membawaku ke Shrine besok.
Aku benci Shrine. Aku benci rutinitas membosankan ini. Untuk apa? Setiap pagi, sejak orang tua kami meninggal, kakak selalu memaksaku ke sana. Bukannya aku benci dengan kewajiban kami bersembahyang untuk kedua orang tua kami. Aku hanya benci kakak yang selalu mengungkit-ungkit soal itu. Caranya menyuruhku. Caranya memerintahku untuk mengikuti maunya. Aku benci dengan sikap sok mengaturnya tanpa mempedulikan apa mauku.
Malam semakin larut. Aku hanya membolak-balikkan tubuhku di ranjang. Sulit untuk tidur. Kembali teringat betapa menyebalkannya kakakku. Soal dia yang mencoba mengatur hidupku. Menyuruhku belajar ini dan melarangku belajar itu. Aku teringat tentang Magic Art, keinginanku mempelajarinya, dan sikap keras kakak yang menolak mentah-mentah keinginanku menguasai Sihir dan Mana tentangnya.
Terdengar suara lantai kayu yang diinjak perlahan. Itu pastilah kakak. Seperti biasa, dia melakukan sesuatu yang selalu membuatku jengkel. Mengupingku dari luar untuk memastikan aku sudah tertidur.
"Ken, kau masih terjaga?"
Aku bisa merasakan suara pilunya seakan mencekik udara malam yang dingin. Nada yang menunjukkan rasa kekhawatiran. Aku ingin bangkit dan membukakan pintu untuk meyakinkannya kalau semuanya baik-baik saja. Mengingat sikap sok mengatur dan hal-hal lain yang menyebalkan soal dia, aku malas untuk beranjak dan membalas ucapannya.
"Ken?"
Aku menutup wajahku dengan bantal, mencoba tidak mempedulikan suara yang penuh gelisah itu.
"Aku..., uhm, tidurlah yang nyenyak..."
Dari suara derit lantai kayu, aku bisa memastikan dia masih berdiri di depan pintuku.
"Besok akan kubangunkan kau pagi-pagi sekali untuk ke Shrine... seperti biasanya."
Ah, soal itu lagi. Shrine itu lagi. Tidak bisakah dia berhenti untuk membahasnya? Apa perlu aku membuka pintu dan berteriak di hadapannya kalau aku tidak ingin lagi mendengar kata-kata itu dari mulut sok mengaturnya.
Tapi hanya keheningan yang ada. Aku masih membenamkan wajahku dalam bantal sembari berusaha mendengar apa kakak masih berdiri di depan pintu.
"Aku...," suara sedikit terbata terdengar lirih, "Aku menyayangimu, Niken."
Suara derit lantai kayu kembali terdengar. Kakakku berjalan menjauh dari pintu kamar setelah mengucapkan kata-kata dengan nada yang cukup menyayat untuk diingat. Aku merasa mataku memanas. Tanpa kusadari air mata mengalir di pipi.
Echo POV:
Aku tahu Niken belum tidur. Aku bisa merasakan kegelisahan dan ketidaksukaannya kepadaku. Aku seorang artest, merasakan hawa yang penuh emosi seperti itu bukanlah hal susah bagiku. Hal yang membuatku semakin merasa tidak nyaman. Aku tahu aku seperti seorang kakak yang suka mengatur dan mengendalikan hidup adikku. Memaksanya mengikuti rutinitas, memaksanya melakukan ini, dan memaksanya untuk tidak berbuat itu, aku jauh dari tipikal kakak yang manis dan penyayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Niken Prida van Melody (ニッケン・プリダ・バン・メロディ)
FantasyNiken adalah sesosok Half-Fox, lebih tepatnya manusia setengah rubah putih. Hal itu karena dia bukan terlahir secara alami, tapi karena eksperimen cloning yang dilakukan oleh Penyihir Hitam, Kaisar Agares, Devil Lord Dante, dan kedua belas scientist...