Istri yang bekerja atau yang total mengurus rumah tangga?
KETUKAN beruntun dari rinai hujan membangunkan Aries. Tidak terlalu deras, tapi cukup menghidupkan kesunyian di sekitarnya. Namun saat hendak kembali tidur, sesuatu menyentuh punggungnya. Aries mengernyit dan kala hal tadi terjadi lagi—lebih lembut dan lama—dia mengembangkan senyum samar."Hei, puas banget cium punggungku."
"Astaga, aku kira kamu tidur." Ada keterkejutan dalam suara Winona. "Sori. Kayaknya gara-gara... ya. Maaf juga karena kita malah bermalam di No. 46, bukan apartemenmu."
Aries terkekeh samar. "See, they're right. We should get married soon. Aku enggk perlu repot bawa kondom ke mana-mana. Kamu juga bakal lepas dari beban siklus menstruasi—"
"Siklus haid bukan bebaaan." Winona mengeratkan pelukan, lalu memberi ciuman bertubi di pundak dan punggung Aries. Mendapati sang kekasih semakin sering dan tak segan membicarakan pernikahan sebenarnya membuat Aries senang dan optimis. Meski belum memikirkan tanggal, dia merasa momen sakral itu kian mendekat kepada mereka.
Namun, tentu saja, masih ada banyak hal yang harus mereka diskusikan.
Karena tak lama berselang, Winona menghentikkan ciumannya dan berbisik, "Aries, kayaknya Nindya bakal mempromosikanku sebagai editor di YummyFood."
*
Beberapa jam sebelumnya, Aries dan Winona berada di sebuah restoran Asia; memenuhi undangan pernikahan dari salah satu teman kuliah sang kekasih. Resepsi berkonsep garden party itu berhasil menyita perhatian mereka. Tipe pesta yang sebenarnya Aries inginkan. Tidak terlalu ramai; hanya didatangi oleh kerabat keluarga dan teman-teman terdekat.
Winona, mengenakan gaun selutut tanpa lengan berwarna peach, baru menandaskan sepiring kakap asam manis dan tengah menikmati segelas jus jeruk. "Aku kira Mona enggak akan nikah. Dia tipe pekerja keras banget. Aku bahkan enggak pernah lihat dia bawa cowok atau deket sama siapa gitu. Katanya Mona siap resign supaya bisa ngasuh anak sendiri. Padahal sekarang dia udah sukses jadi manajer."
"Kalau jodoh, bagaimana? This kind of fate sometimes changes people." Sejujurnya, hal itu juga terjadi pada Aries. Keinginan untuk memiliki komitmen serius baru muncul setelah dia bertemu Winona. "Omong-omong, makanannya enak."
Mereka berkeliling sesaat; menjumpai segelintir kenalan dan basa-basi. Sesekali mengomentari menu dan pakaian para tamu. Sekitar setengah jam kemudian, Winona menyeret Aries ke tempat parkir. Agak aneh. Biasanya, Aries yang meminta untuk meninggalkan tempat resepsi.
"Kelihatan bakal hujan," Winona menjawab saat Aries menanyakan alasan mereka harus pulang. "Aku juga lupa bawa jaket. Kalau terlalu lama di sini nanti masuk angin."
"Pakai ini dulu." Kemudian, Aries melepaskan jaket dan menyampirkannya ke punggung Winona. Sebelum dia menyentuh setir, Winona mencondongkan tubuh dan mencium lehernya. Aries membeku sejenak dan saat menoleh, sang kekasih kembali memberi satu kecupan. Kali ini di bibirnya.
Aries memindai situasi di luar. Mobilnya berada di lahan kosong samping restoran yang sengaja disewa untuk tempat parkir. Tidak ada banyak orang yang lalu-lalang dan penerangan pun agak remang.
"You're not usually doing this." Namun, Aries membalas kecupan Winona. Tanpa diduga, gadis itu beranjak dari jok dan nyaris pindah ke pangkuan Aries kalau tidak dia tahan. "Tunggu, aku bakal susah konsen di jalan nanti."
Sang kekasih mencebik sebal. "Apartemen kamu jauh dari sini."
"Kenapa harus ke apartemenku kalau ada tempat lain yang lebih dekat?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Nights with Aries
RomanceAries menyodorkan empat pak pembalut kepada kasir. "Buat istrinya, ya, Mas?" "Iya." Aries punya kehidupan normal dari pukul enam pagi sampai enam sore. Di luar jam itu, ada kisah-kisah tak terduga menantinya setiap malam. *** © 2016 Erlin Natawiria