"Kita harus belajar jadi anak sastra. Karena dari sanalah kehidupan kita bermakna."
______________________________________
Malam ini Rivan tak bisa tidur. Kenangan sejak satu tahunan yang lalu membuat dirinya sering melamun seperti saat ini.
Dan untuk membunuh rasa bosannya, ia bermain gitar atau paling tidak membaca komik. Tapi anak bertubuh tinggi itu lebih menyukai membaca tentang sastra. Paling tidak ia mengerti apa itu bahasa.
Anak pertama dari dua bersaudara itu memang tampan. Tapi tidak menjadikan dia sebagai yang dikatakan anak anak lain 'most wanted boy'. Ia anti kata itu.
"Den, Makan malam dulu." Ucapan Bi Wati membuatnya langsung menuju ke lantai bawah dimana disana ada meja makan disamping dapur.
"Kenna mana Bi?" tanyanya sopan pada bi Wati-—asisten rumah tangga.
"Oh, Non Kenna lagi belajar. Katanya besok ada ulangan harian. Saya suruh turun dulu katanya nanggung tinggal sedikit," ucap perempuan separuh baya tersebut.
Rivan akhirnya makan malam sendirian tanpa Adik, Mama dan Papanya. Keluarga nya memang lengkap. Tapi sayang, Mamanya masih asik bekerja di kantornya. Dan Papanya sudah sejak satu tahunan lalu tinggal di Amerika untuk menangani perusahaan saham dia.
"Kak?!"
Teriakan Kenna cukup membuat mood nya lebih buruk. Karena yang dipanggil tidak segera menemuinya, akhirnya Kenna turun untuk menemui sang kakak.
"kak!"
Yang ditanya justru hanya mengerutkan dahi. Tanda ia bertanya.
"Gue pinjem."
"Apa?"
Ini yang tidak disukai Kenna dari seorang Rivan. Ia sangat singkat jika menjawab pertanyaannya. Padahal yang Kenna tahu, anak itu dulunya sangat periang dan gembira. Entah apa yang mengakibatkan diri kakaknya seperti itu. Dan itu seperti nya juga bukan urusan Kenna.
"Buku quotes Kakak."
Rivan memang memiliki buku quotes meski laki-laki. Tapi menurutnya, kita harus belajar jadi anak sastra. Karena dari sanalah kehidupan kita bermakna.
"Ambil sendiri aja."
"Ya tapi dimana?!"
"Di rak buku lah," jawab Rivan kesal. Bagaiman tidak? Makan malamnya terganggu oleh adiknya—Kenna.
Kenna segera mencari buku itu diantara kumpulan komik milik kakaknya.
Tak butuh waktu lama, akhirnya dia menemukan buku itu.Dia segera membawa buku tersebut ke kamarnya yang terletak di sebelah kanan kamar Rivan. Ia membaca halaman pertama dan selanjutnya di balkon kamarnya. Ia menyukai keheningan dan kegelapan seperti ini. Apalagi ditemani bintang-bintang malam. Anak yang mempunyai bintang Leo ini masih di SMP kelas tiga.
Ia membutuhkan buku ini karena ada tugas dari guru fisikanya untuk membuat kata kata yang berhubungan dengan fisika.
Si cantik itu tersenyum riang ketika sudah mendapat ide. Tapi teriakan dari sang kakak membuatnya murung.
"Dasar pengganggu!" umpatnya pelan.
"Lo dimana sih?!" teriakan Rivan rasanya sangat keras di telinga Kenna. Apalagi dia sudah makan malam, pastinya energinya lebih banyak.
"Di balkon!"
Rivan segera menuju ke arah adiknya.
Tetapi getaran dari ponselnya menghentikan ia berjalan. Ia berbalik menuju kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
360 Derajat [Completed] ✔️
Teenfikce"Percayalah, berhentinya putaran itu karena elo." Kata orang, cinta itu seperti matahari. Tenggelam di satu tempat, terbit ditempat yang lain. Tapi bagi Rivan Aditya Putra, kalimat itu sama sekali tidak berlaku buat mantan satu-satunya yang bernama...