SATU

12.3K 649 30
                                    

Warning ; Typo




"Bentar upload dulu."

Tingginya semapai, menatap kesal sahabatnya yang masih sibuk dengan ponsel, mengetuk layar kemudian menulis sebuah caption keren di post-an akun instagramnya. Padahal tadi pagi gadis itu mengatakan Kita quality time yuk. Tapi pada kenyataanya dia malah sibuk mengambil gambar lalu mengunggahnya di sosial media.

"Please Dinda, kita jalan baru 2 jam dan kamu udah ambil foto lebih dari 10 kali."

Begitu katanya setelah menghitung-hitung bagaimana Dinda terlalu menghabiskan waktu.

"Apasih, gak usah di itungin segala."

Samantha mendengus, lagi-lagi di abaikan oleh gadget itu.

"Quality time apanya sih."

"Samantha bawel, iya iya bentar satu foto lagi."

Tidak tega sebenarnya, dari tadi wajah Samantha sudah di tekuk kesal menunggu Dinda yang sibuk memuaskan jiwa ingin pamer-nya. Tapi ini pantai, terlalu indah jika tidak banyak-banyak di abadikan lewat foto.

Dinda kembali menatap sekitar, mencari lagi spot bagus untuk fotonya kali ini. Matanya berhenti di sebuah dermaga reyot. Disana terlihat lebih sepi tidak ramai seperti di tempat lainnya, detik itu juga Dinda memutuskan menjadikan dermaga itu sebagai spot foto terakhirnya sebelum Samantha kembali marah.

Di belakangnya Samantha menunduk lesu. Sambil berjalan sambil menendang-nendang pasir sambil bersungut-sungut, kedua tangannya tersimpan rapih di saku jaket parka. Cekikikan Dinda terdengar saat berusaha menahan tawa melihat wajah Samantha yang semrawut menahan kesal.

Dinda berjalan mundur sambil menatap Samantha yang meskipun menunduk masih terlihat sangat cantik. Goresan-goresan dari tanah negri kincir angin masih terlihat meskipun samar. Kakek dari ibunya kebetulan berdarah belanda, dan menikah dengan neneknya yang asli sunda. Maka jelaslah, kenapa Samantha yang kadang mengomel menggunakan bahasa sunda itu memiliki bercak-bercak freckles cantik.

Sementara Dinda asli berdarah sunda. Ayah dan Ibunya tinggal satu desa dan bertetangga, benar-benar bukti nyata dari pacar lima langkah.

Tapi Dinda masih tetap cantik, begitulah yang ibunya katakan. Dinda cantik.



Samantha masih berjalan menunduk sampai tidak sadar jika Dinda berhenti melangkah dan berdiri di hadapannya, membuat dagu Samantha bertabrakan dengan dahi gadis pendek itu.

Keduanya mengaduh, mengusap dahi dan dagu masing-masing.

"Dinda! Ngapain berdiri di situ sih?!"

"Kamu juga! Kalau jalan itu jangan sambil nunduk, nabrak kan." Dinda balik mengomel padahal dahinya sudah merah-merah tertabrak dagu runcingnya Samantha.

"Udah ah, aku nunggu di mobil aja. Kalau udah beres fotonya kasih tau."

Samantha hampir berbalik kembali ke parkiran pantai tapi tangan Dinda langsung menariknya sementara satu tangannya masih mengusap-usap dagunya yang ngilu. 

Di tarik tiba-tiba seperti itu, hampir saja Samantha terjengkang ke belakang jika tidak segera menyeimbangkan tubuh. Lagi-lagi Samantha mengomel kesal.

"Din! Mau kemana sih?"

Dinda bukannya menjawab malah terus menarik Samantha sambil berlari berdua di sepanjang pesisir pantai. Orang-orang yang mereka lewati melihatnya aneh. Mohon maaf, apa ini sedang ada syuting video klip? Atau syuting film bollywod?

Sampai akhirnya Dinda berhenti tepat di belakang dermaga yang dia lihat tadi.

"Ayo foto disana."

Dinda menunjuk dermaga itu, Samantha yang melihat jelas langsung tahu tempat itu sangat berbahaya makanya sepi pengunjung. Tapi Dinda ngotot ingin menjadikan dermaga reyot itu sebagai spot foto terakhirnya. Lagi-lagi Samantha pasrah di tarik Dinda begitu saja

"Pegangin."

"Aku nunggu di sini aja."

"Mau selfie berdua!."

"Jatuh ke laut gak tanggung jawab ya."

Dinda mendecih tidak memperdulikan kalimat Samantha. Kalaupun Dinda benar-benar jatuh ke laut dia yakin Samantha akan menjadi orang pertama yang terjun ke lautan untuk menolongnya. Kali ini dia berjalan dengan hati-hati tidak lagi berlari. Tangannya masih mengenggam telapak tangan Samantha, takut jika dermaga reyot ini tiba-tiba ambruk.

Selangkah dua langkah, akhirnya mereka sampai di ujung dermaga itu. Dinda memekik senang merasakan hembusan angin yang terasa lebih kencang daripada di pantai tadi. Matanya mengerjap-ngerjap tertusuk ujung rambutnya yang tertiup angin.

"Tuh disini lebih indah pemandangannya, anginnya seger lagi."

Dinda menusuk-nusuk pipi Samantha menggodanya ketika melihat gadis itu ikut menikmati angin dari dermaga ini.

"Bodo ah, cepetan foto keburu dermaganya roboh."

"Lebay."

Dinda mulai mengacungkan kameranya, kali ini dia merapatkan tubuhnya dengan Samantha. Sementara itu Samantha menunduk menatap Dinda yang 10 senti lebih pendek darinya.

"Ngapain?"

"Selfie lah."

Dinda tersenyum menatap lensa kamera ponselnya. Sementara tangan kirinya memegang ponsel, tangan kananya menyikut perut Samantha membuat gadis itu meringgis nyeri.

"Senyum! Jangan pasang wajah jelek gitu."

Mau tidak mau Samantha tersenyum. Walaupun sedikit terpaksa tapi gadis itu tetap terlihat cantik. Sedangkan Dinda sudah tersenyum lebar dengan rambut yang sudah acak-acakkan tertiup angin.

Crack

Dinda tersenyum puas melihat hasil jepretannya. Meskipun dia tidak pernah merasa cantik saat difoto berdua dengan Samantha. Tapi yasudahlah, masih banyak filter di aplikasi cameranya.

"Ayo balik lagi ke pantai."

"Bentar upload dulu."

"BAH!"


JUST FRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang