Chapter 0.

1.8K 163 78
                                    

Aurora Castleine pov . . .

Jam di tanganku menunjukkan pukul 16.00. Aku bersender pada pohon yang berukuran cukup besar di samping lapangan sekolah. Meluruskan kaki ku ke arah timur. Mataku mengarah pada gerombolan anak junior high school yang sedang terlihat sangat asik bermain basket. Mereka terlihat begitu ceria. Bisa dibilang ini sudah menjadi rutinitasku setiap pulang sekolah. Ini tidak aneh karena gedung senior dan junior memang berada pada satu lahan. Melihat mereka membuatku teringat saat aku masih seperti mereka. Tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Jujur saja, aku cukup iri. Saat aku masih dibangku junior aku belum mengenal apa-itu-cinta-apa-itu-masalah karena dulu apapun yang aku lakukan semua penuh dengan tawa.    

Aku menghela nafas panjang sambil sesekali tersenyum melihat mereka yang sedang asik bermain basket. Aku meletakkan tasku di sisi kanan dan kembali bersender pada pohon besar yang cukup rindang.

"Masih melamun?" seseorang menepuk pundakku. Aku sangat hafal dengan suara itu. Aksen Irish nya sangat kental. Aku menoleh ke asal suara dan mendapati Niall sedang berdiri dengan dua kotak ice cream di tangannya. Ia mengulurkan tangan kanannya ke arahku menandakan aku harus menerima ice cream pemberiannya. Yah, itu sudah sangat biasa.

Aku tersenyum tipis sembari menerima ice cream pemberiannya. Ia terlihat lebih bersemangat saat aku mengambil alih ice cream nya. Aku melipat kakiku-sila agar Niall bisa duduk di sampingku.

"Masih memikirkan Harry?" ucap nya tiba-tiba membuatku tersentak. Padahal aku saja belum sempat memakan ice cream nya. Harry? Bagaimana bisa dia tau? Mataku seketika membulat dan menatapnya tajam. "Jadi kau benar-benar menyukainya?" tanya nya lagi dengan tawa kecil. "Seharusnya aku tidak perlu bertanya, karena jawabannya pasti iya" lanjutnya lagi padahal aku belum sempat membalas pertanyaannya. Niall memang sangat lihai jika menyela pembicaaran orang. Uhm tidak, maksudku pembicaraanku.

"Aku tidak mengerti. Sungguh," aku hanya bisa mendengus dan kembali fokus pada ice cream di tanganku yang bahkan sama sekali belum aku buka. "Tapi, kenapa tiba-tiba kau menyebut namanya?" tanyaku sedikit ragu. Aku hanya penasaran saja.

"Karena itu yang sedang kau pikirkan" balasnya singkat namun sangat jelas. Niall memang benar, aku sedang memikirkan Harry. Walaupun tidak hanya Harry saja yang aku pikirkan, tapi tetap saja bukan, ada Harry dalam pikiranku?

Aku terdiam dan sama sekali tidak merespond ucapan Niall. Entah kenapa, ucapan itu menyinggungku.

-

Suasana hening sesaat. Tak ada satupun yang berbicara diantara aku ataupun Niall. Aku masih fokus dengan ice cream di tanganku yang hanya tersisa setengah ini. Aku mengehela nafas panjang. Berusaha untuk membuka percakapan. "Aku tidak menyukainya" ucapku spontan. Sangat spontan.

Niall menoleh ke arahku dan menatapku tajam. Ia menaikkan alis kanannya, begitupun aku. Suasana begitu awkward. "Kau tau? Aku bisa membedakan orang yang sedang berbohong dan tidak. Dan kau, sudah jelas sangat berbohong," balasnya membuatku mengernyit. Apa alasan yang membuatnya berkata seperti itu? Aku akui, aku memang menyukai Harry. Tapi bagaimana Niall bisa tau sedangkan aku menyimpannya begitu rapat. Bahkan sangat rapat. Mungkin hanya aku dan Tuhan yang tau. Tapi, Niall?

"Jangan bertingkah seolah-olah kau ini adalah paranormal Ni," balasku sedikit cetus. "Kau sama sekali tak tau apapun tentangku" lanjutku yang mungkin lebih keras dari kalimat sebelumnya. Mungkin itu yang membuat Niall tersentak dan langsung membuang ice creamnya.

Ia menatapku dan menundukkan sedikit wajahnya. "Maaf, aku-"

"Lupakan. Aku tak mungkin marah padamu" potongku membuatnya terkekeh.

"Tapi aku serius. Aurora Castleine. Aku tau kau sedang patah hati. Kau harusnya sadar, telalu banyak memikirkan Harry akan membuatmu semakin patah hati. Apa kau tak haus patah hati terus-menerus?" ucapnya membuatku terdiam. Apa Niall mempunyai indra ke-enam atau bahkan ilmu hitam lainnya? Semoga saja tidak.

"Lalu?" tanyaku merespond ucapannya. Terlalu singkat memang. Aku tak tau lagi harus menjawab atau bertanya seperti apa.

"Kalau saja aku yang kau sukai, pastilah kau tak akan mungkin patah hati," balasnya.

Tunggu, apa maksudnya?

-------------------------------------------------------------

Little Black Dress {pending}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang