Samantha menata kue-kue kering berbagai bentuk dan rasa yang telah dibuat sepenuh hatinya ke dalam toples kecil transparan. Peluhnya nyaris saja jatuh dengan mulus ke permukaan kue-kue kering tersebut, yang dibuatnya untuk pria pujaan hatinya, Justin Bieber yang notabene kapten basket di sekolahnya. Well, Justin juga bisa dibilang termasuk pria most wanted di sekolah.
Ia akan memberikan kue-kue tersebut kepada Justin, pulang sekolah nanti.
*Derap langkah kaki yang tergesa-gesa--atau disebut juga lari--terdengar dengan suara lantang di sepanjang koridor sekolah Samantha. Senyum sumringahnya menjelaskan apa yang telah dirasakannya kini dengan tangan yang menggenggam erat-erat rantang kue yang dibawanya.
"Justin!" Akhirnya Samantha sampai di samping pria yang dipanggilnya itu.
Justin hanya menoleh kearahnya dengan tatapan datar. Alis tebalnya terangkat sebelah. Peluhnya menetes dari ujung dahinya. Oh man, dia tampan sekali. Terlihat sangat maskulin.
"Aku membawakanmu kue-kue kering berbagai rasa yang sangat lucu. Aku membuatnya sendiri." Gigi putih Samantha terlihat dengan jelas sambil menaikkan rantang yang dibawanya.
Justin hanya bergumam dan mengangguk-anggukkan kepalanya atas apa yang telah Samantha bawa. Sudah sering sekali ia mendapat hal-hal seperti ini dari Samantha.
"Ini. Pegang ini." Samantha mengulurkan tangannya yang sedang menenteng rantang yang digenggamnya. Ia mengerutkan dahinya karena Justin tak kunjung menerima kue keringnya.
"Justin?" Sudut mata Justin terarah ke arah Samantha.
"Makan saja sendiri." Justin melengos pergi dan kembali melanjutkan permainan yang sempat tertunda tadi, meninggalkan Samantha dengan hati yang tergores oleh pisau verbal Justin. Samantha berlari ke arah taman sekolahnya dengan sejuta rasa sakit yang selama ini ia pendam seorang diri, yang terkalahkan oleh rasa cintanya yang tulus kepada Justin. Tapi tidak untuk sekarang. Ia sudah tak kuat menahan ucapan dan perlakuan Justin yang setajam belati.
Air mata Samantha seketika tumpah saat ia dengan sempurna duduk di atas kursi taman di sana.Samantha mendongakkan wajahnya yang memerah untuk menahan air matanya jatuh lagi. Ia melampiaskan segala perasaan yang tak terbalaskan oleh Justin di sana. Dia harus kuat. Dia harus berhenti menangisi harapannya. Ya, hanya harapan. Ia meremas dengan kuat kain baju sekolahnya, sehingga terdengar suara remasan baju tepat di dada kirinya dan diselingi senggukan-senggukan yang terdengar miris.
Setelah beberapa puluh menit ia menenangkan dirinya, akhirnya dengan hati yang tergores dalam sampai membuatnya tak berdaya, ia melempar kue-kuenya itu ke arah tempat sampah. Membuangnya bersama sejuta harapan masa depan bersama pria itu.
Ada sosok pria di belakangnya yang terhalang oleh pepohonan yang rindang, menatap sendu ke arah gadis itu. Melihat keadaan Samantha seperti itu, sama saja menikam dirinya sendiri dengan pisau yang baru diasah. Akhirnya, pria yang bernama Cody Simpson tersebut berbalik arah dan melangkahkan kakinya lebar-lebar dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam kantung celananya.
*Samantha melangkah gontai saat memasuki gerbang sekolahnya. Matanya terlihat merah dan sembab. Well, itu karena kejadian kemarin yang melekat di hatinya.
Bruk.
Samantha menabrak tubuh atletis Justin yang memakai hoodie berwarna abu-abu itu. Justin meringis dalam hati setelah melihat keadaan Samantha kini begitu buruk, yang ia yakini bahwa semua itu akibat dari perlakuannya kemarin.
Justin melengos pergi begitu saja, dengan tatapan sayu Samantha atas perlakuannya barusan. Samantha tak habis pikir, mengapa Justin sebegitu tidak peduli terhadap dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Die In Your Arms
FanfictionKekecewaan yang membuncah membuat Justin Bieber menutup hatinya dari sentuhan rasa cinta. Sedangkan di lain pihak, Samantha Claire berusaha mati-matian untuk mendapatkan pria impiannya--Justin Bieber dengan setulus hati. Cody Simpson yang notabene s...