Bab. 18

38 2 0
                                    

It's sunday!
Hari minggu yang berawan, cuaca yang tidak mendukung untuk melakukan kegiatan di luar rumah, dan udara dingin yang menyergap. Tak lama setelahnya, hujan turun amat deras dan suara petir menggelar. Sebagian orang bersyukur atas turunnya hujan karena membuat kebun mereka subur, sebagian pula ada yang meraup keuntungan dengan jasa ojek payung, namun sebagian lagi, ada pula yang menikmati suasana hujan dengan... Tidur.
Seperti halnya yang dilakukan Senja saat ini.
Tidur dengan posisi tubuh membentuk bintang dan mulut menganga.
"WOY!! BANGUN WOY!! DAH JAM 9 PAGI DAN LO MASIH NGEBO??" Niko menggoyang-goyangkan tubuh Senja lalu menggulingkannya ke lantai.
"Hoooeeemmm!!!" Senja terkantuk-kantuk membuka mata sekilas, lalu tidur lagi.
"Aje gile ini bocah, kebo sawah bangun! Badan lo bakal sebesar babon kalo lo mageran kek gini,"
"Hmm?"
"Kebo!"
"Hmm?"
"Bangun, tuyul!"
"Mager."
"Dah siang."
"Masih pagi "
"Nja!"
"Nik!"
"Anjir, bangun lo setan!" Niko menarik kuping Senja lalu menyeretnya paksa.
"Anjir, kuping gue potol." Senja memegangi telinganya dan mengaduh.
Akhirnya, dengan kegigihan super, Niko berhasil membuat Senja mandi walau alhasil, ia dicibir dan disumpahi macam-macam oleh Senja. Niko menepuk kepala Senja, sepersekian detik kemudian, ia menjitak kepala adiknya yang satu itu.
"Ini kepala, bukan kelapa, sapi!"
"Ini jitakan, bukan elusan, tokek!"
"Lo merusak me time gue, cicak!"
"Lo hancurin minggu cerah gue, kadal!"
"Zoo everywhere."
"Devil in behind."
"Lo kata gue setan?"
"Bukan."
Senja menerawang. "Lah terus?"
"Lo itu...." Niko beralih menatap Senja tajam.
"Katak beranak!" lanjutnya sambil mencubit kedua pipi Senja.
"DASAR SAPI!" cibir Senja sambil memukul lengan Niko berulang.
Mereka tertawa. Tak ada yang lebih indah lagi selain kehangatan yang ada dalam lingkup canda anak itu. Mereka saling mengisi, saling melengkapi, dan saling melindungi. Ponsel Senja bergetar. Berkedip-kedip sekian kali, hingga membuatnya pasrah dan melihat bejibun notifikasi Line di ponselnya.
Ia membukanya satu per satu, kemudian tangannya terhenti pada sebuah nama.
Hujan.
Astaga, astaga, astaga, Hujan ngechat gue sejam yang lalu!!! Ya Tuhan, astaga, astaga!! Tuh berudu bakal ngamuk beranak nih!
Hujan Satria: Heh, lo dah bangun?
Hujan Satria: Lo ngebo?
Hujan Satria: Gue bisa jemput lo sekarang nggak?
Hujan Satria: Gue dah ngomong ke Niko
Senja Alkhaira: Ya, gue siap-siap. Mau kemana?
Hujan Satria: Nanti gue bilang. Otw 10 menit.
Senja Alkhaira: Y
Pesan itu tak dibalas Hujan. Ia membenahi dirinya lalu memoles sedikit bedak dan memakai kaos gombroh berwarna putih yang ada gambarnya hello kity; celana jins abu-abu selutut; sepatu kets olahraga. Agak boys gitu? Senja nggak peduli! Menurutnya, itu sudah formal.
Toh cuma ketemu sama Hujan songong. Batin Senja.
"Kak Nik!" teriak Senja seraya turun dari tangga dan mengutak-atik ponselnya.
"Kak Niko!"
"KAK NIKO!" kali ini Senja menjerit -karena teriakannya mulai naik beberapa oktaf- dan bising. Telinga bisa budek dengerin tuh bocah teriak manja.
"Gue nggak budek, bocil. Kenapa, hah?" Niko hadir dengan celana boxer abu-abunya.
"Gue mau pergi sama singkong. Lo dah tau kan? Oke, fix." terang Senja lalu mengangguk
"Hujan?" Niko memastikan.
"Bukan."
Niko mengernyit. "Lah terus?"
"Sama...." Senja memberi jeda dalam ucapannya. "Sama Najuh"
"Najuh siapa pula?" Niko menatap miring lalu berdecak.
"Anaknya pak Somad yang punya toko grosir cabe."
"Gue tau"
"Apanya?"
"Gue tau kalo yang dijual pak Somad pasti lo." kekeh Niko diikuti tonjokan kecil di perut oleh Senja.
"Lo kata gue terong?"
"Lo itu chabay."
"Alay. Jijik. Iyuh!" Senja bergeridik geli.
Din! Din! Din!
Suara klakson mobil bergema di depan rumah mereka. Senja berpamitan pada Niko, lalu ia keluar dari rumahnya menggunakan payung biru kesayangannya. Ia masuk ke dalam mobil Hujan lalu menoleh ke arah Hujan yang terlihat... Cakep?
"Napa lo natap gue kayak natap setan?" Hujan menatap Senja sinis.
"Nggak." Senja bungkam.
"Terserah!"
Hujan melajukan mobilnya di tengah hujan dan selama perjalanan tak ada seorangpun dari mereka yang memulai pembicaraan. Mereka terdiam dan asyik pada dunianya masing-masing.
******
Hujan menepikan mobilnya disebuah pusat perbelanjaan besar yang ada ditengah kota, ia membukakan pintu untuk Senja lalu membiarkannya keluar. Senja menyibakkan payungnya lalu memayungi Hujan yang sedang duduk di kap mobil.
"Gue bukan caper, hujannya deres ntar lo sakit." gumam Senja tanpa menoleh.
Mereka berjalan berdampingan hingga sampai di lobby, Senja menitipkan payung di loket informasi lalu mengikuti langkah Hujan yang menuntunnya naik ke lantai dua.
"Jan, mau kemana sih?" Senja menarik kecil lengan baju Hujan.
"Hmm?"
"Mau kemana?"
"Ke pemakaman." jawab Hujan asal
"Gue serius, bego."
"Gue dua rius, bego."
"Semena-mena lo ya sama adek kelas."
"Emang. Baru tau?" terawang Hujan sekilas.
"Gue kira lo orangnya bureng."
"Goreng?"
"Bureng."
"Hah?"
"BURENG, BUDEK!" suara Senja menggema ke penjuru mall. Hujan menggeleng sekaligus menutup wajahnya.
"Maaf," Senja menunduk lalu diam saja. Merasa malu.
Hujan menarik pelan lengan Senja lalu merangkulnya.
"APA-APAAN INI? SINGKIRIN TANGAN LO, NGGAK?!" Senja menepis tangan Hujan yang merangkulnya, namun Hujan bersikukuh tetap merangkulnya lagi.
"Tolong, mulut dikondisikan. Ini mall, bukan sawah!"
"Kenapa lo main rangkul gue kayak bekicot turbo? Main serobot aja." cibir Senja sambil mengerucutkan bibirnya.
"Nggak boleh?"
"Nggak. Emang lo siapa gue?"
"Calon suami masa depan," jawab Hujan polos.
"Suami masa depan muke lo, boro-boro gue mau! Deket aja gue sumpek!" Senja bergeridik geli.
"Bercanda gue."
"Gue tahu."
"Apanya?"
"Kalo emak lo pasti ngelahirin lo pake pompa air."
Hujan mengernyit. "Maksud lo?"
Senja berdeham lalu menjawab, "Karena lo ngebanyol tapi nggak lucu. Garing abis!"
"Whatever." Hujan berkacang pinggang lalu meninggalkan Senja di belakang
"Lah, yang ngajak siapa, yang ninggal siapa. Aneh ya tuh bocah, heran gue." Senja memperbesar langkahnya, berusaha menjajari langkah Hujan dan jalan berdampingan dengannya.
Akhirnya, mereka memasuki sebuah toko pernak-pernik dan boneka. Senja mendahului berjalan di depan Hujan, lalu berlarian kesana kemari melihat dan antusias memeluk boneka yang tertata rapi di rak.
Hujan hanya bisa menggeleng lalu tersenyum simpul. Ia fokus pada tujuan utamanya kesini: Mencari hadiah sesuai selera, lalu membayar dan selepasnya menunjukkannya pada publik.
Hujan menoleh saat tiba-tiba Senja memanggil namanya dan menyuruhnya mendatanginya.
"Jan, liat deh. Boneka gendut, bulunya banyak, imut-imut lucu gitu." ucap Senja sembari memegangi boneka beruang berwarna krem yang berpita.
"Hmm, lucu."
"Gue pengen deh," harap Senja seraya mengelus helai bulu boneka itu.
"Beli aja, bayar sana." gumam Hujan.
"Hah? Gue nggak bawa duit, lain kali aja."
"Gue yang bayar, lo tinggal bawa ke kasir."
Senja mendelik. Tidak percaya akan yang ia dengar. "Serius lo? Lo jangan PHP!"
Hujan mendengus. "Cepet ke kasir sebelum gue berubah pikiran."
Senja menurut lalu mereka beriringan menuju kasir lalu membayar beruang itu dan Senja terus mendekapnya sepanjang jalan.
"Jan, nanti uang lo gue ganti." Senja tersenyum manis, memperlihatkan deretan giginya dan lesung pipitnya.
"Nggak usah. Gue ikhlas." Hujan menepuk pelan bahu Senja.
Senja mengernyit. "Kenapa?"
"Ayo ikut gue,"
Tanpa basa-basi lagi, Hujan memegang erat tangan Senja dan mengajaknya masuk ke dalam sebuah kedai kopi Setarbak. Disana, ia melihat segerombolan anak laki-laki yang tidak sama sekali ia kenal, namun Hujan membawanya menuju gerombolan itu. Mereka disambut senyum saat tiba dimeja itu lalu Hujan ber-high five dengan mereka. Jujur, ia agak merasa takut dan canggung, namun tiba-tiba Hujan lagi-lagi merangkulnya lalu tersenyum.
"Kenalin, ini Senja. Pacar baru gue."
Senja mengernyit, tiba-tiba pikirannya ling-lung dan ia melongo.
Lah, anjir ini bocah! Sumpah, kesambet apaan barusan?


Huweee!!! Dah bab. 18 nih🙌🙌 Apakah kalian merasa bosan? Bosannya pake banget nget nget??! Kalian boleh komen mau lanjut atau stop dulu ceritanya:)))
Atau kalian mau adain bagian Q & A (Question & Answer)? Boleh lho :3 setuju? Atau enggak? 😏😏

HUJAN DAN SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang