"Pakai ini dan istirahatlah." Gia menatap Fian dengan tatapan malasnya. Pria itu baru saja melemparkan paper bag yang berisi pakaian ke arahnya. Setelah acara makan tadi selesai, Gia langsung merapikan dapur dan Fian pergi entah ke mana.
"Aku tidak mau!" ketus Gia yang kembali melempar paper bag itu ke wajah Fian namun dengan cekatan pria itu menahannya.
"Untuk apa aku memakainya?" gumam Gia dengan suara yang dipelankan namun Fian masih tetap bisa mendengarnya cukup jelas. Gadis itu menempatkan bokongnya di sofa setelah dapur Fian kembali tertata rapi sedangkan Fian berdiri tepat di hadapannya.
"Memangnya kau betah dengan pakaian kumalmu sejak kemarin malam?" tanya Fian dengan ketusnya. Sontak saja hal itu membuat Gia refleks mengendus-endus ketiaknya.
"Tubuhku tidak bau badan dan aku tidak-"
"Ya, tubuhmu tidak bau badan karena tubuhmu bau Petrichor." potong Fian cepat tanpa menatap lawan bicaranya.
"Maksudmu?" tanya Gia tak paham.
"Tidak, cepat ganti bajumu! aku tak butuh penolakanmu." Tukas Fian hingga membuat Gia bungkam seketika. Gia mendengus kesal sebelum akhirnya merebut kembali paper bag itu dari tangan Fian.
"Memangnya apa pedulimu, huh?" senyum miring Fian tercetak jelas saat gadis itu mengerucutkan bibirnya setelah melontarkan kalimat tanya tadi.
"Itu karena aku majikanmu sekarang." Ucap Fian dengan pongahnya.
"APA?" Gia menatapnya tak percaya.
"Ya, itu hukuman untukmu karena sudah mencopetku. " Ucap Fian dengan tangan bersidekap di depan dada sedangkan Gia menatapnya dengan bibir yang lebih dikerucutkan.
"Tapikan aku memakainya hanya sedikit." Sela Gia tak terima.
"Masih untung aku menarik kembali kasus pencopetan yang sudah ku laporkan ke polisi. Kalau tidak, mungkin sekarang kau sudah meringkuk di tahanan."
Deg
Lagi, Gia menatapnya tak percaya. Pria di depannya ini benar-benar menyebalkan dan Gia harus tahan banting untuk tidak terpancing emosinya.
"Tapi aku tidak mau menjadi pembantumu." Kesal Gia.
"Sudah ku bilang bukan? aku tidak butuh kalimat penolakanmu." Ucap Fian penuh penekanan.
"Tapi-"
"Aku tidak peduli. Cepat mandi sana!" potong Fian yang langsung membuat Gia mendengus kesal dan menghentakan kakinya saat melangkah. Sementara itu, Fian tak menyadari kedua sudut bibirnya refleks tertarik ke atas.
***
Rea menghentakan lengan Rio dengan kasar. Gadis itu menatap tajam ke arah Rio yang tiba-tiba menariknya ke halaman samping rumah.
"Kenapa diam, huh?" kesal Rea saat kakak kembarnya itu malah membisu tak mengeluarkan suara sedikitpun. Pria itu menatapnya tajam seolah hendak menerkamnya saat itu juga.
"Mau ngomong apa sih?" Rea menatap malas ke arahnya.
"Kak-"
"Kenapa gadis itu belum pergi?" potong Rio bertanya.
"Maksudnya?" tanya balik Rea. Rio menghela nafas pelan sebelum kembali melontarkan kalimatnya.
"Maksudku si Afi-Afi itu." Jelas Rio dengan datarnya. Kini tangannya sudah bersidekap tepat di depan dada.
"Dia temanku, Kak. Dia-"
"Sejak kapan kalian berteman?"
"Ish, aku bakal jelasin tapi jangan dipotong dulu." Rio menatap adiknya dengan dahi yang dikerutkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
GIA'FY LAND
Fantasy"Ka-kau?" gadis itu mematung tak percaya mendengar lontaran tajam dari pria di depannya. "Ya, aku tau! kau bukan manusia seutuhnya. Kau manusia yang terjebak di dalam mimpi."