35 ● Can you trust me?

7.2K 964 42
                                    

Jimin memasukan satu potong daging panggang ke dalam mulutnya. Mengunyahnya perlahan lalu menelannya hingga tak tersisa. Begitu seterusnya sampai ia tidak sadar sudah menghabiskan setidaknya delapan potong.

"Aigoo.. uri Jiminie makan dengan baik 'kan saat Eomma tinggal?" tanya perempuan paruh baya yang duduk di hadapannya.

Jimin mengangguk. Menelenan seluruh makanan yang berada dalam mulut. Kemudian beralih menatap Ibunya. "Tentu saja, Eomma."

Makan malam itu berlangsung hangat setelah satu bulan lebih keluarga itu tidak bertemu. Tuan Park—Ayah Jimin—seorang pengusaha sukses yang memiliki kesibukan luar biasa padat, akhirnya bisa bernafas lega setelah bisnisnya berjalan lancar dan sudah bisa kembali ke Korea.

"Oh iya, Jimin-ah. Besok Jihyun akan pindah ke sekolahmu," kata Ayah Jimin. Lalu meneguk air yang baru saja di tuangkan oleh istrinya.

Jimin membulatkan matanya. Kemudian beralih ke samping kanan. Melihat Jihyun yang ternyata sedang menoleh ke arahnya sambil menaik turunkan kedua alisnya.

"Kenapa kau tidak bilang?!" sembur Jimin seketika.

Jihyun terkekeh. Mengambil potongan telur gulung di depannya lalu memasukannya ke dalam mulut.

"Suprise!!" ucapnya kemudian.

"Aish! Dasar anak ini!" Jimin meletakkan sumpit yang ia pegang. Lantas mengacak-acak rambut Jihyun dengan kedua tangan.

"Hyung hentikan! Kau merusak rambutku! Appa! Eomma!"

Lihatlah bagaimana seorang Jihyun merajuk. Benar-benar seperti anak kecil yang mengadu karena dijahili oleh temannya.

Kedua orang tua mereka terkekeh pelan. Rasanya sudah lama sejak terakhir kali mereka makan malam seperti ini.

"Jimin-ah," lagi suara berat itu mengiterupsi kegiatan Jimin. Tidak hanya Jimin, tapi Ibunya dan juga Jihyun.

Jimin menoleh ke sumber suara. Melihat Ayahnya yang menampakkan raut wajah serius.

"Ne, Appa," jawab Jimin sebelum ia menjauhkan tangannya dari kepala Jihyun.

"Pertunanganmu akan dipercepat,"

Detik itu juga Jimin membulatkan matanya. Perlahan jemari tangannya mengepal di bawah meja.

Rangkaian kata itu terdengar menusuk indra pendengarannya. Mematikan setiap syaraf dalam tubuhnya hingga rasanya tidak bisa bergerak.

"Kenapa harus secepat ini, Appa?"

Bukan. Itu bukan pertanyaan yang keluar dari mulut Jimin. Melainkan, Jihyun.

"Dua minggu lagi, sahabat Appa itu akan pergi ke luar negeri untuk waktu yang cukup lama. Jadi dia menginginkan pertunangan ini dilakukan sebelum ia pergi."

Keputusan lelaki yang amat Jimin sayangi itu nyatanya akan merenggut kebahagiaan yang belum lama ini ia rasakan.

Hatinya benar-benar memberontak, tapi tidak sampai pada otaknya. Karena untuk sekedar berkata 'tidak' saja terasa sangat sulit bagi Jimin. Bibirnya membeku seketika.

"Tapi Appa.. Hyung saja masih sekolah, kenapa harus dijodohkan seperti ini?" tanya Jihyun lagi.

Rupanya ia sudah tidak tahan dengan keputusan sepihak yang dibuat Ayahnya. Ia tidak akan tega melihat Hyung nya harus melepas gadis yang sangat dicintainya itu.

"Ini untuk kebaikan Hyungmu, Park Jihyun," balas Ayahnya.

"Hyung sudah—"

"Jihyun-ah," dengan cepat Jimin menyela perkataan Jihyun.

TroublemakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang