'Sangat dekat'
Dalam perjalanan, tidak ada satupun dari keduanya yang membuka suara, keduanya hanya terdiam dalam pikiran masing masing. Kecanggungan pun menyelimuti mereka.
"Mmm.. Kita mau kemana, sih?" Tanya Reava yang mulai tidak tahan dengan kecanggungan yang ada. Reova memandangnya sekilas sebelum kembali menghadap ke arah jalanan malam.
"Kamu tau sosis yang besar?" Tanya Reova tanpa memandang Reava.
"Hah?!" Seru Reava keras -karena mendapati arti ganda dalam kalimat itu- lalu wanita itu langsung membekap mulutnya sambil meringis dan merutuki dirinya sendiri dalam hati.
"Kenapa sih?" Tanya Reova mengernyitkan dahi lalu mencerna ulang kalimat yang diucapkannya dalam otaknya. Setelah beberapa detik, dia menyeringai. Bertepatan saat mereka sampai ke tempat yang dimaksud Reova.
"Iya. Sosis dalam pikiran lo. Nyoba gituan di mobil yuk." Reova mendekatkan wajahnya dengan seringaian yang masih melekat.
"Stop!" Reava ingin berteriak, tetapi yang terjadi malah lirihan, lebih menyerupai bisikan. Saat wajah Reova semakin dekat, Reava merasakan rasa sakit menyergap dahinya. Ternyata Reova menyentilnya.
"Gue gak tau otak anak kecil kayak lo bisa semesum itu. Maksud gue sosis bakar. Kita mau makan sosis bakar sama jagung bakar." Jelas Reova memundurkan wajahnya sambil membuka lock pintu mobil.
Wajah Reava merah padam sekarang. Dia benar benar ingin mengubur dirinya dalam dalam ke tanah. "Gu-gue..." Reava kebingungan untuk melanjutkan kalimatnya sendiri. Reova tertawa terbahak saat melihat reaksi Reava.
Setelah puas menertawakan Reava -yang sekarang berubah menjadi gusar-, Reova membuka pintu penumpang untuk mempersilahkan Reava turun.
Saat Reava turun -tetap dengan wajah yang cemberut- udara dingin langsung menyergap masuk ke pori pori kulitnya. Dia mengusap lengannya yang kedinginan karena memakai kaos sebatas lengan atas milik Reova. Reava kan sedang marah, jadi dia terlalu gengsi untuk meminta Reova meminjamkan jaketnya yang tampak hangat itu.
Tapi sepertinya Reova tau akan sikap dan bahasa tubuh Reava kalau wanita itu sedang kedinginan. Dia membuka jaketnya dan menyampirkannya pada kedua bahu Reava dan menarik resletingnya hingga keatas, sehingga seluruh tubuh bagian atas Reava tertutup jaketnya.
"Makasih." Ucap Reava sambil tersenyum, membuat tubuh Reova seketika kehilangan fungsi, sehingga dirinya menjadi diam memandang kagum Reava.
"Kak... Kak... Kenapa jadi diem sih?!" Ucap Reava sambil melambai lambaikan tangannya di depan wajah Reova.
Reova pun tersadar. Dia menggeleng gelengkan kepalanya. "Ekhm... Sorry." Ucapnya sambil tersenyum. "Ayo turun."
Keduanya pun turun. Reova merentangkan tangannya ke atas untuk melemaskan ototnya. Lalu laki laki itu menghirup nafas dalam dalam menikmati udara dingin di tempat itu.
"Ayo duduk. Biar gue yang pesen." Ucap Reova. Reava mengangguk dan memilih tempat di pojok. Karena mereka bisa melihat gunung -entah gunung apa- dari tempatnya sekarang.
Reava duduk bersila sambil menopangkan tangannya di atas meja lesehan yang tersedia. Tidak lama kemudian, Reova datang dan mengambil tempat di hadapan Reava.
"Pernah kesini sebelumnya?" Tanya lelaki itu disahuti gelengan oleh Reava. "Papa sama mama bukan orang yang mampu. Jadi ya kita kalo jalan jalan gak pernah jauh jauh. Palingan cuma ke taman kota. Itu pun jarang." Ucap Reava. Reova memperhatikan wajah Reava masih bersemu kemerahan karena habis menangis tadi.
Seketika suasana menjadi canggung. Tidak ada yang berniat membuka pembicaraan sama sekali. Reava hanya terus mengalihkan pandangannya ke arah gunung. Dia sebenarnya ingin menatap Reova, tetapi dia tidak akan sanggup menatap obsidian Reova dalam waktu yang lama. Bisa bisa dia meleleh.
Tetapi Reava tau Reova menatapnya lekat. Reava tidak tau mengapa Reova menatapnya seperti itu. Tetapi, perlahan wajahnya berubah bersemu.
"Kak.. Kenapa ngelihatin aku terus sih?" Ucap Reava salah tingkah. Dia mengusap belakang kepalanya dan menggigit bibir bawahnya.
Baru saja Reova ingin menjawab, pesanan mereka sudah datang. Setelah mereka mengucapkan terima kasih, ibu-ibu yang berjualan itu mengangguk dan menjauh.
"Makan dulu gih." Reova menyodorkan sosis bakar dan jagung bakar tepat di hadapan Reava. Reava meraih sosis bakar itu dan menggigitnya lalu mengunyahnya.
"Re... Mmm.. Gue bingung harus mulai darimana, tapi..." Ucapan Reova terputus saat lelaki itu berdeham.
"Gue bener bener mohon lo tinggalin kerjaan itu. Lo gak layak ada disana Reava. Lo bisa dapet yang lebih layak." Ucap Reova.
"Gue butuh secepatnya kak." Ucap Reava lirih. Dia menundukkan wajahnya sambil menatap sosis bakar di tangannya.
"Gue ada ide. Gimana kalo gue bakalan lunasin utang lo. Dan bakalan bayar lo tiap malem. Tapi tugas lo adalah kerjain PR gue, bersihin kamar gue, sediain makanan gue...."
"Pembantu?" Ucap Reava memutus ucapan Reova.
"Yaa.. Gak bisa dibilang gitu sih.. Gue kan jarang di rumah. Lebih sering di apartemen. Nah apartemen gue gak ada yang ngebersihin soalnya pembantu gue pada di rumah semua. Jadi gue minta lo ngebersihin. Mau ya? Lo tetep kerja kan? Gaji lo gue potong setengahnya buat bayar utang." Ucap Reova. Reava mengernyitkan dahinya.
"Jadi kalo kerjaan gue udah selesai, gue boleh pulang?" Reova mengangguk.
"Madam Katrin gimana dong?" Tanyanya lagi. "Dia penyalur pekerja malam. Cuma penyalur. Gue bilang aja gue yang ngebeli lo. Gue kasih uang, beres." Ucapnya. Reava sebenarnya merasa harga dirinya dijatuhkan, tetapi dia memilih diam.
Saat Reova melihat kalau Reava diam saja, lelaki itu merasa bersalah. Mungkin dia harus meralat ucapannya.
"Emm... Maksud gue, gue akan bantu lo keluar dari kerjaan itu. Dan anggaplah gue bantu lo bebas dari tempat jahanam itu. Karena tempat lo bukan disitu."
"Kakak ngebeli gue gitu ya?" tanyanya dengan nada tersinggung.
"Gue gak akan ngapa ngapain lo. Beneran deh. Kalo utang lo beres, lo bisa kerja yang lain juga kok. Jadi niat gue murni ngebantu. Sekali ini aja. Lo mau kan?" Ucap Reova penuh harap.
Reava terdiam. Dia menghela nafas panjang dan mengangguk. Lalu sebuah senyuman menawan terbit dari wajah Reova. Reava tidak menyangka kalau idolanya akan membantunya untuk melunasi hutangnya.
"Makasih, Kak." Reava tersenyum.
"Sering sering senyum deh, Re. Lo cantik kalo senyum. Cantik banget malah." Ucap Reova berbisik. Tapi masih bisa didengar oleh Reava.
"Apa kakak bilang? Jadi kalo gak senyum gue jadi jelek gitu?" Reova tertawa. "Iya deh... Yang gak mau dibilang jelek." Reava ikut terkekeh.
"Udah deh makan sana. Badan lo kayak biting tuh kalo gak dikasih makan." Ucap Reova menilai tubuh Reava. "Yah.. Walaupun gitu, dada lo gak da---"
"Sakit Reava!" Katanya sambil mendesis kesakitan saat tulang keringnya ditendang oleh Reava dari bawah meja.
"Salah sendiri ngomong gitu!" Sewot Reava sambil menggigit dan menarik sosisnya dengan sadis.
Tawa Reova meledak melihat mulut Reava tetap menyumpah serapahi kekurangajaran mulutnya tadi, sekaligus mulutnya yang penuh dengan sosis.
Dia imut. Batinnya.
★★★★★★★★
Sorry banget aku gak update lama.. Selain karena ujian, virus malas juga merajalela:D
Vomments yang banyak yaa:))
Callista
KAMU SEDANG MEMBACA
Reova & Reava
RomanceReova Edward Julian, aktor muda terkenal yang sudah melangkah ke dunia internasional. Devan Enrico Stevenson, sahabat sang aktor muda, Reova, yang juga seorang model. Dia berurusan dengan Reava karena ingin Reava berkarier sama dengannya. Reava Vale...