Mystic Diary

3.9K 435 325
                                    

Aku menghela napas bosan, memandang kosong ke arah papan tulis yang dipenuhi rumus fisika, mendengar dosen yang bersuara seperti mesin penyedot debu. Masih ada sepuluh menit lagi sampai mata kuliah Pengantar Fisika Dasar selesai. Sepuluh menit penuh rasa bosan.

"Habis ini nge-game, kuy."

Kubaca kertas kecil yang mendarat di atas binder. Tanpa menoleh aku tahu siapa yang mengirimnya. Segera aku menulis di bawahnya.

"Ogah."

Sambil berpura-pura tidak melihat, aku melempar kertas itu ke samping. Aku mendengar decak kesal dari Rio, membuatku mendengus senang. Dia pasti masih tidak terima kekalahannya kemarin. Sengaja aku memperpanjang rasa malu dengan tidak melayani ajakannya.

"Jangan lupa mengumpulkan tugas makalah minggu depan."

Akhirnya! Dosen botak itu selesai. Aku segera membereskan alat tulis dan berjalan keluar sebelum Rio mengejar. Sengaja aku mengambil jalan yang berbeda dengan yang biasa kuambil, setengah karena kabur, setengahnya lagi karena aku memang bosan. Di bawah matahari sore, aku melangkah di kawasan pertokoan yang kuno, katanya sih bangunan dari zaman Belanda. Jalanan itu sepi, hanya aku yang cukup menganggur untuk melintasinya dengan berjalan kaki.

"Anak muda." Sebuah suara membuatku berhenti dan mencari asal suara. Pandanganku terantuk pada seorang wanita setengah baya yang duduk beralas tikar kusam di belokan gang buntu. Berbagai macam barang dagangan berserakan di depannya, campuran antara benda antik dengan rongsokan.

"Iya, kamu." Dia berkata lagi, memastikan bahwa akulah yang dipanggil. "Kemarilah, aku punya hadiah untukmu."

Skeptis, tapi toh aku mendekat ke arah bibi berjubah coklat dengan tudung menutupi kepalanya. Aku mendengus dalam hati, persis tokoh-tokoh peramal dalam anime. Mungkin dia sedang cosplay.

Aku berdiri di hadapannya yang duduk bersimpuh, memperhatikannya dengan lebih lekat. Mencurigakan, tapi aku yakin bisa menang kalau dia bermaksud buruk.

"Akan ada seseorang yang membutuhkanmu."

Aku mengerutkan alis ketika dia menyodorkan sebuah buku bersampul tebal berwarna coklat tua. Beberapa bagiannya telah terkelupas. Modus penipuan baru?

"Apa itu?" tanyaku, tanpa menerima benda itu.

"Buku diary. Benda ini akan mempertemukanmu dengan seseorang yang tidak kamu duga."

Aku tidak tahu apa yang membuatku mengangkat tangan dan menerimanya. Badanku seperti bergerak sendiri. Aku membuka buku usang itu dan mendapati halamannya sama lapuknya dengan sampulnya. Kosong.

"Maaf, tapi aku--"

Kata-kataku berhenti di udara ketika mendapati bahwa bibi itu telah pergi. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri, tidak ada siapapun di sana. Bermimpi? Tidak, buku di tanganku adalah buktinya.

Aku mengangkat bahu dan memasukkan buku itu ke dalam tas pundak. Jangan sampai ada temanku yang melihat aku membawa-bawa buku diary.

*

Aku melemparkan tas dan binderku ke atas meja belajar sebelum merebahkan diri ke atas kasur, melepas lelah selesai kuliah. Sial, dosen-dosen itu tidak jauh berbeda dengan guru semasa SMA, sama-sama suka memberi tugas melimpah. Dengan malas aku meraih laptopku yang tergeletak di ujung kasur, mau tak mau aku harus mengerjakan makalah tentang pengaruh arus bolak-balik pada kapasitor silikon.

Brak!

Aku mendengar sebuah benda jatuh. Segera aku bangkit dan melihat ke arah bawah tempat tidur, mendapati bahwa buku diary yang kudapatkan beberapa hari silam tergeletak. Aku menghembuskan napas sebelum mengambilnya, keberadaan benda itu nyaris kulupakan. Lagian, cowok mana yang masih nulis diary?

Iseng, atau mungkin sekedar mencari pelarian dari tugas, aku membuka buku itu hanya untuk mendapati bahwa sebuah tulisan tangan tegak bersambung telah mengisi halaman pertamanya.

"Diary, selamat malam.

Ini adalah hari sialku. Pertama, aku mendapati kekasihku selingkuh. Kemudian, aku ditipu oleh wanita aneh yang menjual barang bekas di pinggir jalan. Kata orang, jika hari ini kau mengalami hari yang buruk, maka di hari selanjutnya akan terjadi sesuatu yang baik.

Well, aku ingin percaya omong kosong itu."

Aku merasakan bulu kudukku merinding. Ini kos-kosan cowok, tapi aku dapat menduga kalau itu adalah tulisan cewek. Jelas, mana ada tulisan cowok serapi itu.

Tanpa banyak bicara aku langsung menutup buku itu dan melemparkannya dengan sembarangan di atas tempat tidur. Kuambil laptopku sambil setengah berlari ke arah pintu. Sepertinya aku akan menginap di kamar Roziq malam ini.

*

Hari ini aku terpaksa kembali ke kamarku setelah dua hari tidur menumpang di kamar orang karena mereka mulai curiga aku penakut. Sial! Aku tidak mau berakhir jadi olok-olokan sekampus.

Aku membuka pintu kamar yang keadaannya masih sama seperti terakhir kali kuingat. Buku itu masih tergelatak di tempat tidur, posisinya tetap. Aku melangkah masuk dan meletakkan laptop serta tas kuliah di meja belajar sebelum berjalan menuju kasur.

Oh ayolah! Rasya bukan penakut!

Aku memberanikan diri untuk mengambil buku terkutuk itu dan membukanya. Seketika aku terlonjak kaget dan nyaris melempar buku itu, mendapati ada tulisan lain di halaman kedua.

"Diary, selamat sore.

Mystic Diary: His SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang