12. Hutan Merah

283 41 1
                                    

“kau gadis yang menarik, Prim. Ya, kurasa aku akan meluruskan hal tersebut. Tapi kurasa wajar saja jikalau kau menganggap ku egois.. karena telah membuat seorang pangeran pergi dari kerajaannya bukan?” balas Shirena melirik Prim yang ada di balik punggungnya.

Prim hanya tersenyum renyah menantikan cerita Shirena untuk membela dirinya.

“sebenarnya ia dapat kembali kekerajaannya dan ayahnya akan menerimanya dengan senang hati. Tapi ia lebih mencintai dunia luar sekarang karena ia tahu kerajaannya..”

“akan bertahan walau tak ada dirinya.” potong Prim.

“kurasa kau sudah mendengar itu. Huh, ini merupakan cerita yang panjang.” ucap Shirena memandang ke belakang sekali.

“aku seorang kapten dari sebuah pasukan yang cukup membanggakan sepertinya. Tapi seluruh pasukan di sana memang sangat berbakat. Sampai pasukanku di minta untuk mengevakuasi desa dan kami di serang oleh pasukan Orc yang cukup besar. Aku dalam keadaan sekarat dan ada seorang pria yang membunuh Orc dengan garpu rumput untuk melindungiku. Itu bukanlah perbuatan besar, namun untuk seorang petani yang tak memiliki bakat untuk membunuh Orc itu adalah perbuatan besar. Ia membawaku kerumahnya dan merawat ku sampai Kai datang dan menyembuhkan ku. Kai dan aku sudah bersahabat sejak kecil namun itu hanya sebatas persahabatan untukku bukan untuk Kai. Hari sebelumnya saat Federick merawat ku, aku merasa seperti seorang wanita sesungguhnya dan aku jatuh hati padanya.” ucap Shirena terbawa suasana seolah ia tengah berada di dalam khayalannya.

“Kai membawaku kembali ke kerajaan tapi hatiku masih berada di gubuk kecil persembunyian itu. Sampai perang yang cukup besar datang dan saat itu aku melihatnya berdiri di depan pasukan petani yang hendak melawan Orc dengan seadanya. Aku menentang hal itu dan meminta Raja untuk menarik pasukan petani kembali tapi sang Raja hanya diam saja. Aku mengatakan pada Federick untuk kembali kepertanian bersama teman-teman pertanian lainnya namun aku di kecam telah menghasut para petani untuk mengkhianati kerajaan dan di usir dari pasukan namun Federick menjelaskannya kepada Raja dan Raja memberikan kesempatan untuk berperang untuk yang terakhir kalinya dan aku akan di usir setelah itu. Aku membunuh Orc yang hendak membunuh sang Raja. Sang Raja tentu bisa melindungi dirinya walau di saat lengah namun Federick tidak. Bersamaan saat aku melindungi sang Raja iapun tertusuk pedang Orc dan mati di tempat sambil mengatakan kalau ia mencintaiku. Itu pertemuan yang singkat namun cinta kami berakhir abadi.” ucap Shirena mengeluarkan air mata mengkhayalkan saat-saat itu.

“aku tidak akan mengatakan kalau kau egois lagi. Cinta itu yang egois seharusnya kau jatuh cinta saja pada Kai agar kau tidak menangis sekarang.” Ucap Prim dan membuat Shirena tergelak.

“baiklah. Tapi cinta tak dapat dipaksakan.” balas Shirena.

“kalau perlu aku yang akan memaksakan.” ucap Prim melotot pada Shirena dibelakangnya.

“tapi aku sendiri sudah memaksakan dan itu hanya membuatku semakin sakit.” ucap Shirena tersenyum pahit kepada Prim.

“Apakah ayah Kai memaksa para petani untuk bertarung?” tanya Prim kepada Shirena.

“awalnya aku juga mengira Raja memerintahkan hal tersebut namun sesungguhnya Para petani yang ingin melakukan peperangan itu dan Raja menentang tapi mereka tetap bersikeras hingga akhirnya Raja mengizinkan mereka.” jelas Shirena.

“lalu bagaimana kau bisa menjadi peri penjaga di hutan Moorim?” tanya Prim.

“yah.. Raja memintaku untuk pergi kehutan Moorim dan Ratu Elphrim menerimaku dengan baik dan.. menjadikanku salah satu pasukannya.” Jelas Shirena.

“Kai menentang saat Raja hendak mengusirku. Dan setelah peperangan itu Kai meninggalkan kerajaan dan lebih memilih untuk berkelana.” sambungnya.

“itu adalah kesempatan besarnya dan kau sebagai alasan.. tapi itu memang pilihannya untuk apa lagi kita bersedih” ucap Prim dan Shirena pun mengiyakan.

***

Prim ketiduran seperti perjalanan sebelumnya dan merekapun berhenti dipinggir hutan merah. Pohon-pohon di sana berwarna coklat terang dan dedaunan merah seperti musim gugur. Tak ada suara apapun yang terdengar hanya angin yang membuat daun berguguran. Dan tidak terlihat ada cahaya yang melewati rimbunnya dedaunan pohon yang rindang namun pohon yang berwarna coklat terang itu bersinar hingga membuat hutan itu seperti bercahaya.

“istirahatlah. Aku akan berjaga.” ucap Kai mengambil pedangnya dari tumpukan tas.

“kau sudah merelakan aku. Aku akan berasa terbebani dengan masih adanya cinta itu. Aku hanya berharap kita berteman seperti dulu.” ucap Shirena meletakkan perlengkapan panahnya dan pedangnya di dekat api unggun.

“aku membuatmu terbebani dengan itu.” ucap Kai meringsut.

“tapi aku melihat hal lain saat kau menatap gadis ini.” ucap Shirena menatap Prim yang tengah tertidur pulas disebelahnya.

“kau selalu mengalihkan pembicaraan.” ucap Kai mendengus kemudian segera pergi.

***

“kau merasakan itu?” terdengar suara seseorang saat Prim membuka matanya.

“iya. Haruskah kita membawanya?” tanya salah seorang lagi.

“lucu sekali mereka diluar hutan ini. Biarkan saja, mereka punya senjata aku tak ingin terluka.” ucap salah seorang lagi kemudian semua suara itu menghilang tanpa jejak.

“Iridesa.” ucap Prim kemudian bangun dari tidurnya berlahan tanpa membangunkan Shirena dan segera masuk ke dalam hutan merah yang bercahaya terang.

“aku merasakannya lagi.” ucap suara dari kejauhan dan membuat Prim semakin jauh masuk ke dalam hutan yang lantainya dipenuhi oleh dedaunan rontok yang sangat banyak dan akar pohon yang keluar hingga membuat jalan Prim berliku-liku dan terkadang naik turun mengikuti akar pohon yang sangat besar.

“sstt.. kurasa ia tidak bersenjata. Aku tidak merasakan ada benda tajam padanya.” ucap salah satunya dan membuat Prim menghentikan langkahnya.

“apa dia terlihat cukup kuat?” tanya salah satunya lagi, Prim berlari kencang berbalik kembali ke arah ia datang tadi.

“itu dia tengah berlari keluar.. kejar! kejar!!!” ucap salah satunya kemudian terdengar suara dedaunan yang dipijaki dengan cepat.

“dia sangat kuat.. sangat kuat! Namun sekarang ia hanyalah sasaran empuk untuk kawanan kita.” ucap salah seorang dari mereka kemudian terdengar orang berteriak di atas kepala Prim dan berhenti tepat dihadapannya. Ia sangat terkejut hingga terjatuh saat melihat laba-laba yang besar berada dihadapannya, dengan mata yang cukup banyak menatapnya dan taring dimulut yang bergoyang-goyang siap menerkam Prim.

Prim mengepalkan tangannya dan saat laba-laba besar itu mendekatinya ia melayangkan tinjunya hingga membuat laba-laba itu kesakitan.

“mataku.. mataku..” ucapnya-----

****

To be continue...

Maaf belom revisi dengan baik.

Give vote and comment for this chapt 😄😄

























Let's go to the next chapt.. Chaw 😲

Missing to Another WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang