Penasaran

49 2 2
                                    

Hari itu adalah hari dimana aku merasa bahwa hidup ini seakan-akan hanya milikku dan milik lelaki itu.
   "Tumben pelan?", tanya Witi padaku. Mungkin ia bingung karena tidak biasanya aku mengendarai sepeda motor sepelan ini.
   "Sudah diam, kau lihat lelaki itu tidak?"
   "Iya aku melihatnya." jawab Witi cepat.
Aku semakin pelan karena ingin lebih lama memandang dan memperhatikan lelaki berseragam olahraga itu. Aku mengenal seragam itu, itu adalah seragam tetangga sekolahku. Namun kurasa aku pernah melihat atau bahkan mengenalnya. Tapi dimana? Saat apa?. Entahlah aku lupa hal itu.

  Sampai sudah di tempat fotokopi. Aku hanya terdiam, begitupun dengan Witi.
   "Hey!! Kau kenapa??", tanya Witi membuyarkan lamunanku.
Aku yang dari tadi melamunkan lelaki itu tiba-tiba tersentak oleh gertakan Witi.
   "Ah tidak, aku hanya lelah." jawabku bohong.
   "Cowok tadi? Kuras dia selalu memperhatikanmu."
"Apaan sih kamu, aku tidak sedang memikirkan hal itu." Jawabku kesal, dasar sialan.
   "Jangan bohong, aku tau Frin." ucap Witi mencoba merajukku agar berkata yang sebenarnya.

  Aku diam seribu bahasa. Seolah Witi bisa membaca pikiranku. Aku takut jika ia tahu apa yang sebenarnya aku pikirkan. Aku ingin sekali selalu lewat di jalan itu agar bisa mmperhatikan lelaki itu. Lelaki berseragam itu, kenapa pikiraku dipenuhi dengan dia. Dan sekarang pikiranku hanya tertuju padanya, entah apa yang membuatku memikirkannya.
   "Wit, kita pulang yuk." Ajakku pada Witi sambil merengek.
"Kenapa buru-buru?"
  "Ah sudahlah mari ikut aku." Jawabku, langsung menancapkan gas.

   Aku mengendarai sepeda motor dengan pelan sambil memikirkan lelaki itu. Sungguh aneh rasanya, ingin rasanya aku bertemu dengan lelaki itu.
  "Frin, bagaimana dengan pacar kamu itu? Siapa itu? Renan ya?"
Emm sebenernya aku sendiri tidak mau mendengar pertanyaan itu. Renan itu pacar aku yang baru 4 hari berpacaran. Sejujurnya aku hanya terpaksa menerima dia untuk kujadikan pacar. Habisnya dia nembak terus.
  "Ohh Renan. Iya dia pacar aku. Ya tentu tidak apa-apa" jawabku gelagapan.
  "Terus kenapa kamu mikirin lelaki tadi" pertanyaan menyebalkan dari Witi.
  "Sudahlah kau diam saja, eh lihat itu..." dengan sedikit gugup bercampur dengan perasaan yang gumpal ini, aku melihat dia. Ya, dia si lelaki itu.
  Terlihat di kejauhan dia mengendarai sepeda motornya ke arahku. Aku memandangnya tanpa berkedip. Seakan melihat pangeran William. Witi hanya heran melihatku yang riang melihat lelaki itu. Ketika lelaki itu berada tepat di sampingku dengan laju sepeda motor yang lamban, dia bunyikan klakson motornya. Secara spontan aku membalasnya dengan kutambahkan senyum manisku.

   Siapa dia? Kenapa aku penasaran dengannya? Kenapa setiap aku tak melihatnya tumbuh rasa rindu di hati ini? Ada apa denganku?

Aku dan KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang