3. Gelombang Manusia

47 17 4
                                    

Ethan terhenyak ketika seorang anak kecil tiba-tiba berlari mendahuluinya di lorong Asprenderoux. Anak kecil itu berlari dan rambut pirangnya berkibas manis di belakangnya. Ia berhenti, lalu berlari ke arah Ethan sedetik kemudian. Ethan mengernyitkan dahinya lebih ekstrim ketika gadis kecil tersebut menangis dan memeluk erat kaki kanannya hingga beberapa orang yang berlalu-lalang di lorong menatapnya aneh.

"Uhm," Ethan berjongkok. "Kenapa ? Ada apa denganmu, gadis kecil ?"

Anak itu berhenti menangis. Menatap Ethan dengan mata birunya yang besar dan bulat. Ethan menelan ludah, melirik ke sekitarnya dan menyadari beberapa orang masih menatap mereka dengan ganjil. Ethan tidak ingin berlama-lama disana dan memutuskan untuk menggendong gadis kecil tersebut dan membawanya entah kemana.

Ethan baru berhenti melangkah saat tiba di pos dekat peranti peluncur (sebutan Ethan bagi kendaraan yang dapat menghantarkan seseorang dari sisi Utara ke Selatan maupun sebaliknya.) dan duduk bersama gadis kecil berambut pirang di sisi kanannya.

Ethan menggenggam tangan kecil tersebut dan mengelus lembut pipi anak perempuan mungil tersebut.

"Jadi, siapa namamu ?"

Anak tersebut diam, hanya menggoyang kedua kakinya dan mengalihkan tatapannya ke arah lain, selain Ethan.

"Kenapa kau sendirian ?"

Anak kecil tersebut masih diam dan tidak merespon. Bergeming di tempatnya dan memainkan ujung rok selututnya dengan manis.
Ethan menghela napas panjang, merasa dongkol.

Tidak ada laki-laki muda yang pandai berbicara dengan anak kecil. Apalagi anak tersebut ialah orang asing.

Menit berlalu dengan kekosongan yang menggantung di udara. Dan anehnya anak tersebut masih setia duduk di samping Ethan. Tanpa niat untuk pergi. Namun tiba-tiba suara sepatu wanita yang heboh terdengar. Ethan menoleh ke sumber suara dan mendapati seorang ibu muda tergopoh-gopoh mendekatinya sambil menunjuk-nunjuk ke arah gadis kecil di samping Ethan.

Saat sampai, ibu muda tersebut memeluk si gadis kecil dan membungkuk ke arah Ethan. Berulang kali.

"Maafkan aku, anakku telah merepotkanmu."

"Tidak masalah. Mungkin dia tersesat dan ketakutan."

"Tidak." Si ibu muda menggeleng cepat. "Ia tak pernah tersesat."

"Mungkin ini yang pertama kali ?" Ujar Ethan berusaha tertawa, menduga-duga betapa polosnya pemikiran ibu muda ini.

Alih-alih mendebat, sang ibu muda membungkuk lagi dan bergegas pergi. Wajahnya pucat dengan gigi yang menggigit bibir bawah. Rambutnya lepek oleh keringat dan langkahnya berat oleh sepatu yang nampak tak nyaman di kakinya. Anak gadis tersebut diam di gendongan ibunya, melambai pelan ke arah Ethan dalam kebisuannya.
Sementara Ethan yang dongkol, balas melambai pelan dengan perasaan terombang-ambing.

. . .

Ethan mengumpat saat menyadari dirinya melamun tidak jelas untuk apa, oleh apa. Namun ia segera berlari ke arah tujuannya begitu tersadar. Ia turun ke lantai dasar, melihat segala kegiatan berlangsung normal dan sedikit lebih berbobot daripada kemewahan yang ditawarkan oleh lantai 2 dan semua lantai diatasnya. Beberapa petugas nampak sibuk di bagian lobi - atau apapun itu namanya - dan Ethan memutuskan untuk melihat lebih jelas.
Ada banyak kardus didatangkan. Masing-masing kardus diikat dengan tali merah muda yang asal-asalan dan kardus semakin terlihat kucel dibandingkan rapi. Sangat tidak cocok berada di gedung Asprenderoux yang segala kerapian dan kecanggihannya hampir mendekati mustahil.
Dalam kardus-kardus tersebut ada beberapa berkas dokumen yang di staples dan diikat lagi dengan kasar. Menyisakan lembaran kertas yang rapuh, mudah sobek dan gampang kotor.

GLASS MEMORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang